Tampilan buku berjudul Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan.
PEMAHAMAN yang tepat mengenai peran kuasa dan konsultan pajak sangat dibutuhkan untuk sistem perpajakan yang lebih adil serta berkepastian.
Ulasan mengenai peran kuasa dan konsultan pajak sebagai suatu profesi ada dalam buku ke-29 terbitan DDTC yang berjudul Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan. Buku hasil kolaborasi DDTC dan PERTAPSI ini akan dirilis besok, Kamis (28/11/2024).
Dalam buku ini dijelaskan bahwa berbagai literatur serta kajian akademis kerap meletakkan kuasa dan konsultan pajak dalam bingkai yang kurang tepat. Interaksi dengan kuasa dan konsultan pajak diasosiasikan sebagai upaya membantu wajib pajak mengurangi kewajiban pajaknya (Pirtilla, 1999).
Kerap muncul permintaan jasa baru lain yang melanggar kewajiban masyarakat dalam berbangsa dan bernegara (Slemrod dan Yitzhaki (2002). Akibatnya, stigma negatif muncul terhadap profesi kuasa dan konsultan pajak dan pihak-pihak yang menjalankan profesi itu (Uslaner, 2007).
Padahal, dalam perspektif yang lebih holistik, kuasa dan konsultan pajak merupakan profesi yang mengemban peran sebagai ‘jembatan’ dalam kontrak fiskal pemerintah dengan masyarakat. Peran yang dijalankan tersebut bukan merupakan tanggung jawab yang mudah.
Kuasa dan konsultan pajak tidak dapat dilepaskan dari konsep profesi yang mulia atau terhormat (officium nobile). Profesi kuasa dan konsultan pajak seharusnya tidak boleh dipandang sebatas pada aspek rasionalisasi bisnis atau komersial saja.
Dalam konsep officium nobile ini berangkat dari anggapan bahwa pada hakikatnya dalam suatu profesi, seseorang menjalankan kegiatan yang tidak hanya berorientasi terhadap keuntungan semata, tapi juga memberikan atau mendedikasikan keahlian bagi kepentingan publik.
Artinya, ketika menjalankan kegiatan profesi, ada kegiatan sosial sekaligus komersial yang dijalankan. Konsep ini menjadi sangat penting bagi profesi-profesi seperti advokat atau akuntan karena basis aktivitasnya muncul akibat adanya kepercayaan dari pengguna jasa.
Ada kepercayaan bahwa motif utama dari kegiatan mereka berorientasi untuk menolong klien atau orang banyak (publik), bukan semata keuntungan pribadi. Konsep inilah yang mendorong justifikasi peran pemerintah dalam mengatur profesi tertentu berbeda dengan kegiatan masyarakat lainnya.
Contoh, membedakan pengaturan advokat, dokter, dan akuntan dengan misalnya pedagang. Konsep officium nobile juga secara tidak langsung menjadi roh dalam berbagai aspek pengaturan profesi, seperti syarat kompetensi, bentuk badan usaha, kode etik, kegiatan usahanya, dan sebagainya.
Dengan demikian, pemahaman mengenai peran kuasa dan konsultan pajak akan berkorelasi positif dengan pemahaman lebih jauh mengenai perumusan regulasi atas profesi tersebut. Sebab, pada akhirnya, regulasi diperlukan untuk memastikan optimalisasi dari perwujudan peran kuasa dan konsultan pajak.
Buku yang ditulis oleh Founder DDTC Darussalam (Ketua Umum PERTAPSI) dan Danny Septriadi bersama Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji (Tim Ahli Kebijakan Pajak PERTAPSI) tersebut menjabarkan setidaknya 4 peran kuasa dan konsultan pajak.
Pertama, peran sebagai tax intermediary. Pada dasarnya, kuasa dan konsultan pajak tidak hanya membantu wajib pajak, tetapi juga membantu otoritas pajak. Terlebih, hubungan antara wajib pajak dan otoritas pajak tidak lagi hanya bersifat ‘basic relationship’ seperti penyampaian laporan pajak dengan benar dan tepat waktu.
Hubungan keduanya sekarang bersifat ‘enhanced relationship’ atau cooperative compliance. Konsep ini mengedepankan kesetaraan antara wajib pajak dan otoritas pajak berdasarkan keterbukaan, saling pengertian, serta kemauan untuk terlibat dalam dialog yang jujur dan konstruktif.
Keberhasilan cooperative compliance bergantung pada komitmen antara wajib pajak dan otoritas pajak untuk membangun tingkat kepercayaan bersama. Cooperative compliance kemudian membuka kesempatan yang lebih luas bagi kuasa dan konsultan pajak untuk bertindak sebagai perantara.
Kedua, peran untuk mewakili wajib pajak. Hak untuk diwakili oleh kuasa dan konsultan pajak terkait urusan perpajakannya sebagai bagian dari hak-hak wajib pajak (taxpayer’s rights). Hak untuk diwakilkan ini berkaitan dengan pemenuhan hak asasi manusia (Uyumez dan Bisgin, 2016).
Hak wajib pajak untuk dapat diwakili merupakan hal yang krusial, mengingat peraturan pajak yang bersifat dinamis dan kompleks. Kegagalan untuk patuh terhadap ketentuan perpajakan dapat mengakibatkan sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Dalam konteks tersebut, pemerintah sepatutnya tidak boleh membatasi hak wajib pajak untuk dapat melakukan konsultasi kepada pihak yang memang mempunyai kompetensi. Dalam prosedur formal, otoritas pajak juga tidak boleh membatasi kehadiran kuasa dan konsultan pajak.
Ketiga, peran dalam perubahan dan kompleksitas ketentuan. Ketentuan perpajakan maupun prosedur administratif sering kali rumit dan sulit dimengerti. Padahal, sebagian besar wajib pajak, khususnya yang menjalankan kegiatan usaha, tidak memiliki waktu dan pengetahuan untuk memahami dan menangani sepenuhnya aspek kewajiban perpajakan mereka (Bentley, 1998).
Kompleksitas aturan dan kewajiban perpajakan membuat wajib pajak mencari bantuan kepada kuasa dan konsultan pajak. Dalam perspektif wajib pajak, kompleksitas ketentuan perpajakan merupakan motivasi utama dari wajib pajak untuk menggunakan jasa kuasa dan konsultan pajak.
Jasa itu bermanfaat bagi wajib pajak karena dapat mengurangi ketidakpastian hukum, menghemat waktu untuk mempelajari ketentuan perpajakan yang kompleks, serta mengurangi kecemasan. Peran ini pada akhirnya akan berdampak positif bagi tingkat kepatuhan wajib pajak yang juga menjadi perhatian otoritas.
Keempat, peran terhadap tingkat kepatuhan. Kompleksitas ketentuan perpajakan dapat menciptakan ketidakpastian mengenai tingkat kepatuhan para wajib pajak. Dalam konteks ini, kuasa dan konsultan pajak memainkan peran sentral dalam sistem kepatuhan pajak, baik dari sisi wajib pajak maupun dari sisi otoritas pajak.
Studi dari Forum on Tax Administration OECD (2008) merekomendasikan berbagai negara untuk meningkatkan atau memperkuat hubungan antara wajib pajak, kuasa dan konsultan pajak selaku perantara perpajakan, serta otoritas pajak.
Di sisi lain, tidak dapat dimungkiri bahwa pengetahuan kuasa dan konsultan pajak terhadap ketentuan perpajakan juga mungkin dapat digunakan dalam rangka mengeksploitasi peluang ketidakpatuhan pajak. Oleh karena itu, sudah selayaknya kuasa dan konsultan pajak diatur dalam bentuk regulasi yang tepat untuk tujuan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Pada akhirnya, dengan adanya peran yang luas, strategis, dan mulia itu menjustifikasi keterlibatan pemerintah untuk menyusun grand design profesi kuasa dan konsultan pajak di Indonesia dengan cara pandang visioner.
Adapun desain tersebut haruslah berkepastian, menjamin prinsip equal treatment, serta mengakomodasi seluruh pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, buku ini mencoba menyajikan konsep dan model ketentuan kuasa dan konsultan pajak yang mendukung sistem perpajakan Indonesia lebih baik lagi.
Konstruksi model tersebut dilakukan melalui fakta historis ketentuan perpajakan atas kuasa dan konsultan pajak, studi perbandingan, analisis konseptual, serta melihat fakta yang terjadi di lapangan.
Tertarik untuk mendapatkan buku ini? DDTC dan Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) akan membagikan buku secara gratis dalam seminar nasional bertajuk Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Studi Perbandingan.
Seminar nasional akan digelar pada Kamis, 28 November 2024, pukul 08.00-12.00 WIB, di Auditorium R. Soeria Atmadja FEB UI, Depok. Acara juga dapat diikuti secara online melalui Zoom. Peserta luring ataupun daring harus mendaftar melalui s.id/Daftar_SeminarNasionalPERTAPSI.
Untuk peserta luring (offline) akan ada 200 buku yang dibagikan secara gratis. Sementara itu, untuk peserta daring (online) akan dibagikan 10 buku kepada 10 peserta terpilih. Syaratnya hanya perlu memberikan pendapat atau komentar dalam berita peluncuran buku. Info selengkapnya akan disampaikan saat acara berlangsung.
Dalam acara tersebut, akan digelar pula Rapat Anggota Tahunan PERTAPSI, pelantikan Pengurus Korwil PERTAPSI, serta penandatanganan memorandum of understanding (MoU) dengan perguruan tinggi. (kaw)