Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menilai pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akan meningkatkan penerimaan perpajakan walaupun tidak bisa terjadi secara otomatis.
Suahasil mengatakan optimalisasi penerimaan perpajakan tetap membutuhkan kerja keras. Dengan banyaknya perubahan mengenai peraturan pajak, pegawai Ditjen Pajak (DJP) harus melakukan penyesuaian agar penerapan UU HPP berjalan dengan baik.
"Tentu ini tidak akan terjadi dengan sendirinya. Tentu teman-teman yang ada di Ditjen Pajak, yang punya tugas mengumpulkan penerimaan pajak, harus kerja lebih keras," katanya melalui konferensi video, Kamis (7/10/2021).
Suahasil mengatakan UU HPP menjadi bagian dalam rangkaian reformasi perpajakan. Melalui peraturan tersebut, pemerintah mengharapkan terjadi peningkatan penerimaan negara serta tax ratio.
Menurutnya, implementasi UU HPP akan memperkuat dan memperluas basis perpajakan Indonesia dengan tetap berpihak kepada kelompok tidak mampu. Oleh karena itu, terdapat sejumlah perubahan kebijakan perpajakan yang akan dimulai tahun depan.
Beberapa perubahan ketentuan perpajakan dalam UU HPP di antaranya kenaikan PPN dari saat ini 10% menjadi 11% mulai 1 April. Kemudian, ada perubahan ketentuan dalam pajak penghasilan (PPh) yang berlaku mulai tahun pajak 2022.
Selain itu, DJP juga mengadakan program pengungkapan sukarela wajib pajak pada paruh pertama 2022. Pelaksanaan program ini membutuhkan sejumlah persiapan. Simak pula ‘Pengungkapan Sukarela, Dirjen Pajak: Akses Informasi Sudah Kami Dapat’.
Suahasil menyebut potensi tambahan penerimaan perpajakan dengan implementasi UU HPP akan mencapai Rp130 triliun-Rp140 triliun pada 2022. Penerimaan perpajakan pun diperkirakan mencapai Rp1.649,3 triliun atau setara dengan 109,2% dari target pada UU APBN 2022 senilai Rp1.510,0 triliun.
Dari sisi tax ratio, pemerintah juga memproyeksikan kenaikan secara bertahap dari 8,56% tahun ini menjadi 9,22% pada tahun depan, 9,29% pada 2023, 6,53% pada 2024, dan10,12% pada 2025.
"Kami memang melihat ada potensi [kenaikan penerimaan perpajakan]. Di 2022, kami perkirakan mungkin mencapai hampir Rp140 triliun dan kemudian pada 2023 kenaikan sekitar Rp150 triliun," ujarnya. (kaw)