GLOBALISASI dan keterbukaan ekonomi telah mengundang banyak perusahaan asing masuk dan beroperasi di Indonesia. Secara sederhana, perusahaan asing tersebut menjalankan usahanya di Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Dari sisi pajak penghasilan (PPh), Pasal 2 ayat (1a) dan ayat (4) UU PPh menyatakan BUT merupakan subjek pajak luar negeri yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Kendati demikian, ada sejumlah hal yang berbeda dalam pengenaan pajak antara subjek pajak badan dalam negeri dan BUT.
Perbedaan tersebut di antaranya adalah adanya pengenaan branch profit tax (BPT) pada BUT. Merujuk IBFD International Tax Glossary, banyak negara yang mengenakan BPT atau branch tax pada laba cabang perusahaan asing sebagai tambahan dari pajak penghasilan (PPh) badan umum.
Sebagian besar negara mengenakan BPT atas total laba cabang, setelah dikurangi PPh badan, meski tidak ada laba yang sebenarnya dikirimkan ke kantor pusat. Artinya, BPT dikenakan terlepas dari apakah keuntungan tersebut benar-benar dibayarkan ke kantor pusat.
Sejumlah negara lain mengenakan BPT terhadap total laba cabang, setelah dikurangi PPh badan, hanya atas laba yang tidak diinvestasikan dalam aset bisnis tetap milik cabang. Ada pula negara yang mengenakan BPT atas bagian keuntungan yang dikirimkan kepada kantor pusat (Rogers-Glabush, 2015). Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud sebagai BPT?
Ketentuan pengenaan BPT di Indonesia tercantum dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh. Kendati demikian, pasal tersebut tidak menggunakan istilah BPT. Namun, pengertian BPT dapat dipahami melalui ketentuan Pasal 26 ayat (4) UU PPh.
Pada dasarnya, pasal tersebut mengatur pengenaan PPh Pasal 26 dengan tarif sebesar 20% terhadap penghasilan kena pajak sesudah dikurangi PPh badan dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Nah, pengenaan PPh Pasal 26 atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan PPh badan suatu BUT inilah yang biasa disebut BPT. Berbeda dengan PPh badan, BPT dikenakan atas laba bersih setelah pajak yang diperoleh BUT di Indonesia.
Adapun tarif yang dikenakan adalah sebesar 20%. Namun, tarif tersebut bisa lebih rendah apabila diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara domisili BUT. Untuk memperjelas, berikut ilustrasi sederhana dari penghitungan BPT.
Misal, BUT Y di Indonesia merupakan BUT dari Y Pte Ltd yang berkedudukan di Singapura. BUT Y memiliki penghasilan kena pajak di Indonesia senilai Rp18 miliar pada 2024. Dengan demikian, penghitungan BPT BUT Y adalah sebagai berikut:

Namun, apabila penghasilan kena pajak setelah pajak senilai Rp14.040.000.000 tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK) maka atas tidak dikenakan BPT.
Perincian ketentuan pengecualian pengenaan BPT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.03/2011 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap (PMK 14/2011).
Merujuk Pasal 1 ayat (3) PMK 14/2011, pengecualian pengenaan branch profit tax diberikan apabila seluruh penghasilan kena pajak sesudah dikurangi PPh badan dari suatu BUT ditanamkan kembali (reinvestasi) di Indonesia dalam bentuk:
Agar dikecualikan dari pengenaan BPT, seluruh penghasilan kena pajak sesudah dikurangi PPh badan dari suatu BUT yang direinvestasikan di Indonesia tersebut juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Selain itu, untuk reinvestasi dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri maka juga harus memenuhi 2 persyaratan berikut:
Kemudian, untuk reinvestasi di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham maka juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Sementara itu, untuk reinvestasi dalam bentuk pembelian aktiva tetap atau investasi berupa aktiva tidak berwujud maka BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan minimal dalam jangka waktu 3 tahun sejak perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tidak berwujud yang bersangkutan.
Apabila persyaratan-persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka penghasilan tersebut dikenakan BPT. Adapun BPT dikenakan terhitung sejak diperolehnya penghasilan kena pajak sesudah dikurangi PPh badan.
Selanjutnya, sisa laba BUT setelah seluruh kewajiban pajak di Indonesia disetorkan, termasuk PPh badan dan BPT, dapat dikirim atau ditransfer ke kantor pusat di luar negeri.
Ringkasnya, branch profit tax (BPT) adalah istilah yang digunakan untuk menyebut PPh Pasal 26 yang dikenakan atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia. Artinya, BPT dikenakan atas laba bersih setelah pajak dari suatu BUT.
BPT dikenakan apabila laba bersih setelah pajak dari suatu BUT tidak ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan ketentuan. Adapun tarif BPT ditetapkan sebesar 20% atau bisa lebih rendah berdasarkan P3B. (rig)
