Wakil Ketua Komite Tetap Perpajakan Kadin Indonesia Herman Juwono.
JAKARTA, DDTCNews – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai kebijakan baru impor barang kiriman sudah tepat, di tengah meningkatnya impor melalui platform e-commerce yang dikhawatirkan akan mengganggu industri nasional, terutama industri kecil dan menengah (IKM).
Herman Juwono, Wakil Ketua Komite Tetap Perpajakan Kadin Indonesia mengatakan kebijakan baru tersebut akan mendorong pebisnis di bidang e-commerce untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Kebijakan tersebut bisa menjadi bagian dari upaya untuk memperluas ekstensifikasi wajib pajak. Selama ini, imbuhnya, pembayaran pajak baru sekitar 20% dari total keseluruhan kegiatan perdagangan secara elektronik.
“Diharapkan penerimaan dari sektor bea masuk dan pajak impor tersebut nantinya dapat meningkat untuk penerimaan negara,” kata Herman yang juga sebagai Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (Perkoppi) ini dalam sosialisasi impor barang kiriman di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), Jumat (24/1/2020).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman, pemerintah menurunkan batasan nilai pembebasan (de minimis) atas impor barang kiriman dari sebelumnya US$75 menjadi US$3.
Selain itu, pungutan pajak dalam rangka impor diberlakukan normal (tidak ada batas ambang bawah/de minimis). Ada pula rasionalisasi tarif ditetapkan dari total ± 27,5% - 37,5% (bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP atau PPh 20% tanpa NPWP) menjadi ± 17,5% (bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%).
Kebijakan tersebut diharapkan dapat menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran.
Kadin, sambung dia, berharap agar IKM Indonesia juga dapat memanfaatkannya untuk memperbaiki diri meningkatkan daya saing dan bukan untuk dilakukan proteksi terus menerus.
Berdasarkan catatan dokumen impor, transaksi e-commerce melalui barang kiriman di Tanah Air pada 2019 mencapai 49,69 juta paket. Jumlah ini meningkat tajam dari tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 19,57 juta paket dan pada 2017 sebanyak 6,1 juta paket.
Karena derasnya impor, sambung dia, beberapa sentra-sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk jadi dari China. Untuk itu, dalam aturan baru ini pemerintah membedakan tarif atas produk tas, sepatu dan garmen.
Khusus untuk tiga komoditas tersebut tetap diberikan de minimis untuk bea masuk sampai dengan US$3. Jika lebih dari itu, diberikan tarif normal (MFN) yaitu, bea masuk untuk tas 15% - 20%, sepatu 25% - 30%, produk tekstil 15% - 25%, masing-masing dengan PPN 10% dan PPh 7,5% - 10%.
Ketua Komite Tetap Perdagangan Kadin Indonesi Tutum Rahanta mengatakan bahwa ini merupakan tanggapan positif pemerintah yang telah menerima usulan dari dunia usaha, untuk menyelamatkan IKM yang terimbas dari impor barang melalui e-commerce.
“Ya inilah bukti nyata dari Kementerian Keuangan yang melindungi kita dengan kebijakan ini. Kami sangat mengapresiasinya, mudah-mudahan IKM kita dapat membanjiri konsumen kita sendiri,” kata Tutum.