FINLANDIA

PBB Sebut Reformasi Pajak Global Belum Mampu Bendung Profit Shifting

Muhamad Wildan
Senin, 7 November 2022 | 09.45 WIB
PBB Sebut Reformasi Pajak Global Belum Mampu Bendung Profit Shifting

Ilustrasi.

HELSINKI, DDTCNews – United Nations University World Institute for Development Economics Research (UNU-WIDER) menyebut serangkaian reformasi pajak dalam beberapa tahun terakhir ini belum mampu membendung praktik profit shifting menuju yurisdiksi suaka pajak.

Berdasarkan laporan Global Profit Shifting, 1975–2019, hanya 2% dari laba perusahaan multinasional yang dialihkan ke negara suaka pajak pada 1970-an. Pada 2019, porsi laba yang dialihkan ke negara suaka pajak naik menjadi 37% dengan nilai US$1 triliun atau sekitar Rp15.738 triliun.

"Konsisten dengan temuan ini, PPh badan yang hilang akibat profit shifting diperkirakan meningkat dari 0,1% dari total PPh badan global pada 1975 menjadi 10% pada 2019," tulis Ludvig Wier dan Gabriel Zucman dalam laporannya, dikutip pada Jumat (7/11/2022).

Sejalan dengan tingginya praktik profit shifting, tarif efektif PPh badan juga mengalami penurunan dari 23% pada 1975 menjadi 17% pada 2019.

Walaupun upaya-upaya memerangi profit shifting sudah dilakukan sejak 2015 melalui BEPS Action Plan, praktik profit shifting oleh perusahaan multinasional ternyata sama sekali tidak menurun.

"Temuan ini menunjukkan bahwa hingga saat ini masih diperlukan kebijakan tambahan yang mampu secara signifikan menekan praktik profit shifting," ujar Wier dalam keterangan resmi.

Menurut Wier, salah satu solusi untuk menekan praktik profit shifting oleh perusahaan multinasional ialah melalui penerapan pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE). Sayang, implementasi dari inisiatif tersebut masih terhambat baik di Eropa maupun di AS.

Untuk diketahui, Pilar 2 akan menjadi dasar pengenaan pajak minimum global dengan tarif sebesar 15%. Pajak minimum akan diberlakukan atas perusahaan multinasional dengan penerimaan di atas €750 juta.

Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15%, top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas. Pengenaan top-up tax dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR). (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.