SEJARAH PAJAK

Bagaimana Sejarah Pajak Penghasilan di Indonesia?

Redaksi DDTCNews
Selasa, 16 September 2025 | 19.00 WIB
Bagaimana Sejarah Pajak Penghasilan di Indonesia?
<p>Ilustrasi.&nbsp;</p>

JAKARTA, DDTCNews - Praktik pemungutan pajak di dunia sudah dikenal sejak sebelum Masehi. Pada zaman kuno, pemungutan pajak dikenal sebagai upeti, yakni iuran rakyat kepada negara atau penguasa.

Hal tersebut juga terjadi di Indonesia. Namun, dalam perkembangannya, ada pergeseran paradigma dari upeti menjadi konsep pajak. Upeti mulai ditinggalkan seiring berakhirnya era peradaban kerajaan Hindu-Budha dan beralih ke konsep pajak yang dikenalkan oleh kolonial Belanda.

Dikutip dari buku Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan Edisi Kedua, sistem pajak yang dikenalkan oleh Belanda mulai berlangsung lebih teratur, tersistem, terlembaga, dan konsisten. Sejak saat itu, pajak menjadi bagian penting dalam struktur pendapatan negara.

Nah, salah satu jenis pajak yang menjadi tumpuan pembiayaan negara adalah pajak penghasilan (PPh).

Seperti apa perjalanan pemungutan PPh di Indonesia?

Untuk menggambarkan runutan sejarah pemungutan PPh di Indonesia, ada 5 periode yang mewakili momentum perkembangan PPh. Berikut penjelasan dari masing-masing periode.

Pemungutan PPh Sebelum 1920

Pada 1816, pengenaan PPh dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks), yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pajak ini diciptakan pada masa penjajahan Inggris di bawah kepemimpinan Raffles.

Pada 1824, ketika Belanda kembali menguasai Nusantara, huistaks tidak cuma dikenakan terhadap pribumi, tetapi juga kepada orang asing yang berdagang, bekerja sebagai buruh, atau pengrajin.

Pada 1839, huistaks dihapus dan digantikan dengan pajak atas penghasilan yang berasal dari kegiatan berdagang (business tax) dengan tarif 2%. Selanjutnya, pada 1885 pengenaan pajak terhadap orang asing terus berlanjut. Orang asing dari Asia dikenakan tarif pajak 4% dengan adanya batas minimum penghasilan (2 guilder).

Pada 1907, business tax digantikan dengan pajak atas bisnis dan penghasilan lainnya. Tarif pajak atas bisnis dan penghasilan lainnya bersifat progresif.

Pada 1908, pengenaan pajak atas penghasilan kepada orang-orang Eropa dan subjek pajak lainnya diatur dalam aturan hukum, yaitu berdasarkan Ordonansi Pajak Pendapatan 1908.

Selanjutnya, pada 1916 dikenal pajak atas keuntungan perang (war profit tax). Pajak ini dikenakan atas suatu industri tertentu yang bekerja dengan baik serta memperoleh penghasilan besar selama masa perang. Pajak ini juga dikenakan atas industri gula.

Periode 1920 Hingga 1982

Tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi jenis dan tarif pajak dengan dikenalaknnya general tax income, yaitu ordonansi pajak pendapatan yang diperbarui melalui reformasi pajak 1920 dengan lahirnya Ordonansi Pajak Pendapatan 1920.

Pada 1925, tingginya arus penanaman modal dari luar negeri membuat Hindia Belanda mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh badan-badan usaha. Pada tahun ini disusun Ordonansi Pajak Perseroran 1925.

Pada 1935, sistem pay as you earn (PAYE) dikenalkan di Indonesia melalui penerbitan Ordonansi Pajak Upah 1935. Melalui ordonansi ini, majikan atau pemberi kerja bertugas sebagai pemotong pajak atas upah atau gaji kepada pegawai.

Selanjutnya, pada 1944 konsep Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 diciptakan oleh pemerintah Belanda di Australia. Tujuannya, menggantikan Ordonansi Pajak Pendapatan 1932 yang sudah berlaku lama.

Selama 1945 hingga 1982, pemerintah mengundangkan UU 1945. Aturan-aturan hukum yang masih berlaku, antara lain Ordonansi Pajak Perseroan 1925, Ordonansi Pajak Pendapatan 1932, dan Ordonansi Pajak Upah 1935.

Ada beberapa perubahan yang terjadi dalam perkembangan PPh. Pertama, pada 1950 pemerintah menerbitkan UU Darurat 36/1050 tentang berlakunya ordonansi mengenai masalah-masalah pajak yang dikeluarkan sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang kemudian disahkan menjadi UU 4/1952.

Periode 1983 hingga 1990

Reformasi menyeluruh terhadap aturan sistem pajak di Indonesia dilakukan pada 1984. Salah satu alasan pelaksanaan reformasi ini adalah undang-undang yang berlaku pada saat itu dianggap menggunakan bahasa hukum yang sulit dimengerti wajib pajak.

Reformasi pajak ditandai dengan terbitnya UU 7/1983 tentang PPh. Penamaan pajak penghasilan (PPh) pun resmi dipakai sejak saat itu.

UU PPh juga menghapuskan 3 ketentuan yang sebelumnya mengatur pengenaan pajak penghasilan. Penyederhanaan ini dimaksudkan agar masyarakat lebih mudah dalam memahami ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta agar pelaksanaan pemungutan pajak menjadi lebih mudah.

Beleid itu menyederhanakan tarif pajak yang pada awalnya berjumlah 58 tarif pajak menjadi 3 jenis tarif pajak. Adapun ketiga jenis pajak tersebut, yaitu 15%, 25%, dan 35%.

Setelahnya, masih ada periode sejarah perkembangan pajak penghasilan di Tanah Air. Selepas reformasi pajak dimulai pada 1983, ada beberapa perubahan regulasi perpajakan yang terjadi.

Berjalan hingga masa saat ini, reformasi pajak pada masa ini dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan untuk mewujudkan
perencanaan penerimaan yang efisien, berkeadilan, dan berdaya saing bagi penanaman modal asing.

Selain itu, pemerintah juga ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi bisnis dalam skala mikro, kecil, dan menengah, dan mempertahankan wajib pajak khusus dan wajib pajak yang berpenghasilan besar.

Selepas 1991, reformasi pajak bergulir ke periode 1991-2019 serta periode 2019-2024 yang mewarnai momentum perkembangan pemungutan PPh. Tulisan ini tidak akan mengulas runutan perkembangan PPh dengan detail.

Bagi Anda yang ingin menyimak secara lengkap perkembangan pemungutan PPh di Indonesia, silakan membaca buku Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan Edisi Kedua. Baca 'Promo Masih Ada! Pesan Buku DDTC: Konsep dan Aplikasi PPh Edisi Kedua'.

Segera manfaatkan masa promo pre-order buku. Adapun harga spesial pre-order lebih hemat hingga 15% dari harga normal. Setelah periode promo ini berakhir, harga akan kembali normal. Jadi, jangan lewatkan kesempatan ini untuk mendapatkan buku yang akan memperkaya wawasan pajak Anda. Segera pesan melalui https://link.ddtc.co.id/PPhEdisiKedua. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.