BERITA PAJAK HARI INI

Pengusaha Minta Pengenaan Pajak Rokok Elektrik Tahun Depan Ditunda

Redaksi DDTCNews | Rabu, 27 Desember 2023 | 09:48 WIB
Pengusaha Minta Pengenaan Pajak Rokok Elektrik Tahun Depan Ditunda

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Sejumlah asosiasi pengusaha meminta pemerintah untuk menunda pengenaan pajak rokok elektrik pada 2024. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (27/12/2023).

Permintaan tersebut datang dari Paguyuban Asosiasi Vape Nasional Indonesia (Pavenas) yang terdiri atas Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aliansi Vapers Indonesia (AVI), Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI), Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO), dan Asosiasi Vaporiser Bali (AVB).

Selain meminta penundaan pengenaan pajak rokok untuk rokok elektrik, asosiasi pengusaha juga berharap Kementerian Keuangan tidak menaikkan cukai saat implementasi pajak rokok tersebut dilakukan.

Baca Juga:
Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

"Jika pajak sebesar 10 persen dari cukai berlaku maka itu akan menjadi beban yang sangat berat bagi kami yang sebagian besar adalah UMKM,” ujar Ketua Pokja Advokasi & Regulatory Appnindo Ana Pilawa dikutip dari kompas.com.

Pada 2024, tarif cukai rokok elektrik juga akan dinaikkan sekitar 15%. Berdasarkan PMK 192/2022, tarif CHT produksi dalam negeri dan impor ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam rupiah, untuk setiap satuan mililiter atas hasil tembakau berupa REL cair sistem terbuka; serta cairan yang terdapat di dalam cartridge atas hasil tembakau berupa REL cair sistem tertutup.

Kemudian, satuan gram berlaku atas padatan tembakau yang terdapat di dalam batang atau kapsul atas hasil tembakau berupa REL padat; serta hasil tembakau berupa HPTL.

Baca Juga:
Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Satuan mililiter atas hasil tembakau berupa REL sistem tertutup serta satuan gram atas padatan tembakau yang terdapat di dalam batang atau kapsul atas REL padat dibulatkan ke atas dalam satuan sepersepuluh.

Selain mengenai pajak rokok elektrik, terdapat pula ulasan terkait dengan perpanjangan masa berlaku penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-7/PJ/2023. Ada pula ulasan mengenai ketentuan pengajuan keberatan ke DJP.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

PMK Baru! Kemenkeu Revisi Aturan soal Operator Ekonomi Bersertifikat

Pemerintah telah menerbitkan ketentuan baru mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator/AEO) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 137/2023.

Baca Juga:
Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

Revisi peraturan dilaksanakan antara lain untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional dalam perdagangan internasional, serta meningkatkan kinerja logistik nasional dan mendukung terciptanya keamanan rantai pasok dunia.

"Untuk…menyempurnakan ketentuan mengenai AEO agar sesuai dengan international best practice on World Customs Organization SAFE Framework of Standard to secure and facilitate global trade, PMK 227/2014 perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan PMK 137/2023. (DDTCNews)

DJP Terbitkan Perdirjen Soal Pengajuan Keberatan Pascapandemi

Ditjen Pajak (DJP) menerbitkan peraturan khusus terkait dengan pengajuan keberatan setelah berakhirnya keadaan kahar akibat pandemi Covid-19 per 21 Juni 2023 sebagaimana dimaksud dalam Keppres 17/2023.

Baca Juga:
PMK Terbit! Kemenkeu Atur Mekanisme Pemberian Insentif Pajak di IKN

Dalam Pasal 2 ayat (1) Perdirjen Nomor PER-7/PJ/2023, DJP mengatur pengajuan keberatan dianggap sebagai pengajuan dalam keadaan di luar kekuasaan wajib pajak sesuai Pasal 25 ayat (3) UU KUP bila keberatan: diajukan atas SKP yang dikirim pada 22 Maret hingga 21 Juni 2023; diajukan oleh wajib pajak melewati jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP dikirim; dan telah diterima oleh DJP sampai dengan tanggal PER-7/PJ/2023 mulai berlaku.

"Dirjen pajak menindaklanjuti pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 2 ayat (2) PER-7/PJ/2023. (DDTCNews)

DJP Perpanjang Penetapan Daerah Tertentu hingga 30 April 2024

Ditjen Pajak (DJP) memutuskan untuk memperpanjang keputusan persetujuan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu hingga 30 April 2024.

Baca Juga:
Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Hal ini berlaku atas keputusan persetujuan penetapan berlokasi di daerah tertentu sehubungan dengan perlakukan pajak atas natura/kenikmatan yang jangka waktunya berakhir pada 20 Juni atau 21 Juni 2023 hingga 30 April 2024.

"... yang jangka waktu berlakunya berakhir pada 20 Juni 2023 atau 21 Juni 2023 hingga 30 April 2024, tetap berlaku hingga 30 April 2024," bunyi penggalan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-7/PJ/2023. (DDTCNews)

Integrasi Layanan Digital Antar Instansi, Pemerintah Terapkan GovTech

Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82/2023 dalam rangka mempercepat transformasi digital dan meningkatkan keterpaduan layanan digital nasional.

Baca Juga:
Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan percepatan dilakukan dengan berfokus pada SPBE prioritas yang ditangani tim digital nasional atau GovTech.

"Secara short-term pada 2024, akan menjadi proof point penerapan GovTech di pemerintahan saat ini untuk pemerintah selanjutnya," katanya. (DDTCNews)

Pemda Dituntut Lebih Kreatif Optimalkan Pajak Daerah

Pemerintah daerah harus bekerja keras melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah mulai tahun depan seiring dengan diberlakukannya UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Baca Juga:
Setoran Pajak Kripto Tembus Rp689 Miliar dalam 2 Tahun Terakhir

Hal ini dikarenakan UU HKPD diperkirakan bakal menggerus penerimaan pajak daerah lantaran terdapat beberapa penyederhanaan sejumlah objek pajak daerah yang berdampak terbatasnya sumber penerimaan asli daerah.

Salah satunya ialah melalui pengaturan tentang pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). PBJT sendiri merupakan penggabungan atas sejumlah jenis pajak, seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir, pajak penerangan jalan dan pajak hiburan. (kontan.co.id)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 17 Mei 2024 | 20:35 WIB HUT KE-17 DDTC

Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

BERITA PILIHAN
Jumat, 17 Mei 2024 | 20:35 WIB HUT KE-17 DDTC

Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:51 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

KAFEB UNS, Wadah Alumni Berkontribusi untuk Kampus dan Indonesia

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:30 WIB SEJARAH PAJAK INDONESIA

Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS CUKAI

Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Jumat, 17 Mei 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran Pajak Kripto Tembus Rp689 Miliar dalam 2 Tahun Terakhir