Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) akan mengintegrasikan 21 proses bisnis utama yang ada di Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (23/9/2021).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan integrasi tersebut diwujudkan dalam pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP). Output dari adanya integrasi tersebut adalah revenue accounting. Dengan output tersebut, data mengenai penerimaan dan piutang pajak juga terintegrasi.
“Ada 21 main proses bisnis yang ada dan akan terintegrasi. Kami memulai dari proses bisnis yang paling awal, yakni pendaftaran atau dari sisi pelayanan sampai dengan penegakan hukum, mulai dari pengawasan, pemeriksaan, serta pemanfaatan data,” ujar Suryo.
Selain mengenai core tax administration system, ada pula bahasan terkait dengan terbitnya petunjuk pelaksanaan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas penyerahan/penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa dan kartu perdana.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pada 2021, DJP juga mendesain ulang 21 proses bisnis utama agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan sistem operasi. Pada 2022, DJP berencana melakukan pengadaan infrastruktur core tax administration system secara sekaligus.
“Akhir September ini seluruh detail proses bisnis selesai. Di saat yang bersamaan, kami mulai connect dengan system integrator untuk mulai melakukan pembangunan," jelas Suryo. Simak pula Fokus ‘Berharap Banyak dari Digitalisasi Administrasi Pajak’. (DDTCNews)
Melalui PER-18/PJ/2021, DJP memberikan penegasan terhadap ketentuan dalam PMK 6/2021. Dalam Pasal 3 ayat (2) ditegaskan PPN yang terutang atas penyerahan pulsa oleh distributor pulsa tingkat kedua dan distributor selanjutnya hanya dipungut sebanyak 1 kali oleh distributor tingkat kedua.
PPN atas penyerahan pulsa ditetapkan terutang pada saat pembayaran atau pada saat deposit diterima oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi, distributor tingkat pertama, dan distributor tingkat kedua.
Bila deposit yang diterima oleh distributor tingkat kedua juga digunakan untuk transaksi selain pulsa sehingga belum dapat diketahui penggunaannya saat penerimaan deposit, PPN terutang pada saat deposit tersebut diketahui untuk transaksi pembayaran pulsa. Simak ‘DJP Terbitkan Aturan Baru Soal Pemungutan PPN Pulsa & Kartu Perdana’. (DDTCNews)
International Tax Analyst Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Melani Dwi Astuti mengatakan ada 6 tantangan yang dihadapi wajib pajak dan otoritas dalam implementasi pemungutan PPN produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Pertama, tantangan tentang data. Kedua, tantangan kurangnya dukungan sistem informasi. Ketiga, tantangan terkait pengkreditan pajak masukan. Keempat, tantangan upaya penegakan hukum. Kelima, tantangan dalam bidang regulasi. Keenam, tantangan tentang kesetaraan dalam berusaha. Simak ‘Kemenkeu Petakan 6 Tantangan Pungut PPN PMSE, Apa Saja?’. (DDTCNews)
Hingga Agustus 2021, tercatat baru ada 42 wajib pajak yang memanfaatkan supertax deduction untuk pelatihan dan vokasi. DJP mencatat saat ini, terdapat 453 kompetensi tertentu yang tercakup dalam insentif supertax deduction pelatihan dan vokasi.
“Namun, baru 50 kompetensi pelatihan dan vokasi yang telah memanfaatkan insentif. Artinya, pemerintah memberikan kepada banyak sektor tetapi banyak yang tidak dimanfaatkan. Ini jadi PR (pemkerjaan rumah) kita apakah salah sasaran atau tidak," kata Kepala Seksi Peraturan PPh Badan II Direktorat Peraturan Perpajakan II DJP Dwi Setyobudi. (DDTCNews/Kontan)
Beberapa fraksi DPR mengusulkan penambahan substansi mengenai denda atas tindak pidana perpajakan oleh korporasi di dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Usulan itu disampaikan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Selama ini, pihak yang menjalani hukuman serta diwajibkan untuk membayar sanksi atau denda adalah orang pribadi atau pejabat yang dianggap bertanggungjawab terhadap proses perpajakan di suatu badan usaha. (Bisnis Indonesia)
Asian Development Bank (ADB) memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh 3,5% pada 2021. Angka ini lebih rendah dari proyeksi ADB yang dirilis April lalu yakni 4,5% dan Juli, 4,1%. Sementara untuk kinerja 2022, ADB memprediksi ekonomi RI bisa tumbuh 4,8%.
Merujuk pada Asian Development Outlook 2021 - Update, ekspor dan belanja pemerintah akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif akan menjadi pendukung. (DDTCNews) (kaw)