KEBIJAKAN PAJAK

Apa Itu Kehadiran Ekonomi Signifikan?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 03 April 2020 | 16:01 WIB
Apa Itu Kehadiran Ekonomi Signifikan?

DIGITALISASI ekonomi membuat perusahaan dapat memperluas bisnis hingga lintas negara secara online. Transformasi ini mendorong lahirnya perusahaan digital yang memicu perdebatan global di ranah pajak internasional tentang alokasi hak dan kesepakatan realokasi hak perpajakan (nexus).

Pasalnya, aturan pajak internasional saat ini dianggap tidak lagi sesuai karena mensyaratkan kehadiran fisik sebagai dasar untuk dapat memajaki perusahaan. Alhasil, banyak yuridiksi yang terkendala saat ingin memajaki perusahaan digital karena umumnya beroperasi tanpa memerlukan kehadiran fisik.

Merespons tantangan tersebut, pada Februari 2019 OECD merilis dokumen konsultasi publik berjudul Addressing The Tax Challenges of The Digitalisation of The Economy. Dokumen ini memuat berbagai usulan kebijakan perpajakan digital yang dikelompokkan menjadi dua pilar.

Baca Juga:
Apa Itu Wilayah Pengembangan Industri dalam Konteks Perpajakan?

Pilar pertama memuat kebijakan mengalokasikan lebih banyak laba ke negara tempat pasar berada tanpa memperhatikan ada tidaknya kehadiran fisik. Pilar ini mengusung tiga konsep salah satunya nexus berdasarkan kehadiran ekonomi signifikan. Lalu, apa itu kehadiran ekonomi signifikan?

Konsep Umum
BELUM ada definisi universal yang mendeskripsikan pengertian dari kehadiran ekonomi signifikan. Pasalnya, setiap negara yang tengah mengusulkan atau telah mengaplikasikan konsep ini memiliki format dan implementasi yang berbeda-beda.

Kendati demikian, merujuk pada dokumen konsultasi OECD, kehadiran ekonomi signifikan adalah pendekatan di mana kehadiran pajak pada suatu yurisdiksi akan muncul saat perusahaan nonresiden memiliki keberadaan ekonomi yang signifikan berdasarkan faktor tertentu (OECD, 2019).

Baca Juga:
Apa Itu PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan di UU HKPD?

Adapun yang dimaksud dengan faktor tertentu adalah faktor yang dapat membuktikan adanya interaksi yang disengaja dan berkelanjutan antara suatu perusahaan dan suatu yurisdiksi melalui ekonomi digital dan cara otomatis lainnya.

Task Force on Digital Economy mengidentifikasi 3 faktor yang harus diperhatikan ketika suatu yuridiksi ingin mengembangkan konsep kehadiran ekonomi signifikan. Faktor identifikasi ini merangkum faktor tertentu yang dapat menjadi patokan untuk pengujian kehadiran ekonomi signifikan (OECD, 2015).

Pertama, faktor berbasis pendapatan. Faktor yang dapat dipertimbangkan dalam basis ini di antaranya adalah jenis transaksi apa yang akan dicakup, berapa tingkat ambang batas pendapatan serta administrasi yang terkait.

Baca Juga:
Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Kedua, faktor digital. Faktor yang dapat dipertimbangkan dalam basis ini di antaranya seperti nama domain lokal, platform digital lokal, dan opsi pembayaran lokal.

Ketiga, faktor berbasis pengguna. Faktor berbasis pengguna dapat berdasarkan pada data yang mencerminkan tingkat partisipasi seperti jumlah pengguna aktif bulanan, jumlah kontrak online akhir dan volume konten digital yang dikumpulkan melalui platform digital.

Kasus India
INDIA merupakan yurisdiksi yang telah mengadopsi kehadiran ekonomi siginifikan dalam ketentuan domestik. Adopsi itu dilakukan untuk meluaskan pandangan atas bentuk usaha tetap (BUT) agar dapat menjaring wajib pajak luar negeri yang melakukan kegiatan usaha digital tanpa kehadiran fisik di India.

Baca Juga:
Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Perusahaan asing di India dianggap memiliki kehadiran ekonomi signifikan jika agregat pembayaran transaksi digital pada suatu tahun melebihi jumlah tertentu, atau ada ‘permintaan sistematis dan berkesinambungan’ dari bisnis, atau ‘terjalin interaksi’ digital dengan jumlah pengguna tertentu.

Hal ini berarti India menetapkan dua indikator yang digunakan untuk mengindentifikasi suatu perusahaan memiliki kehadiran ekonomi signifikan, yaitu basis penjualan lokal dan basis jumlah pengguna lokal.

Melalui indikator tersebut, India dapat mengenakan pajak atas aktivitas ekonomi digital perusahaan asing tanpa perlu melihat apakah perjanjian tersebut dibuat di India, ada kepemilikan tempat tetap di India, atau memberikan jasanya di India.

Baca Juga:
Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Kasus Indonesia
Indonesia telah mengatur kehadiran ekonomi signifikan melalui Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019. Pasal 7 PP tersebut mengatakan pelaku usaha luar negeri yang aktif melakukan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik pada konsumen di Indonesia, serta memenuhi kriteria tertentu, dianggap telah memenuhi kehadiran secara fisik di Indonesia.

Kriteria tertentu yang dimaksud antara lain jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman, dan/atau jumlah trafik atau pengakses. Ketentuan ‘dianggap memenuhi kehadiran secara fisik’ serta kriteria yang ditetapkan dapat dikatakan mengacu pada konsep kehadiran ekonomi signifikan.

Selain itu, konsep kehadiran ekonomi signifikan kembali disinggung dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020. Pasal 6 ayat (6) Perpu tersebut menyatakan pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik luar negeri dapat diperlakukan sebagai BUT dan dikenakan pajak penghasilan jika memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.

Baca Juga:
OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Pemerintah menetapkan 3 ketentuan kehadiran ekonomi signifikan yaitu, (i) peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu; (ii) penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau (iii) pengguna aktif media digital di Indonesia sampai jumlah tertentu.

Simpulan
BERDASARKAN penjelasan di atas dapat disimpulkan definisi dari kehadiran ekonomi yang signifikan atau significant economic presence (SEP) adalah usulan untuk melihat keuntungan, baik rutin maupun non-rutin, atau keberadaan pelanggan sebagai titik awal untuk mendefinisikan BUT. Konsep SEP ini dengan sendirinya memperluas definisi BUT yang sebelumnya hanya mempersyaratkan kehadiran fisik. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 29 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan di UU HKPD?

Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

BERITA PILIHAN
Jumat, 03 Mei 2024 | 19:49 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Masih Bisa Sampaikan Laporan Keuangan secara Manual Jika Ini

Jumat, 03 Mei 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Harga Minyak Mentah RI Naik, Imbas Ketegangan di Timur Tengah

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:43 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Siapkan Insentif untuk Mobil Hybrid, Seperti Apa?

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:35 WIB PERMENKOP UKM 8/2023

Begini Aturan Penghimpunan dan Penyaluran Dana Koperasi Simpan Pinjam

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:30 WIB KAMUS KEPABEANAN

Update 2024, Apa Itu Barang Kiriman?

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:25 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bikin NPWP Belasan Tahun Lalu dan Kini Non-Aktif, Bisa Digunakan Lagi?

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:35 WIB KEBIJAKAN MONETER

Suku Bunga Acuan BI Naik Jadi 6,25%, Dampak ke APBN Diwaspadai

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Adakan Blokir Serentak, DJP Jatim Sasar 1.182 Rekening Wajib Pajak

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Penyediaan Tenaga Kerja Kena PPN, Pakai Nilai Lain atau Penggantian?