KEBIJAKAN FISKAL

Ini 8 Poin Rencana Kebijakan Baru Terkait Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 03 September 2019 | 20:03 WIB
Ini 8 Poin Rencana Kebijakan Baru Terkait Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan 8 poin penting terkait perombakan beberapa ketentuan di bidang perpajakan. Poin-poin tersebut juga masuk dalam revisi undang-undang (UU) dalam konteks reformasi perpajakan.

Pemerintah, sambungnya, tengah menyusun rancangan regulasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menambah pendanaan investasi, menyesuaikan prinsip pemajakan bagi wajib pajak orang pribadi menggunakan asas territorial, mendorong kepatuhan, dan menjaga iklim usaha.

“Dan menempatan berbagai fasilitas perpajakan dalam perundang-undangan,” katanya di Kantor Presiden, Selasa (3/9/2019).

Baca Juga:
Gaji Anggota Firma atau CV Tak Bisa Dibiayakan, Harus Dikoreksi Fiskal

Pertama, perubahan dalam UU Pajak Penghasilan (PPh). Perubahan regulasi ini bukan hanya memangkas tarif pajak badan dari 25% menjadi 20%. Perubahan sistem pajak dari berbasis worldwide menjadi berbasis territorial juga manjadi perubahan besar dari UU PPh.

Terkait dengan pemangkasan tarif, pemerintah akan melakukannya secara efektif pada 2021. Sri Mulyani juga menjanjikan tarif pajak serupa dengan Singapura, yaitu sebesar 17%, untuk perusahaan terbuka.

Kedua, Penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri dan luar negeri. Kebijakan ini berlaku apabila dividen diinvestasikan kembali di wilayah NKRI.

Baca Juga:
Diskon Tarif Pajak Pasal 31E UU PPh di e-Form, DJP Ungkap Caranya

Ketiga, sistem pajak akan berubah dari worldwide menjadi territorial untuk wajib pajak orang pribadi. Rezim pajak territorial ini berlaku untuk baik untuk WP OP dalam negeri dan WP OP asing dengan masa tinggal lebih dari 183 hari.

Keempat, relaksasi sanksi administratif bagi wajib pajak. Sri Mulyani menyatakan sanksi 2% per bulan yang berlaku saat ini sangat memberatkan wajib pajak karena secara akumulasi nilainya melebihi suku bunga konvensional di lembaga keuangan. Rencananya tarif sanksi akan diturunkan menjadi 1%.

“Kami susun bagaimana sanksi administrasi perpajakan didesain ulang agar kepatuhan pajak jadi jauh lebih mudah dan lebih logis untuk patuh dibanding kalau mereka tidak patuh,” paparnya.

Baca Juga:
Pajak Masukan atas Emas Tidak Dapat Dikreditkan Tapi Bisa Dibebankan

Kelima, relaksasi diberikan terkait pajak pertambahan nilai (PPN). Pemerintah akan membuka ruang bagi pelaku usaha untuk bisa melakukan pengkreditan untuk barang yang dikecualikan atau bukan merupakan objek pajak.

“Kami berikan relaksasi terhadap hak untuk kreditkan pajak masukan terutama bagi perusahaan kena pajak yang selama ini mereka, barang yang dihasilkan tidak dibukukan sebagai obyek pajak. Pajak masukan yang tadinya tidak bisa dikreditkan menjadi bisa dikreditkan,” jelas Sri Mulyani.

Keenam, reformasi perpajakan dari sisi regulasi akan menempatkan seluruh fasilitas insentif perpajakan dalam satu aturan tersendiri. Fasilitas sepertitax holiday, super deduction, fasilitas PPh untuk KEK, dan PPh untuk SBN di pasar internasional memiliki landasan hukum yang kuat dan dalam implementasinya dapat dilakukan secara konsisten.

Baca Juga:
Wanita Cerai dan Punya 2 Tanggungan Anak, Begini Status PTKP-nya

Ketujuh, pemerintah akan menjawab tantangan ekonomi digital seperti Google dan Amazon dengan membuat aturan main yang memungkinkan pemain raksasa digital tersebut dapat menjadi subjek pajak. Dengan demikian, perusahaan digitaltersebut mempunyai kewajiban memungut pajak dan menyetornya ke kas negara. Instrumen PPN menjadi pintu masuk negara dalam memajaki entitas digital.

“Dengan RUU ini, kami tetapkan bahwa mereka perusahaan digital internasional, Google, Amazon, mereka bisa memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. Ini supaya tidak ada penghindaran pajak karena mereka tahu berapa jumlah volume kegiatan ekonominya. Tarif sama, 10%,” jelasnya.

Kedelapan, aturan main Bentuk Usaha Tetap (BUT) akan diubah dan tidak kaku terkait syarat mutlak untuk bisa menjadi BUT harus dengan kehadiran fisik. Aspek nilai tambah ekonomi yang dihasilkan atau significant economic presence juga akan dihitung sebagai komponen pembentuk BUT.

“Presiden dan Wapres meminta matangkan RUU ini sehingga bisa lakukan konsultasi publik sehingga bisa disampaikan segera ke Dewan untuk perkuat ekonomi Indonesia,” imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 18 April 2024 | 08:53 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diskon Tarif Pajak Pasal 31E UU PPh di e-Form, DJP Ungkap Caranya

Selasa, 16 April 2024 | 11:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pajak Masukan atas Emas Tidak Dapat Dikreditkan Tapi Bisa Dibebankan

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M