BERITA PAJAK HARI INI

Tax Ratio 2025 Diproyeksi Hanya 10,03%

Redaksi DDTCNews
Senin, 07 Juli 2025 | 07.30 WIB
Tax Ratio 2025 Diproyeksi Hanya 10,03%

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memproyeksikan rasio perpajakan (tax ratio) pada 2025 hanya akan mencapai 10,03%. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (7/7/2025).

Proyeksi tax ratio 2025 tersebut lebih rendah dari target awal yang sebesar 10,24%. Penurunan proyeksi tax ratio ini sejalan dengan outlook penerimaan perpajakan 2025 yang tidak mencapai target atau shortfall.

"Pak Dirjen Pajak baru [Bimo Wijayanto] sedang fokus untuk melihat dengan tetap mencoba memitigasi penerimaan pajak agar tidak terlalu jauh dari target APBN," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR.

Outlook penerimaan perpajakan 2025 hanya akan senilai Rp2.387,3 triliun atau 95,8% dari target Rp2.490,9 triliun. Dari angka tersebut, outlook penerimaan pajak sepanjang tahun ini senilai Rp2.076,9 triliun atau 94,9% dari target Rp2.189,3 triliun.

Adapun untuk kepabeanan dan cukai, outlook penerimaannya mencapai Rp310,4 triliun atau 102,9% dari target Rp301,6 triliun.

Harian Kontan turut menyajikan ulasan mengenai outlook penurunan tax ratio pada 2025. Dengan outlook tax ratio sebesar 10,03%, Indonesia akan mencatat tren penurunan tax ratio selama 3 tahun berturut-turut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Rosmauli mengatakan penurunan tipis outlook tax ratio pada 2025 menjadi 10,03% mencerminkan dinamika yang kompleks, termasuk proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi, sementara penerimaan perpajakan diperkirakan tumbuh.

Dia menjelaskan fokus pemerintah saat ini adalah memastikan keberlanjutan konsolidasi fiskal sekaligus menjaga daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi. Dalam konteks ini, pemerintah tetap berkomitmen meningkatkan tax ratio secara bertahap dan berkelanjutan.

Meski tax ratio 2025 lebih rendah, penerimaan pajak secara nominal diperkirakan akan tetap tumbuh.

"Dan kami optimistis bahwa dengan reformasi yang konsisten, tax ratio Indonesia dapat meningkat secara berkelanjutan dalam jangka menengah," ujarnya.

DJP menyatakan terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan tax ratio. Pertama, perluasan basis pajak melalui optimalisasi penggunaan data dan pemanfaatan teknologi informasi sejalan dengan penerapan coretax system.

Kedua, peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak melalui edukasi, layanan yang makin mudah diakses, dan pendekatan berbasis kemitraan. Ketiga, penegakan hukum yang adil dan terukur agar tercipta kesetaraan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.

Keempat, koordinasi intensif dengan instansi lain, baik dalam pertukaran data maupun pengawasan bersama.

Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai penerbitan penerbitan perpres baru soal pajak transaksi digital luar negeri. Kemudian, ada pembahasan tentang PER-7/PJ/2025 yang memerinci kriteria dan ketentuan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta insentif pajak untuk menjaga daya saing di tengah konflik global.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Perpres Baru soal Pajak Transaksi Digital Luar Negeri Dirilis

Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Perpres 68/2025 yang khusus memerintahkan adanya pengembangan sistem pemungutan pajak atas transaksi digital luar negeri (SPP-TDLN).

Merujuk pada bagian pertimbangan dari Perpres 68/2025, pemerintah menilai masih terdapat potensi perpajakan atas transaksi digital luar negeri yang belum bisa diidentifikasi sehingga belum dipungut pajak secara optimal. Untuk itu, diperlukan penyiapan sistem dan penyelenggaraan pemungutan pajak atas transaksi digital luar negeri.

"SPP-TDLN dimaksudkan sebagai sistem nasional untuk meningkatkan kinerja penerimaan pajak atas transaksi digital luar negeri secara efisien, efektif, dan akuntabel dengan memperhatikan kompleksitas transaksi yang membutuhkan sistem pemungutan yang bersifat khusus," bunyi Pasal 2 ayat (1) Perpres 68/2025. (DDTCNews)

Perlu Surat Pernyataan agar Merchant Tak Kena Potong PPh Marketplace

DJP sudah menyiapkan mekanisme agar wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet tak lebih dari Rp500 juta tidak terkena pungutan PPh Pasal 22 oleh penyedia marketplace.

Bila pemerintah resmi menunjuk penyedia marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22, wajib pajak orang pribadi UMKM bisa dibebaskan dari pemungutan dengan menyampaikan surat pernyataan kepada penyedia marketplace.

"Ketika dia sudah menghitung yang online dan offline ternyata lebih atau kurang dari Rp500 juta, dia membuat surat pernyataan. Ini menjadi dasar bagi marketplace untuk memotong atau tidak," kata Rosmauli. (DDTCNews)

PER-7/PJ/2025 Perinci Kriteria dan Ketentuan Penghapusan NPWP

Melalui Perdirjen Pajak No. PER-7/PJ/2025, DJP memerinci ketentuan penghapusan NPWP.

Berbeda dengan wajib pajak nonaktif, penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari administrasi DJP. Penghapusan NPWP bisa dilakukan terhadap wajib pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif.

"Kepala kantor pelayanan pajak dapat melakukan penghapusan NPWP atas wajib pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan," bunyi Pasal 44 ayat (1) PER-7/PJ/2025. (DDTCNews)

Insentif Pajak Diyakini Mampu Jaga Daya Saing RI

Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza meyakini daya saing investasi Indonesia tetap terjaga seiring dengan berbagai insentif pajak yang telah ditawarkan pemerintah.

Faisol mengatakan dinamika geopolitik global menjadi salah satu tantangan dalam menjaga iklim investasi tetap atraktif. Meski demikian, pemberian insentif pajak dapat menjadi pemanis agar investor tetap berdatangan untuk menanamkan modal di Indonesia.

"Pemerintah menghadirkan berbagai paket insentif yang komprehensif," katanya. (DDTCNews)

PER-8/PJ/2025 cabut 3 Perdirjen Terkait Penyusutan Harta Berwujud

DJP mencabut 3 peraturan teknis terkait dengan penyusutan harta berwujud melalui Perdirjen Pajak No. PER-8/PJ/2025.

Ketiga peraturan yang dicabut meliputi Perdirjen Pajak No. PER-21/PJ/2012, Perdirjen Pajak No. PER-20/PJ/2014, dan Perdirjen Pajak No.PER-10/PJ/2014. Pencabutan ini terlihat dari Pasal 147 angka 9, angka 11, dan angka 12 PER-8/PJ/2025.

PER-8/PJ/2025 berlaku mulai 21 Mei 2025. Dengan demikian, terhitung mulai 21 Mei 2025 ketiga perdirjen tersebut secara resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (DDTCNews)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.