Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan paparannya. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah telah memiliki berbagai instrumen fiskal untuk mendukung pelestarian hutan, termasuk dari sisi perpajakan.
Sri Mulyani mengatakan terdapat berbagai insentif perpajakan yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mendukung kelestarian hutan. Menurutnya, insentif yang diberikan mulai dari pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), hingga bea masuk.
"Ini adalah instrumen fiskal dari sisi pajak," katanya dalam Kongres Kehutanan Indonesia VII, dikutip Sabtu (2/7/2022).
Sri Mulyani mengatakan insentif perpajakan yang diberikan misalnya berupa tax allowance untuk penanaman modal di bidang kehutanan. Insentif ini diberikan berdasarkan PP 78/2019.
Kemudian, ada PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tidak dipungut atas impor barang keperluan museum, kebun binatang, dan barang untuk konservasi alam. Kebijakan ini tertuang dalam PMK 231/2001 s.t.d.t.d PMK 198/2019.
Masih berkaitan dengan insentif tersebut, ada pula bea masuk tidak dipungut atas impor barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, serta barang untuk konservasi alam. Insentif ini diatur dalam UU 17/2006 tentang Kepabeanan dan PMK 90/2012.
Selain itu, Sri Mulyani menyebut ada KMK 959/1983 dan PMK 219/2012 yang mengatur pembentukan atau pemupukan dana cadangan penanaman kembali untuk usaha kehutanan yang boleh dibebankan sebagai biaya.
"Itu bisa deductible, bisa dibiayakan. Perusahaan kalau melakukan itu bisa mengurangi ongkos atau biaya mereka sehingga bisa mendapatkan return yang lebih baik," ujarnya.
Terakhir, ada insentif PPN dibebaskan atas impor dan penyerahan bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan. Kebijakan ini diatur dalam PP 81/2015.
Menurut Sri Mulyani, pemberian insentif perpajakan tersebut menjadi bagian dari langkah pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca. Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC) menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030. Selain itu, ada target net zero emission (NZE) pada 2060.
Dia menambahkan desain kebijakan fiskal juga diarahkan untuk mendukung ekonomi hijau. Misalnya melalui pengembangan industri kendaraan berbasis baterai, meningkatkan energi baru dan terbarukan, pengembangan nilai ekonomi karbon, memobilisasi pembiayaan ekonomi hijau, serta mengoptimalkan kerja sama internasional untuk penurunan emisi. (sap)