JAKARTA, DDTCNews - Seorang advokat bernama Viktor Santoso Tandiasa mengajukan pengujian materiil terhadap pasal-pasal yang terkait dengan anggaran lembaga yudikatif ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal-pasal dimaksud antara lain Pasal 81A ayat (1) UU 14/1985 s.t.d.t.d UU 3/2009 tentang Mahkamah Agung (MA), Pasal 9 UU 22/2004 s.t.d.d UU 18/2011 tentang Komisi Yudisial (KY), Pasal 9 UU 24/2003 s.t.d.t.d UU 7/2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), dan Pasal 7 ayat (2) huruf b UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pemohon melalui kuasanya mengatakan pasal-pasal tersebut mencerminkan belum adanya kemandirian anggaran pada lembaga yudikatif. Akibatnya, kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang diamanatkan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 belum terwujud.
"Tidak adanya kemandirian anggaran terhadap lembaga yudikatif seperti MA beserta badan-badan peradilan yang ada di bawah kekuasaan MA serta MK tentunya sangat berdampak pada banyak hal," ujar kuasa hukum pemohon Isam Saifudin dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, dikutip pada Sabtu (18/10/2025).
Hingga saat ini, lembaga yudikatif masih memiliki ketergantungan anggaran pada eksekutif. Hal ini memungkinkan terjadinya intervensi dan tekanan terhadap independensi hakim.
Kontrol substansial eksekutif terhadap penyusunan dan pengusulan anggaran bisa digunakan oleh eksekutif untuk menekan lembaga yudikatif.
"Jika eksekutif memiliki kewenangan untuk mengurangi secara sepihak anggaran yang dibutuhkan, hal ini dapat menghambat fungsi peradilan (seperti pengadaan fasilitas, kenaikan gaji hakim, atau pengembangan sistem) dan secara tidak langsung mengancam kemandirian institusional lembaga yang dijamin oleh UUD 1945," tulis pemohon dalam permohonannya.
Ketergantungan yudikatif terhadap persetujuan eksekutif atas anggaran inti menciptakan hubungan check and balance yang timpang antara eksekutif dan yudikatif serta menurunkan derajat kemandirian lembaga yudikatif.
Pada tahapan pelaksanaan anggaran, eksekutif melalui Kementerian Keuangan juga memiliki kewenangan untuk mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran. Kewenangan tersebut selama ini digunakan untuk mengubah substansi alokasi anggaran lembaga yudikatif. Hal ini bertentangan dengan jaminan kekuasaan kemerdekaan kehakiman.
Kewenangan eksekutif untuk mengubah, mengurangi, menunda, atau bahkan membatalkan substansi alokasi anggaran yang telah disetujui saat pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran merupakan bentuk intervensi langsung atas operasional dan program kerja lembaga yudikatif.
Berkaca pada kondisi di atas, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 81 ayat (1) UU MA inkonstitusional secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Dalam penyusunan dan pengajuan usulan mata anggaran tersebut harus dilakukan secara mandiri dan otonom oleh Mahkamah Agung, dan tidak dapat dikurangi atau diubah secara substansial oleh lembaga eksekutif tanpa persetujuan dari Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat.'
Pasal 9 UU KY juga perlu dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Dalam penyusunan dan pengajuan usulan mata anggaran tersebut harus dilakukan secara mandiri dan otonom oleh Komisi Yudisial, dan tidak dapat dikurangi atau diubah secara substansial oleh lembaga eksekutif tanpa persetujuan dari Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan Rakyat.'
Lebih lanjut, Pasal 9 UU MK juga perlu dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Dalam penyusunan dan pengajuan usulan mata anggaran tersebut harus dilakukan secara mandiri dan otonom oleh Mahkamah Konstitusi, dan tidak dapat dikurangi atau diubah secara substansial oleh lembaga eksekutif tanpa persetujuan dari Mahkamah Konstitusi dan Dewan Perwakilan Rakyat.'
Terakhir, kewenangan Kemenkeu untuk mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b UU Perbendaharaan Negara juga diminta untuk dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran bagi lembaga yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial), hanya terbatas pada verifikasi kepatuhan administratif dan akuntabilitas formal, dan tidak digunakan untuk mengubah, mengurangi, menunda, atau membatalkan substansi alokasi anggaran yang diajukan oleh lembaga yudikatif dalam pelaksanaan fungsi peradilan yang merdeka.' (dik)