Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 turut mengatur penambahan jumlah lampiran SPT Tahunan wajib pajak badan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (5/6/2025).
Merujuk pada Pasal 85 ayat (1) huruf b PER-11/PJ/2025, terdapat 22 jenis lampiran SPT Tahunan yang berpotensi harus diisi apabila wajib pajak badan memenuhi kriteria untuk mengisi lampiran dimaksud.
"SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1): dibuat sesuai dengan contoh format; dan diisi sesuai petunjuk pengisian…," bunyi Pasal 85 ayat (2) PER-11/PJ/2025.
Lampiran-lampiran dimaksud terdiri atas:
Lampiran SPT Tahunan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari induk SPT Tahunan. Terdapat lampiran yang memang wajib disampaikan oleh semua wajib pajak badan, tetapi ada pula lampiran yang hanya wajib disampaikan jika memenuhi kriteria tertentu.
Contoh lampiran yang wajib diisi oleh wajib pajak badan adalah Lampiran 1A hingga Lampiran 1L. Wajib pajak badan perlu memilih sesuai dengan sektornya masing-masing.
"Setiap wajib pajak badan wajib mengisi salah satu formulir lampiran rekonsiliasi laporan keuangan sesuai dengan jenis sektor usaha masing-masing," bunyi Lampiran H PER-11/PJ/2025.
Melalui Lampiran 1A hingga 1L, wajib pajak badan bakal diminta untuk melaporkan laporan laba rugi dan neraca, penghasilan yang dikenai PPh final, penghasilan yang bukan objek pajak, penyesuaian fiskal positif dan negatif, serta penghasilan neto fiskal sebelum fasilitas pajak.
PER-11/PJ/2025 telah ditetapkan pada 22 Mei 2025 dan dinyatakan langsung berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Selain soal penambahan jumlah lampiran SPT Tahunan wajib pajak badan, ada pula ulasan mengenai kewajiban pengusaha kena pajak (PKP) untuk tetap melaporkan faktur pajak yang pajak masukannya tidak dikreditkan ke dalam SPT Masa PPN. Selain itu, terdapat pembahasan tentang permohonan persetujuan penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap melalui coretax administration system, progres aksesi Indonesia di OECD, serta proyeksi Kementerian Keuangan soal dampak pemberian stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun pada Juni-Juli 2025.
Ditjen Pajak (DJP) mewajibkan PKP untuk tetap melaporkan faktur pajak yang pajak masukannya tidak dikreditkan ke dalam SPT Masa PPN.
Dalam hal faktur pajak memuat pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi PKP memilih untuk tidak mengkreditkan pajak masukan tersebut, PKP harus melaporkannya dalam Formulir B3 - Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas.
Merujuk pada Lampiran E PER-11/PJ/2025, formulir B3 sesungguhnya adalah formulir yang digunakan untuk melaporkan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan atau mendapatkan fasilitas. Formulir B3 pada SPT Masa PPN juga digunakan untuk melaporkan nota retur/pembatalan atas retur BKP atau pembatalan JKP yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapatkan fasilitas. (DDTCNews)
Permohonan persetujuan penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan kini diajukan via coretax system. Hal ini telah diatur dalam Pasal 60 ayat (1) PER-8/PJ/2025.
Apabila ditelusuri, permohonan tersebut bisa diajukan melalui modul Layanan Wajib Pajak, menu Layanan Administrasi, dan submenu Buat Permohonan Layanan Administrasi. Adapun permohonan tersebut memiliki kode kategori sublayanan AS.10-01.
Sesuai dengan ketentuan, perusahaan dapat melakukan revaluasi aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. Revaluasi aktiva tetap bisa dilakukan sepanjang perusahaan telah memenuhi semua kewajiban pajak sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya. (DDTCNews)
PER-8/PJ/2025 menyatakan wajib pajak dapat melakukan perubahan bahasa dan satuan mata uang dalam pembukuan atau pencatatan melalui portal wajib pajak pada coretax system.
Berdasarkan PER-8/PJ/2025, terdapat 2 pilihan perubahan pembukuan bagi wajib pajak. Pertama, mengubah pembukuan menjadi bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
Kedua, mengubah pembukuan menjadi bahasa Indonesia dan satuan mata uang rupiah dengan mengajukan permohonan pencabutan nomor administrasi pemberitahuan yang telah diperoleh sebelumnya secara tertulis kepada DJP. (DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto secara resmi menyerahkan dokumen initial memorandum yang merupakan bagian dari proses aksesi Indonesia kepada OECD.
Dokumen ini diserahkan langsung kepada Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann pada 3 Juni 2025 di sela-sela rangkaian Pertemuan Tingkat Menteri OECD 2025 di Paris, Prancis. Proses aksesi turut menegaskan komitmen Indonesia dalam menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kelola global yang inklusif dan berbasis aturan.
"Momen ini tentu menjadi penting karena Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang memasukkan aksesi dan juga menyelesaikan inisial memorandum," ujar Airlangga. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan memperkirakan pemberian stimulus senilai Rp24,44 triliun pada Juni-Juli 2025 bakal berdampak positif terhadap kinerja perekonomian tahun ini.
"Khususnya untuk kuartal II/2024, kita ingin mempertahankan momentumnya. Kita harus bisa, walaupun IMF bilang kita akan ada di [pertumbuhan ekonomi] 4,7%, kita akan terus usahakan ini menuju ke sekitar 5%," kata Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Kacaribu.
Pemberian stimulus juga diharapkan mampu menyelamatkan sekitar 700.000 orang dari kemiskinan, serta mencegah 300.000 orang menjadi pengangguran. (DDTCNews)
PMK 34/2025 mengatur barang impor yang tidak tergolong barang pribadi penumpang atau barang pribadi awak sarana pengangkut dikenakan tarif bea masuk sebesar 10%.
Plh Kasubdit Impor Direktorat Teknis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Chairul Anwar mengatakan penerbitan PMK 34/2025 bertujuan memberikan kepastian penghitungan bea masuk. Sebab pada aturan sebelumnya, penghitungan didasarkan pada bea masuk yang berlaku umum (most favored nation/MFN).
"Ini pas tarifnya 10%, kalau MFN mesti cari dulu berapa ya bea masuknya," ujarnya. (DDTCNews, Kompas, Kontan)