KEBIJAKAN PAJAK

Pendekatan Baru DJP: Dari Audit ke Dialog Lewat Cooperative Compliance

Muhamad Wildan
Senin, 17 November 2025 | 14.45 WIB
Pendekatan Baru DJP: Dari Audit ke Dialog Lewat Cooperative Compliance
<p>Dirjen Pajak Bimo Wijayanto.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) berencana untuk mengadopsi pendekatan cooperative compliance guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak guna merespons kompleksnya perekonomian dan meningkatnya transaksi lintas batas yurisdiksi.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan konsep kepatuhan pajak selama ini dibangun secara sederhana, yakni jika melanggar maka akan dihukum. Menurutnya. model enforcement tersebut efektif untuk menciptakan kepatuhan dasar.

"Namun, seiring dengan ekonomi yang makin kompleks, transaksi lintas batas yang meningkat, dan model bisnis digital yang bertumbuh, pendekatan konsep sederhana dari tax enforcement tadi menjadi tidak efektif," katanya saat memberikan keynote speech dalam seminar bertajuk Reinventing Tax Compliance: From Enforcement to Cooperative Compliance yang digelar oleh FEB UI dan DDTC, Senin (17/11/2025).

Dengan cooperative compliance, wajib pajak tidak dianggap sebagai pihak yang berseberangan dari otoritas pajak, tetapi sebagai mitra otoritas pajak dalam berkolaborasi.

Pendekatan cooperative compliance juga memungkinkan otoritas pajak untuk melakukan manajemen risiko atas wajib pajak besar sebelum munculnya antara otoritas dan wajib pajak.

"Cooperative compliance menegakkan konsep bahwa sengketa antara wajib pajak dan fiskus diselesaikan bahkan sebelum SPT disampaikan. Praktik ini telah diimplementasikan di beberapa negara yang advance, seperti AS, Inggris, dan Australia," ujar Bimo.

Berdasarkan benchmarking yang dilakukan oleh DJP atas praktik cooperative compliance di beberapa negara, Bimo berpandangan terdapat best practice yang bisa diadopsi untuk menerapkan cooperative compliance di Indonesia.

Terkait dengan ruang lingkup, cooperative compliance akan diterapkan khusus atas wajib pajak korporasi besar dengan risiko penerimaan yang besar.

Wajib pajak besar yang turut serta dalam program cooperative compliance DJP akan direviu secara real time sejak awal tahun. Hasil reviu akan didiskusikan dan disepakati sebelum SPT disampaikan. Dengan langkah ini, isu substantif bisa diselesaikan di depan.

"Skema assurance ini bersifat voluntary di mana wajib pajak besar mengajukan diri atau menyatakan minat untuk mengikuti program cooperative compliance," tutur Bimo.

Apabila cooperative compliance berjalan dengan baik, wajib pajak bakal memperoleh peningkatan kepastian pajak berkat menurunnya potensi pemeriksaan yang bersifat luas dan intensif.

"Dengan demikian, cooperative compliance menggeser hubungan dari yang semula reaktif berbasis audit menjadi preventif berbasis dialog," kata Bimo.

Sementara itu, Dekan FEB UI Yulianti menuturkan kepatuhan merupakan salah satu kunci untuk terwujudnya penerimaan pajak yang optimal. Namun, biaya yang timbul untuk mengadministrasikan pajak seyogianya tidak melebihi penerimaan pajak yang berpotensi diterima.

"Apakah revenue ini justify the cost? Kalau cost-nya terlalu besar ketimbang revenue-nya, sesuatu yang baik itu mungkin menjadi berlawanan dari yang diinginkan," ujar Yulianti dalam welcoming speech-nya.

Oleh karena itu, Yulianti berharap cooperative compliance bisa menjadi solusi untuk menciptakan pemungutan pajak yang lebih efektif. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.