KABUPATEN BONDOWOSO

Ada Temuan Data Pajak Tak Sinkron, Hotel dan Restoran Disidak

Nora Galuh Candra Asmarani
Jumat, 14 November 2025 | 12.00 WIB
Ada Temuan Data Pajak Tak Sinkron, Hotel dan Restoran Disidak
<p>Ilustrasi.</p>

BONDOWOSO, DDTCNews - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bondowoso, Jawa Timur melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah hotel dan restoran. Sidak dilakukan untuk mengecek okupansi atau tingkat hunian dan kunjungan restoran.

Kepala Bapenda Bondowoso Selamet Yantoko menyebut hasil temuan dalam sidak tersebut akan dicocokkan dengan laporan online dalam aplikasi great code. Adapun aplikasi great code merupakan bagian dari sistem e-monitoring pajak daerah

“Sementara ini kami mencatat jumlahnya, nantinya kami cek dari aplikasi yang ada,” katanya, dikutip pada Jumat (14/1/2025).

Langkah tersebut dilakukan menyusul adanya temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pada laporan 2024. Temuan itu berupa adanya ketidaksesuaian data laporan laba salah satu rumah makan dengan jumlah pajak yang disetorkan.

Berdasarkan temuan itu, terdapat selisih pembayaran pajak senilai Rp60 juta. Hotel dan restoran yang ketahuan tidak menyetor pajak sesuai dengan laporan akan dilakukan penagihan. Adapun penagihan ini dimaksudkan untuk memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Sementara ini kami akan melakukan penagihan,” tutur Selamet.

Tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) jasa perhotelan serta PBJT makanan dan minuman di Bondowoso ditetapkan sebesar 10%. Penerimaan dari PBJT jasa perhotelan dan PBJT makanan dan minuman menjadi salah satu sumber utama PAD.

Tahun 2025, lanjut Selamet, target penerimaan PBJT jasa perhotelan ditetapkan Rp2,5 miliar. Target itu berasal dari total 19 hotel yang terdaftar. Namun, realisasi penerimaan PBJT jasa perhotelan baru mencapai Rp1 miliar hingga awal November 2025.

Sementara itu, target penerimaan PBJT makanan dan minuman dipatok senilai Rp4 miliar. Seperti halnya PBJT jasa perhotelan, target penerimaan tersebut juga belum terealisasi sepenuhnya hingga menjelang akhir 2025.

Selamet menilai pelaku usaha umumnya sudah tertib membayar pajak. Namun, validitas data transaksi masih menjadi kendala utama. Hal ini karena sistem pemungutan pajak pada sektor barang dan jasa di Indonesia menggunakan mekanisme self assessment, yakni wajib pajak menghitung dan melaporkan sendiri pajaknya.

“Beda dengan pajak tanah, air, atau reklame yang menggunakan sistem official assessment,” jelasnya.

Bapenda pun mendorong pemanfaatan aplikasi Great Code. Aplikasi ini mengintegrasikan sistem e-monitoring pajak daerah dengan sistem kasir setiap pelaku usaha. Alhasil, data transaksi bisa dipantau langsung oleh pemerintah daerah secara real time sehingga laporan pajak lebih akurat.

Upaya tersebut juga menjadi strategi pemkab untuk menjaga stabilitas pendapatan daerah. Terlebih, pemkab juga turut terimbas adanya pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD).

Seperti dilansir jatim.bpk.go.id/, pemkab memperkirakan pendapatan 2026 turun menjadi sekitar Rp1,8 triliun dari total Rp2 triliun pada 2025. Penurunan ini disebabkan oleh pemangkasan TKD sekitar Rp60 miliar serta turunnya DBH CHT dari Rp65 miliar menjadi Rp34 miliar. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.