Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan menetapkan pendirian bursa kripto. Sejalan dengan hal tersebut Bappebti juga menyetujui lembaga kliring dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto.
Kepala Bappebti Kementerian Perdagangan Didid Noordiatmoko mengatakan pembentukan bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto tersebut sebagai bukti pemerintah hadir dalam upaya menciptakan ekosistem perdagangan aset kripto yang wajar dan adil.
“Pembentukan bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto tersebut … untuk menjamin kepastian hukum dan mengutamakan perlindungan bagi masyarakat sebagai pelanggan,” ujar Didid dalam siaran pers, dikutip pada Jumat (21/7/2023).
Adapun penetapan pendirian bursa kripto masuk dalam Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-BBAK/07/2023 tertanggal 17 Juli 2023 tentang Persetujuan Sebagai Bursa Berjangka Aset Kripto kepada PT Bursa Komoditi Nusantara.
Selain itu, ada Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-LKBAK/07/2023 tertanggal 17 Juli 2023 tentang Persetujuan Sebagai Lembaga Kliring Berjangka untuk Penjaminan dan Penyelesaian Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto kepada PT Kliring Berjangka Indonesia.
Ada juga pengaturan pengelola tempat penyimpanan aset kripto. Hal ini masuk dalam Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-PTPAK/07/2023 tertanggal 20 Juli 2023 tentang Persetujuan Sebagai Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto kepada PT Tennet Depository Indonesia.
Menurut Didid, pembentukan yang dilakukan pada masa transisi Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) difokuskan agar industri kripto Indonesia tetap berjalan dan terjaga baik serta mampu berkontribusi bagi perekonomian melalui penerimaan negara.
Persetujuan sebagai bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto tersebut mengacu pada Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 s.t.d.d Peraturan Bappebti Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka
Persetujuan sebagai bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto tersebut juga mengacu pada Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 s.t.d.d Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
Dia mengatakan dalam pengembangan dan penguatan bursa, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto, Bappebti tidak bekerja sendiri. Bappebti membutuhkan kolaborasi dari kementerian/lembaga terkait, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan serta masyarakat luas.
Ke depan, industri dan perdagangan kripto ini dapat terus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan industri. Dia mengatakan perdagangan fisik aset kripto mengandung risiko yang cukup tinggi.
“Sesuai sifatnya, nilai aset kripto bisa mengalami peningkatan maupun penurunan nilai yang sangat drastis dalam waktu yang cepat. Untuk itu, diperlukan pemahaman yang baik di masyarakat termasuk manfaat, potensi, dan risiko dari perdagangan aset kripto,” jelas Didid.
Pada Juni 2023, ada penambahan pelanggan aset kripto sebanyak 141.800 pelanggan. Menurut Didid, data ini menunjukkan minat masyarakat untuk berinvestasi di perdagangan aset kripto terus tumbuh. Hingga Juni 2023, jumlah pelanggan aset kripto terdaftar sebanyak 17,54 juta pelanggan.
Transaksi perdagangan fisik aset kripto selama Juni 2023 tercatat senilai Rp8,97 triliun atau naik 9,3% bila dibandingkan bulan sebelumnya. Adapun jenis aset kripto yang banyak ditransaksikan yaitu Tether (USDT), Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), Ripple (XRP) dan Binance Coin (BNB).
Adapun total nilai transaksi periode Januari—Juni 2023 tercatat senilai Rp66,44 triliun atau turun 68,65% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Menurut Didid, penurunan nilai transaksi tersebut disebabkan beberapa faktor.
Beberapa faktor itu antara lain penurunan volume perdagangan pasar kripto global, potensi krisis likuiditas rendah yang berdampak negatif pada stabilitas harga dan efisiensi pasar, serta tekanan jual melonjak yang menyebabkan harga aset kripto terkoreksi.
Kebijakan Federal Reserve Amerika Serikat terkait kenaikan suku bunga, lanjutnya, menyebabkan perubahan perilaku masyarakat dari yang sebelumnya memilih bertransaksi aset digital beralih ke tabungan. Selain itu, saat ini masyarakat masih menunggu kebijakan pemerintah terkait UU P2SK.
Namun demikian, dari sisi pemanfaatan teknologi blockchain, makin banyak perusahaan yang mulai mengintegrasikan teknologi blockchain dalam kegiatan usahanya. Perusahaan itu seperti Meta, Google, dan Twitter.
“Hal ini membuktikan bahwa ke depan perkembangan perdagangan fisik aset kripto masih cukup menjanjikan,” imbuh Didid. (kaw)