IHPS SEMESTER II/2019

Ini Delapan Permasalahan Signifikan atas Penyelesaian Restitusi Pajak

Redaksi DDTCNews | Minggu, 10 Mei 2020 | 08:00 WIB
Ini Delapan Permasalahan Signifikan atas Penyelesaian Restitusi Pajak

Ilustrasi Gedung BPK.

JAKARTA, DDTCNews—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan terdapat delapan permasalahan signifikan dalam penyelesaian restitusi pajak sepanjang semester kedua tahun lalu.

Delapan persoalan restitusi pajak itu terangkum dalam ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019. Pertama, adanya persoalan pengenaan sanksi denda yang tidak sesuai dengan UU KUP Pasal 14 ayat (4) atas pelaporan penyerahan barang ekspor.

Akibat ketidaksesuaian tersebut menyebabkan wajib pajak terkena sanksi administrasi yang tidak seharusnya senilai Rp2,37 miliar. Adapun temuan tersebut terjadi di KPP Madya Jakarta Pusat.

Baca Juga:
Kemenkeu Serahkan LKPP 2023, BPK Ingatkan Ini kepada Pemerintah

“BPK merekomendasikan Dirjen Pajak agar memerintahkan Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur untuk meneliti adanya unsur kelalaian atau kesengajaan dalam penetapan Surat Tagihan Pajak,” sebut BPK dalam IHPS dikutip Jumat (8/5/2020).

Kedua, terdapat temuan atas perbedaan perlakuan koreksi pajak atas kredit pajak impor barang kena pajak yang mengakibatkan kelebihan pembayaran restitusi sebesar Rp201,92 miliar.

BPK meminta Dirjen Pajak melakukan penelaahan dengan Itjen Kemenkeu dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh KPP Pratama Soreang.

Baca Juga:
Sentralisasi Aplikasi Pajak Bakal Tingkatkan Efisiensi Kerja Fiskus

Ketiga, adanya perbedaan koreksi pajak masukan atas perolehan barang atau jasa kena pajak dalam negeri, sehingga berpotensi kelebihan pemberian restitusi sebesar Rp13,6 miliar kepada wajib pajak yang terdaftar di Kanwil DJP Jakarta Pusat.

BPK meminta Dirjen Pajak berkoordinasi dengan Itjen Kemenkeu untuk meneliti adanya unsur kelalaian atau kesengajaan dalam menelaah keberatan, dan menindaklanjuti hasil review sesuai dengan ketentuan.

Keempat, adanya temuan permasalahan pada restitusi yang diberikan kepada wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Karang Anyar senilai Rp6,4 miliar.

Baca Juga:
Optimalkan PPN dan Iuran, Ditjen Pajak dan BPH Migas Bertukar Data

BPK meminta Dirjen Pajak berkoordinasi dengan Itjen Kemenkeu untuk meneliti ada atau tidaknya unsur kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan oleh Account Representative (AR), Kepala Seksi Waskon I dan Kepala KPP pada KPP Pratama Karang Anyar.

Kelima, BPK menemukan pemeriksa pajak tidak melakukan prosedur kerja secara lengkap dalam menguji faktur pajak masukan dari lima wajib pajak, sehingga menyebabkan kelebihan pemberian restitusi sebesar Rp1,4 miliar.

Tak hanya itu, BPK juga menemukan adanya kekurangan penerimaan pajak dari sanksi administrasi kenaikan 100% sebesar Rp1,4 miliar.

Baca Juga:
Urus Restitusi Pajak hingga Rp 100 Juta, DJP Jelaskan Prosedurnya

Keenam, adanya temuan kegiatan pemeriksa KPP PMA V yang tidak memperhatikan ketentuan perihal perlakuan atas pemungutan PPN di kawasan berikat, sehingga berpotensi menyebabkan kerugian negara atas imbalan bunga sebesar Rp4,3 miliar.

Ketujuh, BPK menemukan adanya pemeriksaan yang tak sesuai dengan ketentuan sehingga menyebabkan potensi imbalan bunga sebesar US$241.000.

BKP meminta Dirjen Pajak berkoordinasi dengan Itjen Kemenkeu untuk melihat ada atau tidaknya unsur kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dan Kepala KPP terkait.

Baca Juga:
Begini Realisasi Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak pada 2023

Kedelapan, BPK menyebutkan DJP tidak cermat dalam menerapkan perlakuan perpajakan atas branch profit tax Bentuk Usaha Tetap, dan participating interest atas wajib pajak bidang usaha hulu migas sehingga berujung sengketa pajak.

Akibat ketidakcermatan tersebut, penerimaan negara berkurang atas restitusi dari perhitungan lebih bayar sebesar Rp2,08 triliun. Selain itu, terdapat potensi restitusi berikutnya dari upaya hukum atas kondisi serupa.

“BPK merekomendasikan Dirjen Pajak melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk mendapatkan data Plan of Development (PoD)," sebut BPK dalam IHPS Semester II/2019. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 31 Maret 2024 | 14:00 WIB LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

Kemenkeu Serahkan LKPP 2023, BPK Ingatkan Ini kepada Pemerintah

Rabu, 27 Maret 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Sentralisasi Aplikasi Pajak Bakal Tingkatkan Efisiensi Kerja Fiskus

Kamis, 21 Maret 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Optimalkan PPN dan Iuran, Ditjen Pajak dan BPH Migas Bertukar Data

Minggu, 17 Maret 2024 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus Restitusi Pajak hingga Rp 100 Juta, DJP Jelaskan Prosedurnya

BERITA PILIHAN
Selasa, 16 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tarif PPN untuk 5 Jasa Tertentu Ini Bakal Naik Tahun Depan, Asalkan...

Selasa, 16 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan Perpanjangan Lapor SPT, WP Badan Harus Lunasi Dulu PPh Terutang

Selasa, 16 April 2024 | 15:00 WIB PELAPORAN PAJAK

Agar Lapor SPT Tahunan Lancar, DJP Sarankan WP Badan Siapkan Hal Ini

Selasa, 16 April 2024 | 14:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penjualan Emas kepada Pihak-Pihak Tertentu yang Tidak Dipungut PPh 22

Selasa, 16 April 2024 | 14:25 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Antisipasi Dampak Perang Iran-Israel, APBN Tetap Jadi Bantalan

Selasa, 16 April 2024 | 14:00 WIB LAYANAN BEA DAN CUKAI

Modus Penipuan Catut Bea Cukai, Pelaku Kerap Berikan Nomor Resi Palsu

Selasa, 16 April 2024 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Bebas Utang Pajak Jadi Syarat Penunjukan Mitra Utama Kepabeanan

Selasa, 16 April 2024 | 13:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Jangan Mepet Deadline Saat Lapor SPT Tahunan, Ini Risikonya