JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menetapkan tarif denda administratif bagi pelanggaran kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan di kawasan hutan untuk komoditas strategis.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah berkomitmen untuk menindak pelanggar kaidah pertambangan, terutama bila aktivitas tersebut merugikan masyarakat.
"Saya yakinkan sekali lagi, untuk di pertambangan kalau ada yang menjalankan tidak sesuai dengan aturan dan standar pertambangan, saya tidak segan-segan untuk mencabut," katanya, dikutip pada Jumat (12/12/2025).
Bahlil telah menetapkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah, dan Batu Bara. Ketetapan ini merupakan tindak lanjut dari Pasal 43A PP 45/2025 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Kebijakan tersebut juga menjadi bagian dari upaya dalam menertibkan kawasan hutan dari aktivitas tambang ilegal atau tambang berizin yang menyimpang.
Perhitungan penetapan denda didasarkan pada hasil kesepakatan Rapat Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk kegiatan usaha pertambangan. Penetapan tarif denda ini merupakan instrumen penegakan hukum untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pemanfaatan SDA, sekaligus menanggulangi kerugian negara dan dampak lingkungan.
Besaran tarif denda administratif ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan dengan sanksi administrasi tertinggi dikenakan untuk pelanggaran pertambangan nikel, yaitu mencapai Rp6,5 miliar per hektare. Sementara itu, komoditas bauksit dikenakan denda senilai Rp1,7 miliar per hektare, komoditas timah Rp1,2 miliar per hektare, dan batu bara Rp354 juta per hektare.
Denda administratif ini akan ditagih oleh Satgas PKH dan dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada sektor energi dan sumber daya mineral.
"Dengan aturan baru ini, pemerintah berharap dapat memperkuat penegakan hukum di kawasan hutan sekaligus mencegah kerusakan lingkungan akibat praktik pertambangan yang melanggar ketentuan," bunyi keterangan Kementerian ESDM. (dik)
