Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews ā Kementerian Keuangan menyatakan rencana pemerintah untuk menambah lapisan (layer) penghasilan kena pajak dan perubahan tarif PPh orang pribadi akan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan ability to pay wajib pajak.
Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan kebijakan PPh ke depan akan disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak dan bersifat progresif seiring dengan peningkatan penghasilan wajib pajak.
"Kebijakan pajak memperhatikan aspek administrasi dan aspek fairness serta mempertimbangkan fungsi pajak dalam konteks budgetair dan regulerend untuk mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat," katanya, Senin (24/5/2021).
Oka menjelaskan rencana pemerintah untuk mengubah lapisan pendapatan dan tarif pajak penghasilan orang pribadi tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022.
Meski demikian, detail lebih lanjut mengenai perubahan skema PPh orang pribadi ini nantinya akan dibahas bersama dengan DPR. "Saat ini pemerintah masih menunggu jadwal pembahasan dengan DPR," ujarnya.
Untuk diketahui, lapisan penghasilan kena pajak dan besaran tarif PPh orang pribadi diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Berdasarkan pada pasal tersebut, terdapat 4 lapisan penghasilan kena pajak dengan besaran tarif PPh yang meningkat seiring dengan peningkatan penghasilan.
Pada lapisan pertama, penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta dikenai PPh dengan tarif sebesar 5%. Penghasilan kena pajak di atas Rp50 juta hingga Rp250 juta dikenai tarif PPh sebesar 15%.
Pada lapisan ketiga, penghasilan kena pajak di atas Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta dikenai tarif PPh sebesar 25%. Kemudian, penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta dikenai tarif PPh sebesar 30%.
Sekadar informasi, tak sedikit organisasi internasional yang mendorong Indonesia untuk menambah lapisan penghasilan kena pajak di atas lapisan yang saat ini berlaku. Salah satu organisasi tersebut adalah World Bank.
Melalui laporan Indonesia Economic Prospects yang terbit pada Juli 2020, World Bank mengusulkan penambahan lapisan penghasilan kena pajak baru di atas lapisan yang saat ini berlaku dengan tarif sebesar 35%. (rig)