PMK 210/2018

Wah, Beleid Pajak E-Commerce Ditarik Sri Mulyani, Ada Apa?

Redaksi DDTCNews
Jumat, 29 Maret 2019 | 16.36 WIB
Wah, Beleid Pajak E-Commerce Ditarik Sri Mulyani, Ada Apa?

Ilustrasi marketplace di Indonesia. (foto: IdEA)

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menarik beleid perlakuan perpajakan atas transaksi e-commerce yang seharusnya mulai berlaku pekan depan, tepatnya Senin (1/4/2019).

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan penarikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 210/PMK.010/2018 dilakukan mengingat adanya kebutuhan untuk koordinasi dan sinkronisasi lebih komprehensif antar kementerian/lembaga.

“Penarikan ini sekaligus memberikan waktu bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan seluruh pemangku kepentingan, serta mempersiapkan infrastruktur pelaporan data e-commerce,” jelasnya dalam keterangan resmi, Jumat (29/3/2019).

Nufransa mengatakan koordinasi dilakukan untuk memastikan agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

“Dengan ditariknya PMK tersebut, Menkeu mengingatkan, perlakuan perpajakan untuk seluruh pelaku ekonomi tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” imbuhnya.

Para pelaku usaha baik e-commerce maupun konvensional yang menerima penghasilan hingga Rp4,8 miliar (kategori UMKM) dapat memanfaatkan skema pajak final dengan tarif 0,5% dari jumlah omzet usaha.

Padahal, sebelumnya, Ditjen Pajak (DJP) menegaskan tidak ada jenis atau tarif baru bagi pelaku e-commerce. PMK ini menegaskan kewajiban pelaku e-commerce dari sisi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), maupun kepabeanan sesuai ketentuan yang berlaku.

“Yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan administrasi dan mendorong kepatuhan perpajakan para pelaku e-commerce demi menciptakan perlakuan yang setara dengan pelaku usaha konvensional,” ujar Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP.

Sayangnya, setelah diterbitkan, beleid ini menuai polemik karena ada kekhawatiran dari pelaku usaha. Pengaturan yang kurang detail untuk platform media sosial juga menjadi salah satu seruan pelaku usaha. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) pun menilai waktu yang tepat untuk memajaki pelaku usaha ekonomi digital (e-commerce) adalah 2021.

Kementerian Keuangan, sambung Nufransa, akan terus mengedepankan kerja sama dan pembinaan terhadap wajib pajak – khususnya pelaku usaha mikro dan kecil – termasuk untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan para pelaku bisnis terkait aspek pemasaran, akses kredit, pengembangan usaha, dan perpajakan. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.