BERITA PAJAK HARI INI

Tolak Usulan Pajak Mobil Baru 0%, Ini Pernyataan Sri Mulyani

Redaksi DDTCNews
Selasa, 20 Oktober 2020 | 08.00 WIB
Tolak Usulan Pajak Mobil Baru 0%, Ini Pernyataan Sri Mulyani

Ilustrasi. Petugas keamanan berjaga di sekitar unit mobil baru di salah satu kawasan industri otomotif di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jum'at (4/9/2020). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/hp.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak usulan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang terkait dengan pembebasan pajak atas mobil baru. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari, Selasa (20/10/2020).

Adapun usulan Kementerian Perindustrian yang telah disampaikan sebelumnya mencakup pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil baru.

“Kami tidak mempertimbangkan saat ini untuk memberikan pajak mobil baru sebesar 0% seperti yang disampaikan oleh industri maupun dari Kementerian Perindustrian,” tegas Sri Mulyani.

Sebagai informasi, selain kepada menteri keuangan, menteri perindustrian juga menyampaikan usulan pembebasan pajak daerah kepada menteri dalam negeri. Kenaikan pajak daerah atas mobil bekas juga diusulkan. Simak artikel ‘Usulan Menperin: Pajak Mobil Baru Dihapus, Pajak Mobil Bekas Dinaikkan’.

Tidak hanya mengenai penolakan usulan pembebasan pajak mobil baru, beberapa media nasional juga membahas topik kinerja penerimaan pajak hingga akhir September 2020 serta respons otoritas atas mundurnya jadwal pencapaian konsensus global pemajakan ekonomi digital.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Evaluasi Secara Lengkap

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan memberi berbagai dukungan kepada sektor industri secara keseluruhan melalui sejumlah insentif yang sudah ditawarkan sebelumnya, seperti diskon 50% angsuran PPh Pasal 25 dan restitusi PPN dipercepat.

“Setiap insentif yang diberikan, kami akan melakukan evaluasi yang sangat lengkap sehingga jangan sampai kami memberikan insentif di satu sisi, yang kemudian memberikan dampak negatif pada kegiatan ekonomi yang lain,” jelas Sri Mulyani. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

  • Penerimaan Pajak Masih Minus

Realisasi penerimaan pajak hingga akhir September 2020 senilai Rp750,6 triliun atau 62,6% terhadap target APBN 2020 yang sudah diubah dengan Perpres 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun. Realisasi itu sekaligus mencatatkan kontraksi 16,9%, lebih dalam dari posisi akhir bulan sebelumnya minus 15,6%.

“Memang [penerimaan pajak] mengalami tekanan karena bisnis dan pembayar pajak mengalami tekanan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Simak ulasan mengenai kinerja fiskal di sini. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

  • Konsensus Pemajakan Ekonomi Digital

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan konsensus global terkait dengan pemajakan ekonomi digital tetap perlu dicapai untuk menciptakan sistem perpajakan internasional yang berkepastian hukum.

Meski konsensus atas proposal Pilar 1 Unified Approach dan Pilar 2 Global Anti Base Erosion (GloBE) terpaksa ditunda tahun ini, dia menyebut negara anggota Inclusive Framework dan G20 berkomitmen untuk menyepakati proposal pada pertengahan 2021.

Konsensus atas kedua proposal tersebut, sambung Sri Mulyani, tidak hanya berdampak terhadap korporasi digital multinasional, tetapi juga seluruh korporasi multinasional yang selama ini memiliki penghasilan dari yurisdiksi pasar tetapi tidak bisa dipajaki. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Sanksi Administrasi Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut sanksi administrasi pajak dalam UU Cipta Kerja lebih ringan daripada ketentuan yang tertuang dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) saat ini.

Suryo mengatakan skema sanksi administrasi dalam perubahan UU KUP pada klaster UU Cipta Kerja menggunakan acuan suku bunga yang berlaku ditambah dengan persentase tertentu. Hal tersebut membuat besaran sanksi yang harus ditanggung wajib pajak lebih rendah.

“Sanksi [administrasi] perpajakan dalam RUU Cipta Kerja ini lebih rendah daripada sanksi yang ada dalam UU KUP,” ujarnya. Simak artikel ‘Dirjen Pajak: Sanksi Administrasi Jadi Lebih Ringan’. (DDTCNews)

  • Revisi 12 PMK

Pemerintah akan menyusun 2 peraturan pemerintah (PP) dan merevisi lebih kurang sekitar 12 peraturan menteri keuangan (PMK) untuk mendukung pelaksanaan ketentuan perpajakan dalam UU Cipta Kerja.

Dirjen Pajak Suryo Utomo menerangkan dua PP yang hendak disusun antara lain PP yang ditetapkan untuk melaksanakan ketentuan perpajakan dalam UU Cipta Kerja serta PP khusus yang mengatur perlakukan perpajakan atas sovereign wealth fund (SWF).

"Lalu, ada sekitar 12 PMK yang terkait dengan UU PPh, UU PPN, dan UU KUP yang harus diubah untuk melaksanakan ketentuan UU Cipta Kerja ini," ujar Suryo. (DDTCNews/Kontan)

  • Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah mengaku masih membutuhkan waktu untuk menentukan besaran kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok yang berlaku tahun depan.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan pandemi Covid-19 saat ini menyebabkan tekanan berat pada hampir semua sektor usaha, termasuk industri hasil tembakau atau rokok. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan efek besaran kenaikan cukai terhadap kelangsungan usaha.

“Ini menjadi perlu kehati-hatian dan perlu tambahan waktu [untuk membahasnya]," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

  • Pasar Modal

Ditjen Pajak (DJP) mendapatkan penghargaan dalam acara Capital Market Summit and Expo 2020 lantaran turut mendukung kemajuan pasar modal Indonesia, terutama dalam memberikan pelayanan kepada para perusahaan terbuka.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan apresiasi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kerja sama dan kadar pelayanan DJP terkait dengan badan usaha yang akan masuk bursa efek Indonesia. Simak artikel ‘Dukung Pasar Modal Indonesia, DJP Terima Penghargaan dari BEI’. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Franco Hardyan Dewayani Putra
baru saja
Saya juga kurang setuju dengan pengenaan pajak 0% untuk kendaraan baru, mengingat seharusnya pemerintah mengurangi jumlah kendaraan bermotor di jalanan karena menimbulkan eksternalitas negatif yang cukup besar dari polusi yang ditimbulkan