RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Transaksi Jasa Freight Forwarding yang Tak Dilaporkan di SPT

Hamida Amri Safarina | Jumat, 09 Oktober 2020 | 10:16 WIB
Sengketa Transaksi Jasa Freight Forwarding yang Tak Dilaporkan di SPT

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang transaksi jasa freight forwarding yang tidak dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT).

Wajib pajak berpendapat biaya yang timbul atas pengiriman barang dengan menggunakan jasa freight forwarding seharusnya tidak dipotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. Sebab, dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-70/PJ/2007, jasa freight forwarding tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya harus dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau penggunaan harta.

Sebaliknya, berdasarkan laporan pemeriksaan, otoritas pajak menemukan adanya transaksi objek PPh Pasal 23 atas jasa freight forwarding yang tidak dilaporkan dalam SPT. Otoritas pajak menilai wajib pajak tidak dapat membuktikan transaksi tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-70/PJ/2007, jasa freight forwarding tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya harus dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau penggunaan harta.

Baca Juga:
Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan belum adanya aturan yang jelas terkait dengan masuk atau tidaknya freight forwarding dalam jasa perantara. Definisi jasa perantara juga masih multitafsir. Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan jasa freight forwarding tidak termasuk jasa perantara yang dapat dikenakan PPh Pasal 23.

Namun demikian, wajib pajak tidak dapat menyediakan bukti yang memadai atas seluruh koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian koreksi dan menolak sebagian koreksi otoritas pajak.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-47654/PP/M.II/12/2013 tertanggal 3 Oktober 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Januari 2014.

Baca Juga:
Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Pokok sengketa perkara a quo adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 masa pajak Mei 2008 senilai Rp155.856.141 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan laporan pemeriksaan, Pemohon PK menemukan adanya transaksi objek PPh Pasal 23 atas jasa freight forwarding yang tidak dilaporkan dalam SPT.

Transaksi atas jasa freight forwarding tersebut berkaitan dengan biaya pengangkutan, biaya jasa agen, biaya pengurusan dokumen pengiriman barang via laut, biaya pelayanan bongkar muat peti kemas di pelabuhan, dan biaya pengurusan dokumen impor.

Baca Juga:
DJP Optimalkan Pajak dari Pengadaan Barang dan Jasa Lewat SIPP

Penafsiran Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas jasa freight forwarding yang dinilai bukan termasuk jasa perantara adalah tidak tepat dan patut dipertanyakan. Sebagai informasi, jasa perantara merupakan salah satu jenis jasa lain.

Selain itu, Termohon PK juga tidak dapat membuktikan transaksi tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Dokumen pendukung yang diserahkan Termohon PK dalam persidangan untuk membuktikan dalilnya juga tidak lengkap. Pemohon PK menjelaskan transaksi Termohon PK tersebut hanya dibuktikan dengan invoice, tanpa surat perjanjian, surat jalan, dan lain-lain.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan keberatan atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Perlu dipahami, Termohon PK melakukan kegiatan usaha di bidang jasa penjahitan. Dalam perkara ini, Termohon PK melakukan pengiriman barang dengan menggunakan jasa freight forwarding.

Baca Juga:
DJP Terus Gali Potensi Pajak Fintech atas Bunga Pinjaman P2P Lending

Termohon berdalil biaya yang timbul atas pengiriman barang dengan menggunakan jasa freight forwarding seharusnya tidak terutang PPh Pasal 23. Sebab, dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-70/PJ/2007, jasa freight forwarding tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya harus dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau penggunaan harta.

Selanjutnya, dalam persidangan banding, Termohon PK telah menyampaikan bukti pendukung berupa jurnal, bukti pembayaran, invoice, kuitansi, rekap biaya pengangkutan, dokumen pengiriman barang via laut, dokumen bongkar muat peti kemas, dan dokumen impor.

Pertimbangan Mahkamah Agung
ALASAN-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat beberapa pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Ingat! IKH Online Sudah Bisa Digunakan Mulai 12 April 2024

Pertama, koreksi positif atas DPP PPh Pasal 23 masa pajak Mei 2008 senilai Rp155.856.141 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa, permohonan PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, dalam perkara a quo, bukti yang diajukan Termohon PK dinilai telah memadai. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tersebut tidak beralasan. Selanjutnya, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan Pemohon PK. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 12 April 2024 | 14:30 WIB PENGADILAN PAJAK

IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Jumat, 12 April 2024 | 08:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Rabu, 10 April 2024 | 12:30 WIB IZIN KUASA HUKUM

Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Rabu, 10 April 2024 | 12:00 WIB DIGITALISASI EKONOMI

DJP Optimalkan Pajak dari Pengadaan Barang dan Jasa Lewat SIPP

BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor