Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dapat melakukan pemblokiran layanan publik tertentu atas rekomendasi atau permohonan dari dirjen pajak. Ketentuan yang diatur dalam PMK 61/2023 tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (20/6/2023).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 146 ayat (1) PMK 61/2023, dalam mendukung pelaksanaan tindakan penagihan pajak, dirjen pajak dapat memberikan rekomendasi dan/atau mengajukan permohonan pembatasan atau pemblokiran layanan publik tertentu.
“Permohonan pembatasan atau pemblokiran layanan publik tertentu terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak,” bunyi penggalan Pasal 146 ayat (1) PMK 61/2023.
Adapun kewenangan dirjen pajak untuk memberikan rekomendasi dan/atau permohonan dapat didelegasikan kepada pejabat setingkat eselon II yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penagihan perpajakan.
Mengutip ketentuan PMK 61/2023, utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sementara itu, biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
Selain mengenai pembatasan atau pemblokiran layanan publik tertentu terhadap penanggung pajak, ada pula ulasan terkait dengan bantuan penagihan pajak kepada yurisdiksi mitra.
Berdasarkan pada Pasal 146 ayat (2) PMK 61/2023, pemberian rekomendasi dan/atau permohonan pembatasan atau pemblokiran layanan publik dilakukan dengan 3 ketentuan.
Pertama, layanan publik tertentu diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Kedua, surat paksa telah diberitahukan kepada penanggung pajak. Ketiga, rekomendasi dan/atau permohonan berdasarkan pada usulan dari pejabat yang melakukan tindakan penagihan pajak. (DDTCNews)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 146 ayat (3) PMK 61/2023, atas pembatasan atau pemblokiran layanan publik tertentu, direktur jenderal pajak dapat memberikan rekomendasi dan/atau mengajukan permohonan pembukaan.
Rekomendasi atau permohonan pembukaan itu dilakukan jika, pertama, penanggung pajak telah melunasi seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak yang menjadi dasar dilakukannya pembatasan atau pemblokiran layanan publik tertentu. Kedua, terdapat putusan pengadilan pajak.
Ketiga penanggung pajak telah dilakukan penyitaan yang nilainya paling sedikit sama dengan utang pajak dan biaya penagihan pajak yang menjadi tanggung jawabnya. Keempat, penanggung pajak telah mendapatkan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak.
Kelima, hak untuk melakukan penagihan pajak atas utang pajak yang menjadi dasar dilakukan pembatasan atau pemblokiran layanan publik tertentu telah daluwarsa penagihan. Keenam, berdasarkan usulan dari pejabat yang melakukan tindakan penagihan pajak. (DDTCNews)
Klaim pajak menjadi landasan bagi DJP untuk memberikan bantuan penagihan pajak kepada yurisdiksi mitra. Dirjen pajak bakal terlebih dahulu melakukan penelitian kesesuaian informasi atau data yang dimuat dalam klaim pajak dan kriteria pemberian bantuan penagihan pajak.
"Klaim pajak adalah instrumen legal dari negara mitra atau yurisdiksi mitra sehubungan dengan permintaan bantuan penagihan pajak," Pasal 1 angka 31 PMK 61/2023. Simak ‘PMK Baru! Aturan Bantuan Penagihan Pajak Lintas Yurisdiksi Diperbarui’.
Informasi yang harus termuat dalam klaim pajak antara lain nomor referensi, nilai klaim pajak, identitas penanggung pajak atas klaim pajak, penjelasan mengenai penagihan pajak pajak yang sudah dilakukan oleh yurisdiksi mitra, tindakan penagihan yang diminta.
Kemudian, daftar barang milik penanggung pajak atas klaim pajak yang berada di Indonesia, tanggal daluwarsa hak untuk melakukan penagihan atas klaim pajak di yurisdiksi mitra, dan nomor rekening tujuan pengiriman hasil pemberian bantuan penagihan. Simak ‘Apa Itu Klaim Pajak dan Penanggung Pajak atas Klaim Pajak?’. (DDTCNews)
Melalui PMK 61/2023, pemerintah memerinci ketentuan tentang kewenangan penggunaan, penjualan, dan/atau pemindahbukuan barang sitaan. Simak ‘Ketentuan Barang Sitaan yang Dikecualikan Penjualan Lelang PMK 61/2023’.
Sesuai dengan Pasal 50 ayat (1) PMK 61/2023, kewenangan tersebut dilakukan atas barang barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang. Hal ini dimaksudkan untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
“Dalam hal penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah dilakukan penyitaan, pejabat berwenang … menggunakan, menjual, dan/atau memindahbukukan barang sitaan … untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak,” penggalan Pasal 50 ayat (1) PMK 61/2023. (DDTCNews)
PMK 60/2023 memperketat kriteria yang harus dipenuhi oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan fasilitas PPN atas penyerahan rumah.
Untuk mendapatkan pembebasan PPN atas penyerahan rumah umum atau rumah pekerja, masyarakat berpenghasilan rendah harus sudah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk 2 tahun pajak terakhir dan SPT Masa PPN 3 masa pajak terakhir.
"Masyarakat berpenghasilan rendah [juga] harus tidak memiliki utang pajak," bunyi Pasal 2 ayat (13) huruf b PMK 60/2023. (DDTCNews)
DJP mengimbau wajib pajak untuk merespons SP2DK yang diterima. Contact center DJP, Kring Pajak, mengatakan tidak ada mekanisme penyampaian keberatan atas Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang diterbitkan oleh kepala kantor pelayanan pajak (KPP).
“SP2DK tidak ada mekanisme keberatan. Namun, wajib pajak diminta memberikan penjelasan/tanggapan atas SP2DK tersebut,” tulis Kring Pajak saat merespons pertanyaan dari warganet di Twitter.
Adapun tanggapan dapat dilakukan wajib pajak dalam jangka 14 hari sejak menerima SP2DK. Sesuai dengan ketentuan dalam SE-05/PJ/2022, terdapat 3 cara yang diberikan kepada wajib pajak untuk menyampaikan tanggapan atas SP2DK. (DDTCNews) (kaw)