Tampilan muka dokumen PMK 60/2023.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menaikkan batasan harga jual rumah tapak yang mendapatkan pembebasan PPN sebesar 11%. Hal ini tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 60/2023 yang baru saja terbit.
PMK baru ini mengatur batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi antara Rp162 juta sampai dengan Rp234 juta untuk 2023, dan antara Rp166 juta hingga Rp240 juta untuk 2024. Batasan tersebut berlaku untuk masing-masing zona.
"Kenaikan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7% per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar," ujar Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/6/2023).
Pada peraturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp150,5 juta sampai dengan Rp219 juta. Artinya, melalui ketentuan baru saat ini, setiap rumah subsidi mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11% atas harga jual rumah tapak atau bernilai antara Rp16 juta sampai dengan Rp24 juta untuk setiap unit rumah.
"Fasilitas pembebasan PPN ini ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ditargetkan oleh pemerintah," ujar Febrio.
Selain dari sisi harga, pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan mematok luas minimum bangunan rumah dan tanah yang diberi fasilitas. Dengan demikian, terdapat 5 persyaratan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum ini.
Pertama, luas bangunan antara 21-36 meter persegi (m2). Kedua, luas tanah antara 60-200 m2. Ketiga, arga jual tidak melebihi batasan harga dalam PMK.
Keempat, merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki.
Kelima, memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.
Fasilitas pembebasan PPN juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, Pemda dan/atau Pempus. Terakhir, pembebasan PPN juga diberlakukan untuk penyerahan rumah pekerja oleh perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial.
Melalui Kementerian PUPR, pemerintah juga memberikan bantuan subsidi selisih bunga. Subsidi ini bertujuan agar MBR tetap dapat membayar cicilan rumah dengan tingkat bunga sebesar 5%. Dengan demikian, total manfaat yang akan diterima untuk setiap rumah subsidi selama masa pembayaran cicilan rumah dengan bantuan subsidi dan pembebasan PPN berkisar antara Rp187 juta sampai dengan Rp270 juta.
Selain untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni yang terjangkau bagi MBR, imbuh Febrio, fasilitas pembebasan PPN ini juga akan berdampak positif pada perekonomian nasional, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat.
Dia menambahkan, sejak berlakunya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan 2010 lalu, sudah lebih dari 2 juta masyarakat berpenghasilan rendah yang mendapatkan rumah subsidi.
Pemerintah mengeklaim pembaruan fasilitas pembebasan PPN ini menjadi instrumen untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau. (sap)