BERITA PAJAK SEPEKAN

Tujuan Deposit Coretax Harus Jelas, Data Tax Amnesty untuk Kepatuhan

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 15 Maret 2025 | 07.30 WIB
Tujuan Deposit Coretax Harus Jelas, Data Tax Amnesty untuk Kepatuhan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Update teknis mengenai pengoperasian coretax system masih menjadi isu yang menarik bagi pembaca DDTCNews, sepanjang sepekan terakhir. 

Yang terbaru, Ditjen Pajak (DJP) mengharuskan wajib pajak untuk mencantumkan keterangan tambahan saat membuat kode billing deposit pajak melalui coretax system.

Sekarang, wajib pajak harus mencantumkan keterangan mengenai rencana penggunaan deposit pajak. Misal, untuk membayar PPh Pasal 21, PPh final, PPN, dan lain sebagainya. Adapun DJP mengeklaim keterangan tambahan tersebut tidak bersifat mengikat.

DJP mengatakan keterangan ini berfungsi sebagai informasi mengenai penggunaan deposit, tanpa mengikatnya pada jenis pajak tertentu. Otoritas berharap fitur tersebut bisa memudahkan wajib pajak dalam mengelola deposit pajak.

Sebagai informasi, deposit pajak adalah pembayaran pajak yang belum merujuk pada kewajiban pajak tertentu. Pembayaran pajak menggunakan deposit pajak dilakukan melalui pemindahbukuan.

Pengisian deposit pajak bisa dilakukan dengan 3 cara, yakni pembayaran melalui sistem penerimaan negara secara elektronik, pemindahbukuan, atau permohonan sisa kelebihan pembayaran pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak.

Kabar lain yang menyita perhatian pembaca adalah ide Dewan Ekonomi Nasional (DEN) agar Ditjen Pajak (DJP) menggunakan data tax amnesty untuk memetakan kepatuhan wajib pajak. Ide ini disampaikan oleh Anggota DEN Chatib Basri. 

Chatib mendorong DJP agar mengoptimalkan pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk meningkatkan kepatuhan pajak.

Menurutnya, artificial intelligence dapat membantu otoritas dalam membaca perilaku ekonomi masyarakat. Terlebih, ketika otoritas telah memiliki banyak data yang dihimpun antara lain melalui pelaksanaan program pengampunan pajak (tax amnesty) dan program pengungkapan sukarela.

"Ini kita memang masih lemah, terutama di dalam analitik. Gue bisa bayangkan sebetulnya tax amnesty kemarin itu data, bisa dipakai untuk predictive behavior dan segalanya," katanya dalam Podcast Endgame.

Chatib mengatakan jumlah fiskus yang terbatas membuat DJP belum optimal dalam melaksanakan pelayanan dan pengawasan kepada wajib pajak. Oleh karena itu, otoritas memerlukan dukungan teknologi digital untuk meningkatkan kepatuhan pajak, termasuk artificial intelligence.

Selain 2 topik tersebut, ada informasi lain yang juga menarik untuk kembali diulas. Di antaranya, pengumuman oleh DJP mengenai pelaporan SPT Tahunan, kinerja penerimaan pajak yang anjlok pada awal tahun ini, hingga desakan DPR kepada Mahkamah Agung untuk membentuk kamar khusus pajak. 

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Pengumuman DJP Soal SPT Tahunan

DJP menerbitkan Pengumuman No. PENG-20/PJ.09/2025 tentang pemberian layanan kepada wajib pajak, khususnya terkait dengan penyampaian SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi selama Ramadan.

Dalam pengumuman itu, terdapat 7 poin yang disampaikan DJP. Pertama, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak. Ketentuan tersebut diatur dalam UU 6/1983 s.t.d.t.d UU 7/2021.

Kedua, mengenai hari kerja DJP yang terdampak adanya cuti bersama Hari Suci Nyepi dan Lebaran. Informasi lengkapnya, klik tautan pada judul di atas. 

DJP Kirim Email ke Jutaan WP

DJP mulai mengirimkan email kepada wajib pajak. Isinya, imbauan agar mereka segera menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2024 sebelum batas waktu.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan email blast berisi imbauan penyampaian SPT Tahunan 2024 bakal disampaikan kepada jutaan wajib pajak. Menurutnya, pengiriman email tersebut utamanya menyasar wajib pajak yang belum melaksanakan kewajibannya.

Dwi mengatakan email blast berisi imbauan penyampaian SPT Tahunan rencananya akan dikirimkan kepada 9,12 juta wajib pajak. Adapun sampai dengan 11 Maret 2025 pukul 11.45 WIB, DJP telah mengirimkan email blast ini kepada 2,55 juta wajib pajak. 

Penerimaan Pajak Anjlok 30,19 Persen

Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak senilai Rp187,8 triliun hingga Februari 2025. Penerimaan pajak tersebut mengalami kontraksi sebesar 30,19% (year on year/yoy). 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan capaian penerimaan pajak tersebut setara 8,6% dari target senilai Rp2.189,31 triliun.

"Penerimaan pajak Rp187,8 triliun atau 8,6% dari target," katanya dalam konferensi pers. 

Lebih dari 2.000 WP Jadi Sasaran Pengawasan Bersama

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melaksanakan transformasi joint program sebagai salah satu upaya meningkatkan penerimaan pajak. 

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan joint program merupakan salah satu inisiatif strategis yang diambil oleh pemerintah untuk menekan kesenjangan pajak (tax gap). Setidaknya 2.000 wajib pajak sudah diidentifikasi untuk dilakukan joint program tersebut.

"Joint program antara eselon I Kemenkeu, ada lebih dari 2.000 wajib pajak sudah diidentifikasi. Kami akan lakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, dan intelijen. Mudah-mudahan ini bisa memberikan tambahan penerimaan," katanya.

DPR Minta MA Bentu Kamar Khusus Pajak

Anggota Komisi III DPR Stevano Rizki Adranacus meminta Mahkamah Agung (MA) untuk segera membentuk kamar khusus pajak.

Stevano menilai kamar khusus pajak bisa mengoptimalkan peran MA dalam membantu penerimaan negara. Terlebih, MA telah menyumbang Rp15 triliun dan US$85 juta kepada negara melalui putusan peninjauan kembali (PK) perkara pajak.

"Angka itu terlihat fantastis. Namun, kalau kita teliti, kontribusi ini didapat dari 7.200 putusan di mana pemerintah hanya menang 4%, sisanya 6.912 putusan dimenangkan oleh swasta," katanya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.