Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) sedang menyiapkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur ketentuan antipenghindaran pajak yang bersifat umum yang tidak dibatasi kepada subjek atau objek tertentu (General Anti-Avoidance Rule/GAAR).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan PMK GAAR disusun berdasarkan Pasal 32 ayat (4) Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 yang memberikan kewenangan kepada DJP untuk menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang berdasarkan prinsip substance over form.
"Memang betul kami setiap yurisdiksi memiliki prinsip untuk anti-avoidance rule di antaranya melalui implementasi BEPS dari waktu ke waktu untuk mencegah penghindaran pajak oleh wajib pajak," katanya, Senin (26/6/2023).
Saat ini, lanjut Suryo, PMK terkait dengan GAAR tersebut sedang disusun dan akan disosialisasikan menjelang pengundangannya.
Untuk diketahui, PP 55/2022 memerinci specific anti-avoidance rule (SAAR) yang digunakan oleh DJP sebagai instrumen untuk mencegah penghindaran pajak.
SAAR yang dimaksud antara lain controlled foreign company, pencegahan dan penanganan sengketa transfer pricing, penanganan skema special purpose company, penanganan hybrid mismatch arrangement, hingga benchmarking.
Bila seluruh instrumen SAAR tidak mampu membendung penghindaran pajak oleh wajib pajak, DJP memiliki kewenangan untuk menerapkan prinsip substance over form atau GAAR.
"Dalam hal terdapat praktik penghindaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat dicegah menggunakan mekanisme yang diatur pada ayat (2), dirjen pajak dapat menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan berpedoman pada prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya," bunyi Pasal 32 ayat (4) PP 55/2022.
PP 55/2022 tidak memerinci tata cara penerapan substance over form. Pasal 44 dari PP tersebut hanya memberikan pedoman bahwa prinsip substance over form diimplementasikan dengan memperhatikan batasan kewenangan dan prosedur pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan wajib pajak masuk dalam cakupan penghindaran pajak, pengujian formil dan materiil, penjaminan kualitas, dan perlindungan hak wajib pajak.
Sebagai informasi, klausul GAAR sesungguhnya telah diusulkan oleh pemerintah dalam pembahasan RUU KUP yang saat ini telah diundangkan menjadi UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Melalui GAAR, pemerintah berwenang melakukan koreksi atas transaksi wajib pajak yang bertujuan untuk mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan dari ketentuan perpajakan.
Namun, dalam perkembangannya, pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati untuk tidak memasukkan GAAR dalam UU HPP guna menjaga keberlangsungan usaha dan iklim investasi. (rig)