JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memperoleh penerimaan pajak senilai Rp130,15 triliun dari kegiatan pengawasan kepatuhan material (PKM) tahun 2024. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (25/3/2025).
Penerimaan itu berasal dari kegiatan pengawasan senilai Rp57,38 triliun, pemeriksaan menyumbang Rp55,25 triliun, dan penegakan hukum Rp2,03 triliun, penagihan Rp14,71 triliun, serta edukasi dan pelayanan menyumbang Rp769,26 miliar.
"Realisasi penerimaan pajak dari PKM pada 2024 tercatat Rp130,15 triliun, tumbuh 30,3% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Capaiannya, sekitar 100,97% dari target Rp128,90 triliun,” tulis DJP dalam Laporan Kinerja DJP 2024.
Realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan pada 2024 mencapai Rp57,38 triliun, naik 8,9% dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan pada 2023 senilai Rp52,67 triliun.
Beberapa faktor yang dianggap meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan antara lain penguatan ekstensifikasi, penguatan pengawasan, pengawasan intensif atas sektor prioritas, dan monitoring oleh komite kepatuhan.
Meski begitu, kegiatan pengawasan 2024 masih dihadapkan oleh beberapa kendala, seperti kurangnya bahan baku serta data pemicu yang belum bisa menutup kebutuhan potensi.
"Kendala ini diatasi melalui koordinasi dengan Direktorat PKP, Direktorat DIP dan Direktorat TIK untuk penurunan data pemicu dan data penguji agar dapat dimanfaatkan oleh unit vertikal untuk meningkatkan penerimaan," sebut Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian DJP.
Tak hanya itu, kemampuan account representative (AR) dalam menggali potensi juga masih belum merata. Bahkan, terdapat pula beberapa AR yang salah input usulan pemeriksaan.
Sementara itu, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP mencatat realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan mencapai Rp55,18 triliun, tumbuh 71,74% dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya.
Kenaikan penerimaan dari kegiatan pemeriksaan didorong peningkatan dan percepatan pengusulan pemeriksaan. Peningkatan pemeriksaan juga didukung oleh banyaknya tunggakan bahan baku tahun sebelumnya yang diselesaikan pada tahun berjalan.
Selain topik di atas, ada pula ulasan terkait dengan anggaran coretax administration system. Lalu, ada juga bahasan mengenai ketentuan pemberian berita acara pemeriksaan kepada wajib pajak, persiapan DJP menjelang batas waktu pelaporan SPT Tahunan orang pribadi, dan lain sebagainya.
Meski sumbangan terhadap penerimaan tumbuh tinggi, kegiatan pemeriksaan 2024 masih dihadapkan oleh 2 kendala, yakni success rate yang rendah dan beban fungsional pemeriksa yang cukup berat. Adapun success rate pemeriksaan 2024 hanya 40,17%.
"Langkah yang diambil untuk mengatasi kendala ini ialah memperkuat peran komite kepatuhan dalam mengusulkan bahan baku pemeriksaan agar hasil pemeriksaan sesuai dengan potensi yang diusulkan," tulis Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP.
Sementara itu, DJP juga mencatat beban yang diemban oleh fungsional pemeriksaan tergolong berat karena kebanyakan harus fokus pada pemeriksaan rutin atas SPT lebih bayar ketimbang pemeriksaan khusus untuk pengujian kepatuhan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, DJP pun mendorong penyelesaian restitusi melalui pengembalian pendahuluan. (DDTCNews)
DJP telah merealisasikan anggaran senilai Rp467,3 miliar, atau 100% dari pagu untuk pembangunan coretax system pada 2024.
DJP menyatakan telah melaksanakan rangkaian kegiatan pengujian coretax system pada 2024. Adapun pengujian ini menjadi bagian dari persiapan implementasi coretax system mulai 2025.
"Pada 2024, coretax telah selesai dikembangkan dan akan digunakan secara luas oleh seluruh wajib pajak dan para pegawai DJP pada tahun 2025," bunyi Laporan Kinerja DJP 2024. (DDTCNews)
DJP menyatakan telah bersiap mengantisipasi lonjakan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2024 jelang berakhirnya periode pelaporan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan otoritas akan memastikan kapasitas server memadai jelang periode penyampaian SPT Tahunan orang pribadi berakhir pada 31 Maret 2024.
Menurutnya, DJP juga telah mempersiapkan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mencegah DJP Online down. "Ini untuk menjamin kenyamanan penyampaian SPT Tahunan pada laman djponline.pajak.go.id," tuturnya. (DDTCNews)
Pemeriksa pajak tidak memiliki kewajiban untuk memberikan berita acara terkait dengan pemeriksaan kepada wajib pajak yang sedang diperiksa.
Kepala Subdirektorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan DJP Andri Puspo Heriyanto mengatakan berita acara sesungguhnya adalah dokumen untuk membuktikan bahwa pemeriksa telah melaksanakan prosedur pemeriksaan.
"Sebetulnya berita acara ini gunanya untuk membuktikan kepada pihak siapapun bahwa kami sudah melakukan prosedur tertentu. Ini adalah bentuk statement bahwa 'saya sudah melakukan prosedur ini, hasilnya seperti ini'," tuturnya. (DDTCNews)
Pemerintah terus berupaya mengerek rasio penerimaan pajak (tax ratio). Meski upaya yang akan ditempuh belum terang, tetapi upaya memasukkan sektor informal ke dalam sistem keuangan bisa menjadi salah satu langkah awal yang akan dilakukan.
Pekan lalu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto mengimbau masyarakat untuk memiliki rekening perbankan. Tujuannya, untuk mencapai keuangan yang inklusif.
Catatan Kemenko Perekonomian, masyarakat usia dewasa yang telah memiliki akun keuangan formal baru 76,3% hingga 2023. Sementara itu, persentase masyarakat usia dewasa yang telah menggunakan akun keuangan formal mencapai 88,7%. (Kontan)
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengingatkan bahwa realokasi anggaran ke program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi membuat perekonomian lesu, meski diyakini akan memperkecil ketimpangan pendapatan.
Anggota DEN Arief Anshory Yusuf menjelaskan DEN telah menyampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto terkait dengan dampak dari efisiensi anggaran—sesuai dengan amanat Inpres 1/2025—terhadap perekonomian nasional.
“Roll out dari MBG ini kalau enggak salah baru ratusan miliar dari yang akan dianggarkan Rp171 triliun. Secara makrosiklikal itu agak berbahaya karena spending pemerintah itu akan lag (lambat),” katanya. (Bisnis Indonesia)