Dirjen Bea dan Cukai Askolani dalam konferensi APBN Kita, Senin (24/5/2022).
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea Cukai (DJBC) menyebut larangan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) beserta produk turunannya membuat negara kehilangan potensi penerimaan sejumlah Rp900 miliar pada bulan ini.
Dirjen Bea Cukai Askolani mengatakan pelarangan ekspor tersebut diestimasi telah mengurangi volume ekspor 1,6 juta ton CPO dan produk turunannya. Hal itu juga kemudian berdampak pada kinerja penerimaan bea keluar.
"Untuk dampaknya ke bea keluar itu sekitar Rp0,9 triliun atau Rp900 miliar," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip pada Selasa (24/5/2022).
Hingga April 2022, penerimaan bea keluar tercatat Rp14,51 triliun atau tumbuh 102,05% dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi tersebut didorong peningkatan volume ekspor dan harga komoditas, terutama produk kelapa sawit dan tembaga.
Secara bulanan, pemerintah menyebut dampak kebijakan pelarangan ekspor minyak kelapa sawit terhadap penerimaan bea keluar belum terasa lantaran baru diterapkan mulai 28 April 2022.
Selain itu, lanjut Askolani, kebijakan pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya tersebut juga turut berdampak pada penurunan devisa. Menurut estimasinya, devisa yang berkurang sekitar US$2,2 miliar.
Pemerintah sebelumnya memutuskan untuk melarang sementara ekspor CPO dan produk turunannya pada 28 April hingga 22 Mei 2022. Kebijakan tersebut dilakukan untuk meningkatkan pasokan minyak goreng di dalam negeri.
Kemudian, keran ekspor CPO dan produk turunannya kembali dibuka pada 23 Mei 2022. Keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan data pasokan dan tren penurunan harga minyak goreng di dalam negeri.
Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan juga sudah merilis Permendag 30/2022 untuk mengubah kebijakan eksportir CPO dan produk turunanya.
"Kami di Kementerian Keuangan akan menetapkan KMK sehingga kebijakan baru dari pengendalian ekspor CPO akan mulai berjalan dan akan mulai diawasi, baik untuk domestik maupun ekspornya," ujar Askolani. (rig)