PP 44/2022

Ini Keterangan Resmi Ditjen Pajak Soal PP 44/2022 Turunan UU HPP

Redaksi DDTCNews
Kamis, 08 Desember 2022 | 09.50 WIB
Ini Keterangan Resmi Ditjen Pajak Soal PP 44/2022 Turunan UU HPP

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah menerbitkan PP 44/2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

PP 44/2022 tersebut merupakan salah satu turunan dari Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa beleid ini merupakan pengganti PP 1/2012.

“PP 1/2012 dan perubahannya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi PPN dan PPnBM serta pengaturan dalam UU HPP sehingga perlu disempurnakan,” ujarnya dalam Siaran Pers Nomor SP- 63/2022, Kamis (8/12/2022).

DJP mengatakan setelah diundangkannya UU HPP, perlu dilakukan penyesuaian pengaturan PPN barang dan jasa serta PPnBM terkait dengan tarif, cara menghitung, penggunaan besaran tertentu, serta penunjukkan pihak lain untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.

Dalam siaran pers tersebut, DJP menjabarkan 3 kelompok besar pengaturan dalam PP 44/2022.

Pertama, substansi baru.

  1. Pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM (Pasal 5).
  • Pihak lain merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang paling sedikit berupa pedagang, penyedia jasa, dan/atau penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik.
  • PPN atau PPN dan PPnBM tetap dipungut oleh pihak lain yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM walaupun melakukan transaksi dengan pemungut PPN Pasal 16A UU PPN atau memfasilitasi transaksi pemungut PPN Pasal 16A tersebut.
  1. Pengaturan lebih lanjut terkait barang kena pajak (BKP)/jasa kena pajak (JKP), yang meliputi:
  • Pemberian cuma-cuma BKP/JKP (Pasal 6).
  • Penegasan pengenaan PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam aktivitas operasional maupun non-operasional (Pasal 8).
  • Pengenaan PPN atas penyerahan BKP berupa agunan yang diambil alih oleh kreditur (Pasal 10).
  • Penyerahan BKP dalam skema transaksi pembiayaan syariah yang tidak dikenai PPN sepanjang BKP tersebut pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula menyerahkannya (Pasal 12).
  1. Pengaturan terkait penggunaan besaran tertentu (Pasal 15).
  2. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, yang dibuat setelah melewati jangka waktu 3 bulan sejak dokumen tersebut seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak (Pasal 28).

Kedua, substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya.

  1. Pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dapat memenuhinya secara self assessment menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) (Pasal 4).
  2. Penyesuaian pengaturan terkait BKP/JKP, meliputi penghapusan terminologi dan pengaturan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif (Pasal 6) dan penyesuaian teknis pengenaan PPN atas penyerahan BKP melalui penyelenggara lelang (Pasal 9).
  3. Penyesuaian penghitungan PPN dan PPNBM (Pasal 17).
  4. Penyesuaian dasar pengenaan pajak (DPP) yang digunakan dalam rangka penentuan PPN dan PPnBM dalam hal dilakukan pemeriksaan (Pasal 17 (3)).
  5. Penentuan kurs menteri keuangan yang digunakan untuk menghitung PPN atau PPN dan PPnBM terutang dalam hal transaksi dilakukan dengan menggunakan mata uang selain rupiah (Pasal 21).

Kedua, substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya.

  1. Pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  2. Pengaturan lebih lanjut terkait BKP/JKP, yang meliputi penyerahan JKP di dalam daerah pabean (Pasal 8), pengalihan BKP untuk setoran modal pengganti saham (Pasal 11), jenis barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (Pasal 13).
  3. Pengaturan terkait DPP PPN atau PPN dan PPnBM.
  4. Penghitungan PPN dan PPnBM dalam hal nilai kontrak atau perjanjian yang di dalamnya sudah termasuk PPN atau PPN dan PPnBM.
  5. Penghapusan piutang dan musnah atau rusaknya BKP tidak mengakibatkan penyesuaian PPN yang telah dilaporkan.
  6. Hak pengembalian atas PPN atau PPN dan PPnBM yang salah dipungut.
  7. Tempat pengkreditan pajak masukan.
  8. Penentuan saat dan tempat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM.
  9. Ketentuan pengisian keterangan dalam faktur pajak.
  10. Faktur pajak yang dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat faktur pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai faktur pajak.
  11. Pengaturan lebih lanjut terkait PKP pedagang eceran. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.