JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa pemeriksaan bukti permulaan (bukper) pajak tidaklah termasuk dalam lingkup kewenangan praperadilan.
Hal ini ditegaskan oleh MA pada Peraturan MA (Perma) 3/2025 yang menjadi pedoman bagi hakim dalam menangani perkara tindak pidana di bidang perpajakan.
"Seluruh kegiatan pemeriksaan bukper tidak termasuk dalam lingkup kewenangan praperadilan," bunyi Pasal 7 ayat (4) Perma 3/2025, dikutip pada Rabu (24/12/2025).
Kegiatan pemeriksaan bukper sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (4) Perma 3/2025 antara lain namun tidak terbatas pada:
Pelaksanaan kewenangan pemeriksa bukper dalam mencari dan mengumpulkan bukti sebagaimana dimaksud pada poin 1 hingga 4 di atas tidak dimaknai sebagai upaya paksa sepanjang dilaksanakan dengan izin dan persetujuan dari pihak yang diperiksa.
Namun, dalam hal wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan bukper tidak memberikan izin dan persetujuan, pemeriksa bukper dianggap telah menemukan bukper yang cukup untuk melanjutkan perkara ke tahap penyidikan.
Sebagai informasi, bukper didefinisikan sebagai keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan atau benda yang bisa memberikan petunjuk adanya dugaan kuat terjadinya suatu tindak pidana pajak yang dilakukan oleh siapa saja yang bisa menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pemeriksaan bukper adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh bukper. Sebagaimana termuat dalam Pasal 43A UU KUP, pemeriksaan memiliki tujuan dan kedudukan yang sama dengan penyelidikan sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Oleh karena pemeriksaan bukper memiliki kedudukan yang setara dengan penyelidikan, pemeriksaan bukper tidak boleh dilaksanakan dengan upaya paksa (pro justitia).
Dilarangnya tindakan upaya paksa dalam pemeriksaan bukper juga telah dipertegas oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan MK Nomor 83/PUU-XXI/2023.
Dengan diucapnya putusan dimaksud, Pasal 43A ayat (1) UU KUP selengkapnya berbunyi: 'Dirjen pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukper sebelum dilakukan penyidikan tidak pidana di bidang perpajakan, sepanjang tidak terdapat tindakan upaya paksa'.
MK dalam putusannya juga menegaskan bahwa pemeriksaan bukper bukanlah objek praperadilan. Namun, dalam hal ternyata terdapat upaya paksa dalam pemeriksaan bukper, wajib pajak bisa mengajukan praperadilan atas pemeriksaan bukper dimaksud.
"Oleh karena itu, sesuai dengan hakikat proses penyelidikan yang tidak boleh ada upaya paksa, jika terdapat tindakan upaya paksa dalam tahapan pemeriksaan bukper sebelum penyidikan maka terhadap hal tersebut tentunya lembaga praperadilan dapat melakukan pengujian akan sah atau tidaknya tindakan dimaksud," dalam bagian pertimbangan hukum dari Putusan MK Nomor 83/PUU-XXI/2023. (dik)
