STRATEGIC DIALOGUES - DDTC FRA

Pajak Minimum Global Berlaku, DDTC Dorong PMN Fokus Capacity Building

Muhamad Wildan
Kamis, 15 Mei 2025 | 18.16 WIB
Pajak Minimum Global Berlaku, DDTC Dorong PMN Fokus Capacity Building

Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B.Bawono Kristiaji tengah memberikan paparan dalam diskusi bertajuk DDTC Strategic Tax Dialogue: Overview of GMT and What to Do About It pada hari ini, Kamis (15/5/2025).

JAKARTA, DDTCNews - DDTC kembali menyelenggarakan diskusi bertajuk DDTC Strategic Tax Dialogue: Overview of GMT and What to Do About It pada hari ini, Kamis (15/5/2025). Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan dari sejumlah perusahaan multinasional (PMN) di Indonesia.

Dalam acara tersebut, diketahui sebagian besar PMN di Indonesia masih belum memiliki pemahaman yang mumpuni atas pajak minimum global. Tak hanya itu, mayoritas juga belum melakukan asesmen atas dampak pajak minimum global.

Perwakilan dari PMN pun mengungkapkan kekhawatiran atas aspek administrasi dari penerapan pajak minimum global serta beban top-up tax yang berpotensi timbul.

"Dari survei tampak PMN masih dihadapkan oleh ketidakpastian, pemahaman juga masih belum sepenuhnya clear karena memang nature aturannya juga rumit dan sosialisasi juga masih terbatas," kata Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B.Bawono Kristiaji.

Menurut Bawono, pajak minimum global merupakan bagian dari proyek reformasi sistem perpajakan internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, yurisdiksi-yurisdiksi berupaya untuk mereformasi sistem perpajakan internasional guna merespons digitalisasi dan meningkatnya kompleksitas transaksi lintas yurisdiksi.

Pada 2024, yurisdiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework sepakat untuk mengimplementasikan pajak minimum global pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) sebagai common approach.

Mengingat pajak minimum global disepakati sebagai common approach, yurisdiksi tidak wajib untuk mengimplementasikan pajak minimum global. Namun, yurisdiksi harus menghormati penerapan pajak minimum global oleh yurisdiksi lain.

Dengan skema common approach tersebut, Indonesia mau tidak mau turut mengadopsi pajak minimum global melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 136/2024.

PMK 136/2024 merupakan hasil adopsi GloBE model rules yang dikembangkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan disepakati oleh yurisdiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework.

Ketentuan dalam PMK 136/2024 tergolong rumit dan dipenuhi dengan jargon-jargon asing yang tidak banyak digunakan dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Beberapa frasa bahkan tak diterjemahkan karena tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

"Kalau kita lihat banyak konsep yang merujuk ke konsep di Uni Eropa karena penyusunnya dari OECD, banyak yang tidak kontekstual dengan Indonesia," ujar Bawono.

Berkaca pada kompleksitas ini, DDTC sebagai institusi perpajakan berbasis riset dan pengetahuan, mendorong PMN untuk fokus meningkatkan capacity building.

Peningkatan capacity building dinilai menjadi aspek krusial dari penerapan suatu aturan, termasuk pajak minimum global. Tanpa capacity building dan pemahaman yang mencukupi, regulasi tidak akan bisa diimplementasikan secara efektif.

Guna meningkatkan kapasitas wajib pajak, Bawono mendorong PMN untuk mulai menyimulasikan penghitungan dan pengadministrasian pajak minimum global dengan menggunakan data dan informasi keuangan tahun pajak 2024.

Hasil simulasi berdasarkan data tahun pajak 2024 bisa digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan kewajiban pajak minimum global tahun pajak 2025. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.