JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) menilai penunjukan penyelenggara marketplace untuk memungut PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam PMK 37/2025 berpotensi mengerek harga barang yang dijual di marketplace.
Wakil Ketua Umum idEA Budi Primawan mengatakan harga barang berpotensi mengalami kenaikan karena pedagang online dalam negeri bisa menafsirkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menambah biaya usaha.
"Kita enggak tahu ya seller akan menambah [harga] atau tidak, tapi bisa jadi, karena ada alasan, yaitu pengenaan pajak seperti ini jadi mereka [seller] tambah biayanya," katanya dalam Webinar Era Baru Pemajakan atas e-Commerce, Selasa (29/7/2025).
Meski seharusnya pungutan PPh tidak menambah harga barang karena dikenakan pada penghasilan pedagang, lanjut Budi, dalam praktik jual beli dagangan online justru yang terjadi ialah seller tidak segan menaikkan harga barang.
Dia menerangkan pedagang online yang berjualan di marketplace secara psikologis akan menaikkan harga barang ketika berpikir akan menghadapi sistem baru, di mana marketplace akan memotong dan memungut PPh Pasal 22 dari penghasilannya.
"Belum lagi ada added fee yang harus diambil marketplace dalam mengisi kekosongan dari funding yang ada. Jadi, makin banyak yang dipotong oleh marketplace itu. Lalu, bisa saja dia [seller] malah menaikkan harga jualnya karena sekadar akan ada pemotongan pajak," tuturnya.
Sementara itu, Fungsional Penyuluh Direktorat P2 Humas DJP Timon Pieter mengatakan pemotongan dan pemungutan PPh secara teoretis tidak menambah harga barang. Sebab, PPh dikenakan atas penghasilan pedagang online, bukan seperti PPN yang notabene pajak atas konsumsi.
Meski begitu, dia memaklumi jika penyelenggara marketplace membutuhkan biaya tambahan untuk mempersiapkan diri, seperti pengadaan infrastruktur teknologi, untuk menyesuaikan sistem pelaporan dan pemungutan pajak sebelum ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.
"Kami tak memungkiri kalau dari sisi marketplace misalnya tadi ada biaya persiapan dan sebagainya. Nanti seperti apa mekanismenya. Namun, secara teori perpajakan, PPh itu tidak menambah harga barangnya," tutur Timon.
Di tempat yang sama, Akademisi Departemen Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia Ning Rahayu menilai tak menutup kemungkinan merchant menganggap pemungutan dan pemotongan pajak oleh marketplace tersebut sebagai beban baru.
"Mungkin ini yang perlu diluruskan oleh DJP. Berikan sosialisasi yang masif. Karena di lapangan, beberapa hasil wawancara dengan seller, mereka menganggap ini beban baru, pajak baru, sehingga mereka bilang mau enggak mau akan naikkan harga barang," ujarnya. (rig)