LAPORAN FOKUS

Mendengar Harapan Publik untuk Dirjen Pajak yang Baru

Dian Kurniati
Selasa, 27 Mei 2025 | 08.51 WIB
Mendengar Harapan Publik untuk Dirjen Pajak yang Baru

Ilustrasi.

TANTRY Anggrita masih ingat betul kepanikan yang dirasakannya ketika coretax administration system eror saat hendak membuat faktur pajak. Layar laptop hanya menampilkan halaman login yang tak kunjung merespons, sementara faktur pajak sudah ditunggu oleh klien.

Kendala dalam penggunaan coretax system tersebut pada akhirnya kerap menyebabkan ia terlambat membuat faktur pajak.

"Erornya tidak cuma 1 atau 2 jam, tetapi bisa seharian. Padahal kami butuhnya harus cepat," katanya.

Bersama 2 orang temannya, Tantry mengembangkan Y Management, sebuah agensi yang melayani jasa seperti pemasaran digital, social media management, serta talent and community organizer. Dengan berbagai jasa yang ditawarkan, maka wajar saja jika perusahaannya harus membuat banyak faktur pajak dan bukti potong pajak saban hari.

Sejak awal mendirikan Y Management pada 2018, Tantry telah menyadari kompleksitas pajak dalam kegiatan usahanya. Oleh karena itu, dia juga menunjuk konsultan untuk membantu melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak.

Meski demikian, tetap ada kewajiban pajak yang harus ditangani sendiri seperti pembuatan faktur pajak dan bukti potong pajak. Kendala dalam sistem pun diakui sempat menyebabkan beberapa transaksi terpaksa molor dari rencana.

Dia menilai kendala dalam sistem pajak perlu segera ditangani agar tidak menimbulkan kebingungan bagi wajib pajak. Terlebih, ketika Ditjen Pajak (DJP) kini memiliki memimpin baru, yakni Bimo Wijayanto sebagai dirjen pajak.

Sebagai seorang wajib pajak, Tantry berharap pergantian pemimpin di DJP dapat memacu perbaikan pada coretax system. Menurutnya, wajib pajak akan lebih patuh jika otoritas menyediakan sistem yang lebih mudah diakses.

"Tolonglah, kami jangan dipersulit untuk patuh pajak," ujarnya.

Kendala dalam mengakses coretax system juga dialami Ahmad, seorang konsultan pajak yang kantornya berbasis di Surabaya, Jawa Timur. Menurutnya, masa transisi yang terlalu pendek menyebabkan semua pihak kewalahan dalam menerapkan coretax system, baik wajib pajak maupun petugas pajak.

Terbatasnya penjelasan dari otoritas juga memaksa perusahaan tempat Ahmad bekerja berupaya menyelesaikan kendala coretax system secara mandiri. Sebuah tim khusus pun dibentuk untuk mengurai masalah coretax system ini.

"Supaya yang lain tetap bisa menyelesaikan pekerjaan yang sudah ada," ujarnya.

Selain soal coretax system, dia menilai dirjen pajak yang baru juga perlu meningkatkan kepastian hukum melalui perbaikan kualitas pemeriksaan. Sebab, kualitas pemeriksaan yang belum optimal hanya akan menyebabkan sengketa pajak terus meningkat.

Selain itu, biaya kepatuhan bagi wajib pajak dan biaya administrasi bagi otoritas pajak juga terus bertambah.

"Yang begini tidak bagus untuk kepastian hukum. Wajib pajak akhirnya baru akan mendapatkan kepastian ketika dia ke pengadilan, sedangkan proses dari pemeriksaan ke pengadilan lama sekali," katanya.

Dia memahami pemeriksaan pajak menjadi langkah baik untuk menguji kepatuhan pajak dan meningkatkan penerimaan negara. Namun, kualitas pemeriksaan yang belum optimal justru dapat menimbulkan sengketa pajak serta menurunkan kepercayaan terhadap otoritas.

"Cari cara supaya penerimaan negara tetap bisa optimum, tetapi sengketa pajaknya minimum," ucapnya.

Menurutnya, perbaikan kualitas pemeriksaan erat berkaitan dengan kapasitas SDM pada otoritas pajak. Meski demikian, dirjen pajak juga dapat membuat mekanisme agar para fiskus menjaga kualitas pemeriksaannya.

Terhadap fiskus yang kualitas pemeriksaannya dipertanyakan, misal dengan indikator hasil ketetapannya diajukan banding ke Pengadilan Pajak dan kalah, ia mengusulkan adanya skema punishment yang terkait dengan tunjangan atau penghasilan. Alasannya, capaian target penerimaan per kantor juga menjadi pertimbangan dalam penetapan tunjangan kinerja (remunerasi) pegawai DJP.

"Mestinya harus diberikan punishment melalui penyesuaian penghasilannya supaya dia bisa memastikan kualitas pemeriksaannya betul-betul bagus," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny memiliki kegelisahan soal edukasi pajak yang belum menyentuh mayoritas pelaku UMKM.

Dia menilai masih banyak pelaku UMKM yang tidak mengetahui hak dan kewajiban pajaknya. Pelaku UMKM juga masih takut-takut jika membicarakan pajak.

Menurutnya, DJP perlu menerapkan pendekatan khusus dalam meningkatkan kepatuhan pajak dari kalangan UMKM. Sebab, kepatuhan pajak hanya akan tumbuh jika UMKM telah memahami hak dan kewajiban pajak beserta manfaatnya bagi masyarakat.

"Kalau diberi pemahaman, saya yakin UMKM akan mau bayar pajak," katanya.

Hermawati mengisahkan pernah bertemu seorang penjual getuk di Surakarta, Jawa Tengah, yang bersemangat ingin membayar pajak walaupun omzetnya termasuk tidak kena pajak. Dari cerita tersebut, dia meyakini akan banyak pelaku UMKM yang bersedia menyisihkan penghasilannya untuk membayar pajak jika diberi pemahaman yang baik.

Ketika pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, Akumandiri sempat bekerja sama dengan DJP untuk melaksanakan sosialisasi pajak kepada UMKM. Sayangnya, sosialisasi yang dilaksanakan secara virtual ini tidak berlanjut.

Kini ketika pandemi sudah berakhir, DJP perlu kembali menggencarkan sosialisasi pajak agar menjangkau lebih banyak UMKM. Dengan memanfaatkan unit vertikal yang tersebar ke berbagai wilayah, DJP dapat berkomunikasi dengan UMKM menggunakan bahasa yang halus dan sederhana.

"Terutama yang di daerah, petugas pajak bisa ngobrol dengan bahasa yang sederhana. Jangan langsung ditanya omzet, nanti mereka takut," ucapnya.

Apabila UMKM sudah berniat patuh, otoritas pun diharapkan bisa memberikan kemudahan dalam membayar dan melapor pajak. Alasannya, metode pelaporan pajak secara online yang ada saat ini dinilai masih rumit karena memiliki banyak kolom dan lampiran.

Hermawati menyebut masih banyak UMKM harus mendatangi kantor pajak untuk meminta bantuan dalam membayar dan melaporkan pajaknya. Ke depan, pembayaran pajak diharapkan bisa semudah saat membayar tagihan listrik. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.