Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) melibatkan pemeriksa dan kepala seksi pengawasan di KPP dalam tim pengawasan melalui penyampaian surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK). Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (15/8/2024).
Langkah tersebut bukan tanpa alasan. Hadisman selaku perwakilan dari Seksi Penilaian Individu Komersial dan Objek Khusus DJP mengatakan pelibatan pemeriksa dan kepala seksi pengawasan diperlukan guna meningkatkan kualitas kegiatan P2DK. Namun, hal ini hanya berlaku untuk wajib pajak strategis.
"Untuk wajib strategis, kita melakukan analisis yang lebih komprehensif. Kami memasukkan unsur supervisor dan pemeriksa adalah agar informasi yang akan kami sampaikan punya kualitas yang baik," ujar Hadisman.
Pemeriksa dan kepala seksi dipandang perlu dilihatkan dalam tim SP2DK karena keduanya memiliki kapabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan account representative (AR). "Jadi tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas SP2DK tersebut," ujar Hadisman.
Dimasukkannya pemeriksa dalam tim SP2DK menyusul uji coba fleksibilitas kompetensi pengawasan dan pemeriksaan yang sempat dijalankan pada 2022. Lewat uji coba tersebut, pengawasan dilakukan lewat tim yang terdiri dari fungsional pemeriksa pajak sebagai ketua tim dan AR sebagai anggota.
Uji coba ini dimungkinkan mengingat fungsi pengawasan dan fungsi pemeriksaan sesungguhnya memiliki banyak kemiripan. Dengan kata lain, kedua fungsi tersebut sesungguhnya bisa dijalankan bersamaan.
Selain bahasan tentang langkah DJP untuk memasukkan pemeriksa dan kepala seksi pengawasan ke dalam tim SP2DK, ada pula pemberitaan mengenai penerimaan pajak yang masih kontraksi, pemblokiran layanan ekspor oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), rencana ekstensifikasi cukai, hingga dorongan bagi pemerintah untuk menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.
Jangka waktu bagi wajib pajak untuk memberikan penjelasan atas SP2DK bisa diperpanjang.
Dalam Surat Edaran Nomor SE-05/PJ/2022, wajib pajak diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan atas SP2DK dalam waktu maksimal 14 hari kalender. Namun, jangka waktu tersebut bisa diperpanjang berdasarkan pertimbangan kantor pelayanan pajak (KPP).
Contoh, jangka waktu untuk menjawab SP2DK bisa saja diperpanjang dalam hal wajib pajak dihadapkan oleh kendala akibat jarak yang terlalu jauh ataupun keterbatasan teknologi komunikasi. (DDTCNews)
Realisasi penerimaan pajak hingga Juli 2024 mengalami penurunan sebesar 5,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan pajak pada semester I/2024 yang turun 7,9% (yoy).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan kontraksi penerimaan pajak yang melandai disebabkan 2 faktor, yaitu setoran PPh yang mulai membaik serta pertumbuhan PPN yang dibarengi dengan penurunan restitusi.
"Jadi, ini genuine karena economic activity. PPh Pasal 25 kontraksi, tetapi kontraksinya melambat. Kalau kemarin kan berat karena PPh Pasal 29-nya, sekarang kan sudah normal nih," katanya. (DDTCNews)
DJBC mencatat hingga saat ini terdapat 111 perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan DJBC telah mengenakan sanksi berupa penangguhan layanan atau blokir ekspor terhadap 111 perusahaan tersebut. Dari angka tersebut, 43 perusahaan atau 38% sudah melakukan kewajibannya sehingga blokir dicabut.
"Masih ada 69 perusahaan yang belum [melaksanakan] kewajiban DHE-nya sehingga sampai dengan saat ini kami masih blokir kegiatan usahanya," katanya. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan cukai pada 2025, termasuk rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC), akan segera dibahas bersama DPR.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan rencana kebijakan cukai akan mulai dibicarakan dalam pembahasan RAPBN 2025. Pembahasan dimulai ketika RUU APBN 2025 beserta nota keuangannya disampaikan Presiden Joko Widodo kepada DPR pada 16 Agustus 2024.
Melalui dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah menuliskan rencana pengenaan cukai terhadap produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan. (DDTCNews)
Pemerintah diimbau menunda kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 2025. Dekan FEB UI Teguh Dartanto menyampaikan langkah itu perlu diambil sebagai upaya untuk menyehatkan kembali perekonomian nasional.
Sejumlah indikator makro ekonomi menunjukkan kinerja perekonomian yang melambat. Di antaranya, pertumbuhan ekonomi yang tersendat menjadi 5,05% (yoy) pada Juni 2024. Tak cuma itu, daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, juga mengindikasikan kemerosotan. Belum lagi, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang makin kencang.
Pemerintah juga diminta mendorong program perlindungan sosial yang adaptif, dengan kelompok kelas menengah yang kena PHK sebagai penerima bansos. (Kontan) (sap)