Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Rabu (1/9/2021). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batu bara nasional semester l/2021 mencapai 286 juta ton, realisasi itu baru mencapai 45,76 persen dari target produksi tahun ini yaitu sebesar 625 juta ton. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Sebanyak 3 fraksi di DPR RI memandang usulan tarif pajak karbon dari pemerintah sebesar Rp75 per kilogram CO2e sebagaimana yang tertuang pada RUU KUP masih terlalu tinggi.
Fraksi Gerindra, Nasdem, dan Demokrat mengusulkan tarif pajak karbon hanya sebesar paling rendah Rp5 dan paling tinggi Rp10 per kilogram CO2e.
Menurut Fraksi Gerindra, Indonesia saat ini sedang berada dalam masa pemulihan ekonomi. Namun, Indonesia memerlukan pajak karbon guna menekan dampak negatif dari emisi karbon.
"Solusi moderat, pajak karbon tetap diberlakukan namun dengan tarif yang lebih rendah yakni antara Rp5 sampai Rp10 per CO2e atau satuan yang setara, dan jangka waktu pelaksanaanya 5 tahun setelah UU diundangkan," tulis Fraksi Gerindra dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUP, dikutip Jumat (24/9/2021).
Fraksi Nasdem memandang tarif pajak karbon perlu disesuaikan dengan tarif yang diterapkan oleh yurisdiksi lain, PDB, dan struktur perekonomian. Senada dengan Fraksi Gerindra, Fraksi nasdem juga mengusulkan adanya masa tenggang selama 5 tahun.
Fraksi Demokrat mengusulkan tarif pajak karbon sebesar Rp5-10 per CO2e sembari mengingatkan kepada pemerintah bahwa pajak karbon memiliki fungsi untuk mengurangi eksternalitas negatif, bukan untuk meningkatkan penerimaan.
Berbeda dengan ketiga fraksi di atas, Fraksi Golkar mengusulkan penetapan tarif pajak karbon yang berdasarkan pada penurunan emisi dan disesuaikan dengan target bauran energi baru terbarukan (EBT) dan rencana umum energi nasional (RUEN).
Penerapan pajak karbon juga dinilai perlu dilakukan secara bertahap. "Pajak karbon perlu diterapkan secara bertahap karena metodologinya dan lembaganya belum ada. Selain itu, penghitungan tarif pajaknya juga belum jelas," tulis Fraksi Golkar pada DIM RUU KUP.
Selain mengusulkan ketentuan tarif yang sama sekali berbeda, Fraksi Golkar juga mengusulkan adanya satu ayat khusus yang memfasilitasi kredit karbon dan carbon trading.
"Pengaturan kredit karbon yang komprehensif diharapkan dapat mendorong kegiatan carbon trading sehingga Indonesia dapat menjadi pusat perdagangan dan bursa karbon utama dunia," tulis Fraksi Golkar.