BERITA PAJAK HARI INI

Perlukah Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan? Ini Kata Apindo

Redaksi DDTCNews
Rabu, 14 Mei 2025 | 07.00 WIB
Perlukah Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan? Ini Kata Apindo

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah disarankan menaikkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebagai salah satu strategi mengerek konsumsi masyarakat ekonomi kelas menengah. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (14/5/2025).

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menilai pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pegawai sektor padat karya yang berlaku tahun ini sudah bagus. Namun, masyarakat kelas menengah masih membutuhkan tambahan keringanan, seperti kenaikan PTKP.

"Apa pun bentuk insentifnya kan pasti berharga, tapi sebenarnya alangkah bagusnya kalau kita bisa meningkatkan PTKP mereka [masyarakat kelas menengah]," katanya.

Bob meyakini kenaikan PTKP akan meringankan beban pajak masyarakat, terutama masyarakat dengan penghasilan menengah. Namun demikian, dia tidak menyinggung berapa angka ideal kenaikan PTKP yang diharapkan.

Sebagai informasi, ambang batas PTKP saat ini senilai Rp54 juta per tahun. Batas PTKP itu berlaku untuk wajib pajak orang pribadi berstatus lajang dan tanpa tanggungan.

"PTKP ditingkatkan itu sebenarnya memberi insentif untuk kelas menengah," tutur Bob.

Lebih lanjut, dia menilai alasan konsumsi pada kuartal I/2025 yang melambat salah satunya karena konsumsi masyarakat kelas menengah lesu.

Menurut Bob, kebanyakan orang kelas menengah tidak eligible untuk mendapatkan bansos sehingga konsumsinya pun tertahan. Padahal, dia menilai justru masyarakat kelas menengah yang memiliki purchasing power.

Oleh karena itu, Apindo mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan menaikkan batas PTKP guna membantu masyarakat kelas menengah. Saat konsumsi tinggi, penerimaan dari pajak konsumsi seperti PPN pun bisa terkerek.

"Jadi, sekarang yang harus dipikirkan apa insentif untuk kelas menengah, untuk mereka konsumsi, sebab ekonomi kita masih trickle down [insentif hanya menyasar kalangan atas]," ujar Bob.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai penunjukkan mantan dirjen pajak sebagai penasihat Presiden Prabowo Subianto bidang penerimaan negara, adanya permintaan DPR kepada DJP perihal transparansi nilai relaksasi yang diberikan, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Konsumsi Rumah Tangga Melambat

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I/2025 mencapai 4,89%. Capaian ini lebih lambat ketimbang pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I/2024 sebesar 5,11%

"Meski begitu, konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar 2,61%," katanya.

Pada kuartal I/2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,87%. Kinerja ekonomi Indonesia ini lebih unggul di antara negara-negara G-20. Indonesia menempati peringkat kedua dengan kinerja perekonomian tertinggi setelah China. (DDTCNews)

Prabowo Tunjuk Hadi Poernomo Jadi Penasihat Bidang Penerimaan Negara

Presiden Prabowo Subianto mengangkat mantan Dirjen Pajak periode 2001-2006 Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara.

Pengangkatan Hadi sebagai penasihat khusus berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) 45/P Tahun 2025. Selaku penasehat khusus presiden, Hadi memperoleh hak keuangan dan fasilitas lainnya setinggi-tinggi setingkat dengan jabatan menteri.

"Mengangkat Dr. Drs. Hadi Poernomo S.H., Ak., C.A., M.B.A., sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara," bunyi penggalan Diktum Kesatu Keppres 45/P Tahun 2025. (DDTCNews)

DPR Minta DJP Hitung Nilai Sanksi yang Dihapus Akibat Kendala Coretax

Komisi XI DPR meminta DJP menghitung dan melaporkan nilai penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak akibat kendala implementasi coretax administration system.

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan DJP memang harus menghapus sanksi administratif atas kendala yang dihadapi wajib pajak dalam mengakses coretax system. Namun, dia juga meminta DJP transparan mengenai nilai relaksasi yang diberikan.

"Saya nanti Pak [Dirjen Pajak Suryo Utomo], minta tolong dibuatkan data seberapa besar sebenarnya penghapusan sanksi dan potensi yang hilang, kalau sudah selesai [kendala dalam penerapan coretax system]," katanya. (DDTCNews)

Ada Buku Panduan Coretax Portal Lembaga Keuangan, Unduh di Sini

Seiring dengan berlakunya coretax administration system, pendaftaran lembaga keuangan beralih dari portal Exchange of Information (EoI) ke coretax. DJP pun merilis User Guide Aplikasi Coretax Portal Financial Information Reporter (FIR)/ Lembaga Keuangan.

“Lembaga keuangan menggunakan coretax untuk pemenuhan kewajibannya kepada Direktorat Jenderal Pajak (registrasi, pelaporan dan pemenuhan permintaan),” bunyi penggalan penjelasan dalam buku panduan tersebut.

Merujuk buku panduan tersebut, pendaftaran FIR dilakukan melalui My Portal (portal Wajib Pajak), menu Perubahan Status (Status Update), dan submenu terkait dengan Reporting Financial Institution (Lembaga Keuangan Pelaporan). (DDTCNews)

Rasio Kepatuhan Formal Turun

Hingga 30 April 2025, hanya 14 juta wajib pajak yang melaporkan SPT Tahunan, lebih rendah dari total wajib SPT sebanyak 19,8 juta wajib pajak. Capaian tersebut menyebabkan rasio kepatuhan pajak hanya 71%, lebih rendah dari tahun lalu sebesar 85,7%.

Rasio itu juga di bawah target kepatuhan formal sebesar 81,9% yang dipasang DJP pada tahun ini. Secara lebih terperinci, wajib pajak orang pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan sebanyak 13 juta, atau 73% dari jumlah wajib SPT sebanyak 17,7 juta wajib pajak.

Sementara itu, wajib pajak badan yang melaporkan SPT Tahunan mencapai 1,1 juta, atau 52% dari 2,1 juta wajib pajak badan yang wajib SPT. (Bisnis Indonesia)

WP Tak Gubris Surat Teguran DJP, Siap-siap Dapat Surat Tagihan Pajak

DJP akan mengirimkan surat tagihan pajak kepada wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, yang tidak merespons surat teguran.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan pengiriman surat teguran dan surat tagihan pajak tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan penelitian SPT Tahunan yang dilakukan kantor pelayanan pajak (KPP).

"Bila wajib pajak tidak merespons surat teguran tersebut maka DJP akan menerbitkan surat tagihan pajak," katanya. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.