Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Terdapat 4 elemen yang harus diperhatikan dalam proses transformasi digital pada bidang pajak.
Assistant Manager DDTC Fiscal Research Awwaliatul Mukarromah mengatakan digitalisasi yang dilakukan pemerintah menunjukkan keseriusan dalam pembenahan administrasi pajak dengan mengikuti perkembangan teknologi.
“Untuk mengoptimalkan perubahan sistem tersebut, tentunya diperlukan juga dukungan dan partisipasi dari wajib pajak agar digitalisasi pada bidang pajak tersebut dapat berjalan sesuai dengan harapan,” ujar Awwaliatul, Selasa (31/3/2021).
Adapun keempat elemen yang harus diperhatikan antara lain, pertama, interaksi antara wajib pajak dan otoritas pajak yang berkesinambungan sangat diperlukan. Kedua, digitalisasi di bidang pajak bertujuan untuk menciptakan layanan pajak yang sederhana dan cepat.
Ketiga, transparansi dibutuhkan agar dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara sukarela. Keempat, data management sangat dibutuhkan sehingga wajib pajak memiliki jaminan privasi, keamanan, dan perlindungan data untuk membangun kepercayaannya dengan otoritas pajak.
Bagaimanapun, sambung Awwaliatul, pesatnya perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam proses bisnis berbagai pihak. Digitalisasi akan terus berlanjut sehingga perlu antisipasi dan adaptasi secara cepat, tidak terkecuali dalam sistem administrasi pajak.
Untuk menciptakan sistem pajak yang lebih efisien dan berkeadilan, lanjutnya, pembaruan sistem administrasi pajak menjadi suatu keniscyaan. Pandemi Covid-19, yang menuntut adanya pembatasan sosial dan mobilitas, mempercepat implementasi skema layanan secara elektronik atau digital.
Awwaliatul menjelaskan sejak pandemi Covid-19, selain mengoptimalkan sistem online yang sudah ada seperti e-filing, e-faktur dan sebagainya, pemerintah juga telah melakukan transformasi digital atas proses bisnis pada bidang pajak.
Beberapa kebijakan yang diterapkan adalah proses pemeriksaan yang dilaksanakan secara elektronik, penyampaian keberatan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah melalui fitur e-objection, dan adanya skema persidangan elektronik di Pengadilan Pajak.
Menurutnya, dengan adanya digitalisasi pada bidang pajak, wajib pajak dapat dengan mudah mengakses segala informasi dan layanan pajak yang dibutuhkan tanpa harus datang langsung ke kantor pajak ataupun Pengadilan Pajak jika terjadi sengketa.
Tidak hanya itu, pemanfaatan teknologi yang tepat dapat membantu otoritas pajak melengkapi data dan informasi wajib pajak. Dengan data tersebut, otoritas pajak dapat lebih berfokus pada wajib pajak yang memiliki risiko tinggi dalam proses pengawasan dan pemeriksaan.
Hal tersebut, sambung Awwaliatul, dapat dilaksanakan dengan menerapkan sistem compliance risk management (CRM) secara lebih tepat sasaran dan terukur sesuai dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-39/PJ/2021 tentang Implementasi Compliance Risk Management dan Business Intelligence.
Dengan adanya sistem CRM, otoritas pajak dapat melakukan pengawasan baik dalam kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, maupun penagihan. Dengan begitu, otoritas lebih mengenal wajib pajak sehingga dapat memperlakukannya secara lebih baik, tepat, adil, mudah, dan murah.
“Adanya administrasi pajak yang kuat tidak hanya berarti efektif dalam mengumpulkan penerimaan pajak, tetapi juga efektif dalam menjalin hubungan setara dan siap bekerja sama dengan wajib pajak dan pemangku kepentingan lainnya,” imbuh Awwaliatul. (kaw)