RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas bunga pinjaman dan penentuan besaran tarifnya. Perlu dipahami dalam perkara ini, wajib pajak telah melakukan peminjaman sejumlah dana kepada 2 pihak.
Pertama, peminjaman dana kepada beberapa bank nasional di Indonesia yang tertuang dalam perjanjian sindikasi loan No. 55 pada 30 Juni 2000. Kedua, peminjaman dana kepada wajib pajak luar negeri (WPLN) yang berkedudukan di Uni Emirat Arab (X Co).
Terhadap transaksi tersebut, otoritas pajak menyatakan terdapat objek berupa bunga pinjaman yang belum dikenakan PPh Pasal 26. Adapun transaksi bunga pinjaman tersebut seharusnya dikenakan tarif sebesar 20%.
Sebaliknya, menurut wajib pajak, pihak otoritas pajak harus memahami transaksi peminjaman dana yang dilakukannya dengan seksama. Terhadap peminjaman dana kepada beberapa bank nasional di Indonesia seharusnya tidak dikenakan PPh Pasal 26. Sebab, transaksi tersebut dilakukan dengan wajib pajak dalam negeri (WPDN).
Selain itu, wajib pajak dapat membuktikan bahwa X Co benar-benar berdomisili di Uni Emirat Arab. Dengan begitu, penetapan tarif PPh Pasal 26 atas bunga dapat dilakukan berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Uni Emirat Arab. Adapun besaran PPh Pasal 26 berdasarkan P3B ialah 5%.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan wajib pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan wajib pajak telah melakukan transaksi peminjaman sejumlah dana dengan WPLN yang belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Terhadap transaksi tersebut, wajib pajak berkewajiban memotong PPh Pasal 26 atas bunga dengan tarif 20%.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian permohonan banding wajib pajak melalui Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 36663/PP/M.XIII/13/2012 tertanggal 16 Maret 2012. Terhadap putusan Pengadilan Pajak tersebut, wajib pajak mengajukan Peninjauan Kembali pada 15 Juni 2012.
Terdapat 3 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 atas bunga senilai Rp19.095.537.556. Kedua, koreksi atas perbedaan tarif PPh Pasal 26 senilai Rp5.102.584.052. Ketiga, sanksi administrasi bunga senilai Rp3.211.808.962.
Pendapat Pihak Yang Bersengketa
PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Adapun terdapat 3 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 26 atas bunga senilai Rp19.095.537.556.
Terkait koreksi ini, Pemohon PK telah membuat perjanjian sindikasi loan No. 55 pada 30 Juni 2000 dengan 5 bank nasional di Indonesia. Kelima bank yang dimaksud ialah Bank A, Bank B, Bank C, Bank D, dan Bank E.
Berdasarkan pada perjanjian tersebut, Bank A telah ditunjuk sebagai agen fasilitas, agen jaminan, dan juga agen penampungan. Dengan begitu, seluruh pengembalian uang pinjaman beserta bunganya akan dibayarkan Termohon PK kepasa Bank A. Dalam hal ini, Termohon PK tidak pernah berhubungan secara langsung dengan empat kreditur lainnya.
Pemohon PK menyatakan atas transaksi yang dilakukannya dengan Bank A seharusnya tidak dikenakan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman. Sebab, Pemohon PK melakukan pinjaman sejumlah dana kepada WPDN dan bukan WPLN.
Kedua, koreksi atas perbedaan tarif PPh Pasal 26 senilai Rp5.102.584.052. Berkaitan dengan koreksi ini, Pemohon PK telah melakukan peminjaman sejumlah dana dari X Co yang berkedudukan di Uni Emirat Arab. Terhadap pinjaman tersebut, Pemohon PK memiliki kewajiban untuk membayar bunga pinjaman kepada X Co.
Pemohon PK tidak setuju apabila bunga pinjaman yang dibayarkannya tersebut dikenakan tarif sebesar 20%. Sebab, berdasarkan surat keterangan domisili (SKD) yang telah diserahkan kepada Termohon PK, X Co terbukti berdomisili di Uni Emirat Arab.
Oleh karena itu, penentuan besaran tarif bunga tersebut seharusnya dilakukan berdasarkan P3B antara Indonesia dengan Uni Emirat Arab. Menurut Pemohon PK, besaran tarif bunga pinjaman berdasarkan P3B tersebut ialah 5%.
Ketiga, sanksi administrasi bunga senilai Rp3.211.808.962. Pemohon Peninjauan Kembali tidak setuju dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang membebankan sanksi administrasi bunga Pasal 13 ayat (2) KUP senilai Rp3.211.808.962.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas dalil-dalil yang disampaikan Termohon PK. Termohon PK berpendapat Pemohon PK telah melakukan transaksi peminjaman dana dengan WPLN yang belum dikenakan PPh Pasal 26. Seluruh koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.
Pertimbangan Majelis Hakim
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan Permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagai berikut.
Pertama, koreksi yang dilakukan oleh Termohon PK sudah tepat dan benar. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, Mahkamah Agung menyatakan tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Adapun putusan Mahkamah Agung ini menguatkan Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 36663/PP/M.XIII/13/2012.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. Putusan Mahkamah Agung ini diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 7 April 2014. (zaka/kaw)