Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah terus mematangkan kajian mengenai perpanjangan insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional pada 2022.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan salah satu pertimbangan pemerintah melanjutkan insentif pajak yakni kondisi pemulihan yang terjadi di daerah. Karenanya, pemda juga diminta memberikan laporan mengenai kondisi pemulihan ekonomi hingga akhir 2021.
"Pemerintah daerah juga akan memberi laporan kondisi terkininya seperti apa. Sangat banyak sekali petimbangan-pertimbangan untuk kami jadikan kebijakan sebelum kami lepas ke masyarakat," katanya dalam acara dialog Nyibir Fiskal BKF, dikutip Senin (10/1/2022).
Nufransa menjelaskan mengenai proses pengkajian insentif pajak ketika mendapat pertanyaan dari seorang warganet. Warganet itu menanyakan rencana kelanjutan insentif pajak seperti pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pemotongan angsuran PPh Pasal 25, dan keringanan pajak untuk perhotelan, terutama di Bali.
Nufransa menjelaskan kebijakan mengenai insentif pajak sangat kontekstual dan tergantung pada kondisi terkini. Kalau menurut pengamatannya, kondisi perhotelan terus menunjukkan perbaikan, terutama jelang tahun baru 2022.
Meski demikian, pemerintah juga mempertimbangkan berbagai tantangan yang terjadi saat ini, terutama mengenai penyebaran Covid-19 varian Omicron. Jika situasi itu sampai mengganggu pemulihan usaha, masih ada peluang untuk memperpanjang pemberian insentif.bisa jadi itu diperpanjang.
"Kalau memang kondisi sangat parah seperti tahun lalu, bisa jadi diperpanjang," ujarnya.
Nufransa menambahkan skema insentif pajak juga dapat didesain secara lebih spesifik, misalnya berdasarkan sektor usaha atau daerah yang masih membutuhkan stimulus. Namun, lanjutnya, pemerintah juga berharap jumlah wisatawan terus meningkat sehingga tidak perlu lagi memperpanjang pemberian insentif.
Pada 2021, realisasi insentif pajak pada program pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp68,32 triliun atau setara 112,6% dari pagu yang disediakan yakni Rp62,83 triliun. Realisasi itu berasal dari berbagai insentif usaha yang diberikan pemerintah.
Insentif yang diberikan pada tahun lalu meliputi PPh Pasal 21 DTP, PPh final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pembebasan bea masuk, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat, serta PPN atas sewa unit di mal DTP.
Selain itu, ada insentif untuk mendorong konsumsi kelas menengah, yakni pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP untuk kendaraan bermotor (mobil) dan PPN DTP untuk rumah.
Adapun pada tahun ini, pemerintah telah menyiapkan pagu pemulihan ekonomi nasional senilai Rp414 triliun, yang terbagi untuk bidang kesehatan senilai Rp117,9 triliun, perlindungan masyarakat Rp154,8 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp141,4 triliun.
Khusus pada klaster penguatan pemulihan ekonomi, salah satu programnya yakni memberikan insentif perpajakan. Saat ini, satu-satunya insentif pajak yang telah disetujui Presiden Joko Widodo untuk diperpanjang yakni PPN rumah DTP, walaupun besarannya dipangkas 50%. (sap)