Ilustrasi. |
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat adanya peningkatan nilai pemanfaatan dan jumlah wajib pajak yang memanfaatkan 3 skema insentif pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (10/7/2025).
Ketiga insentif ini meliputi supertax deduction vokasi, supertax deduction penelitian dan pengembangan (litbang), serta investment allowance. Ketiga insentif tersebut diperkenalkan bersamaan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) 45/2019.
"Data diperoleh dari Direktorat Data dan Informasi Perpajakan berdasarkan permintaan data sesuai dengan daftar wajib pajak yang berhak memanfaatkan," tulis DJP dalam Laporan Keuangan DJP 2024.
Secara terperinci, jumlah wajib pajak yang memanfaatkan investment allowance naik dari 1 wajib pajak pada 2022 menjadi 2 wajib pajak pada 2023. Nilai pemanfaatan investment allowance juga naik dari Rp8,38 miliar menjadi Rp11,66 miliar.
Dengan investment allowance, wajib pajak berhak mendapatkan pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari jumlah penanaman modal untuk kegiatan usaha utamanya. Pengurangan tersebut dibebankan sebesar 10% per tahun selama 6 tahun pajak sejak tahun saat mulai berproduksi komersial.
Nilai pemanfaatan investment allowance dalam Laporan Keuangan DJP 2024 dihitung dengan cara mengalikan tarif PPh badan sebesar 22% dengan nilai pengurangan penghasilan neto dalam SPT Tahunan yang disampaikan oleh wajib pajak.
Selanjutnya, jumlah wajib pajak yang memanfaatkan supertax deduction vokasi naik dari 18 wajib pajak pada 2022 menjadi 31 wajib pajak pada 2023. Nilai pemanfaatan insentif juga naik dari Rp3,52 miliar menjadi Rp11,43 miliar.
Dengan supertax deduction vokasi, wajib pajak mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan bruto sebesar maksimal 200% dari biaya untuk penyelenggaraan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran.
Nilai pemanfaatan supertax deduction vokasi diperoleh dengan cara mengalikan tarif PPh badan sebesar 22% dengan tambahan pengurangan penghasilan bruto dalam laporan realisasi yang disampaikan wajib pajak.
Terakhir, jumlah wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas supertax deduction litbang naik dari 1 wajib pajak pada 2022 menjadi 2 wajib pajak pada 2023. Nilai pemanfaatan supertax deduction litbang juga naik dari Rp599,27 juta jadi Rp7,65 miliar.
Dengan supertax deduction litbang, wajib pajak memperoleh pengurangan penghasilan bruto maksimal sebesar 300% dari biaya litbang tertentu di Indonesia.
Nilai pemanfaatan supertax deduction litbang diperoleh dengan cara mengalikan tarif PPh badan sebesar 22% dengan tambahan pengurangan penghasilan bruto dalam laporan realisasi yang disampaikan wajib pajak.
"Nilai pemanfaatan fasilitas PPh badan untuk tahun pajak 2024 belum dapat disajikan karena nilai pemanfaatan baru dapat diketahui pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh Badan 2024 yang jatuh temponya apabila tidak ada pengajuan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan adalah pada 30 April 2025 serta diperlukan waktu untuk melakukan penelitian dan pengolahan data," tulis DJP dalam laporannya.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai nilai ketetapan pajak yang disengketakan pada 2024. Kemudian, ada pembahasan tentang pendaftaran ujian sertifikasi konsultan pajak (USKP) yang kembali dibuka, serta progres negosiasi bea masuk resiprokal dengan Amerika Serikat (AS).
Ditjen Pajak (DJP) dalam laporan keuangannya mencatat hingga akhir 2024 tercatat ada 8.778 ketetapan pajak yang belum diakui sebagai piutang pajak karena masih berlangsungnya proses keberatan. Nilai ketetapan ini mencapai Rp26,1 triliun ditambah ketetapan pajak dengan mata utang dolar AS senilai US$240,86 juta.
Lebih lanjut, terdapat 11.541 ketetapan pajak yang belum diakui sebagai piutang oleh karena masih berlangsungnya proses banding. Nilai ketetapan dalam 11.541 ketetapan pajak yang diajukan banding oleh wajib pajak tersebut mencapai Rp65 triliun dan US$541,91 juta.
Bila dijumlahkan, total ketetapan pajak yang hingga akhir 2024 belum diakui sebagai piutang karena masih berada dalam proses upaya hukum keberatan dan banding mencapai Rp91,1 triliun dan US$782,78 juta. Jika ketetapan pajak berdenominasi dolar AS dikonversi ke rupiah berdasarkan nilai tukar saat ini, nilai ketetapan pajak dimaksud mencapai Rp12,72 triliun. (DDTCNews)
DJP mengingatkan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) akan dilakukan melalui coretax system mulai tahun depan.
Untuk melakukan pelaporan SPT lewat coretax, DJP menekankan bahwa setiap wajib pajak harus mengaktivasi akun coretax. Setelah itu, wajib pajak perlu membuat kode otorisasi atau sertifikat digital (KO/SD) untuk menandatangani SPT Tahunan.
"Setelah melakukan aktivasi akun wajib pajak di Coretax DJP, kamu perlu membuat kode otorisasi/sertifikat digital (KO/SD) untuk bisa menandatangani SPT," tulis DJP di media sosial. (DDTCNews)
Komite Pelaksana Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak (KP3SKP) akan menyelenggarakan USKP periode II/2025 dan USKP periode III/2025 pada Agustus dan Oktober 2025.
Kepala KP3SKP Suyuti mengatakan USKP pada kedua periode tersebut dikhususkan untuk peserta USKP baru tingkat A dan B. Tanggal pasti dari penyelenggaraan USKP pada kedua periode masih akan ditetapkan kemudian.
"Mengapa ada 2 periode? Harapannya peserta akan bisa memilih dan menyesuaikan waktunya yang paling tepat ujiannya kapan. Periode II/2025 dan III/2025 pendaftarannya akan sekaligus dalam 1 waktu," ujar Suyuti. (DDTCNews)
Pembuatan faktur pajak atas penyerahan barang bawaan kepada turis asing kini dilakukan melalui modul e-faktur seperti faktur pajak lainnya. Dalam aturan sebelumnya, pembuatan faktur pajak tersebut dilakukan melalui e-Faktur VAT Refund for Tourist.
Perubahan ketentuan saluran pembuatan faktur pajak tersebut diatur melalui Pasal 26B PMK 81/2024. DJP juga telah memerinci ketentuan pembuatan faktur pajak atas penyerahan barang bawaan kepada turis asing melalui Peraturan Dirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025.
"Pengusaha kena pajak [PKP] toko retail wajib membuat e-faktur…atas penyerahan barang kena pajak (BKP) kepada turis asing yang memberitahukan dan menunjukkan paspor luar negeri kepada PKP toko retail," bunyi Pasal 47 ayat (2) PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal alias Satgas BKC Ilegal.
Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menyebut salah satu tujuan membentuk satgas ialah untuk menekan peredaran rokok ilegal. Dia meyakini langkah ini akan mengoptimalkan penerimaan negara dan menciptakan iklim usaha yang sehat.
"Satgas ini adalah bentuk nyata komitmen pemerintah dalam menekan peredaran rokok ilegal secara berkelanjutan," katanya. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan)
Pemerintah berpandangan Indonesia masih memiliki waktu untuk menegosiasikan bea masuk resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan AS baru akan mengenakan bea masuk resiprokal sebesar 32% atas barang Indonesia mulai 1 Agustus 2025. Dengan demikian, ruang negosiasi masih terbuka lebar.
"Dari surat tersebut [surat Trump] kami melihat masih tersedia ruang untuk merespons," ujar Haryo. (DDTCNews, Media Indonesia, Antara)