PAJAK INTERNASIONAL

Banyak Negara Larang Biaya Suap Jadi Pengurang Penghasilan Bruto

Redaksi DDTCNews
Rabu, 19 November 2025 | 15.15 WIB
Banyak Negara Larang Biaya Suap Jadi Pengurang Penghasilan Bruto
<p>Ilustrasi.</p>

PAJAK penghasilan (PPh) merupakan sistem pemajakan yang memperlakukan penghasilan neto sebagai dasar pengenaan pajak. Dengan konsepsi ini, wajib pajak berhak mengurangkan biaya-biaya tertentu dari penghasilan bruto.

Secara umum, biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto adalah biaya yang berkaitan dengan upaya memperoleh penghasilan. Dalam UU PPh di Indonesia, biaya tersebut dikenal sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan—atau lazim disebut biaya 3M.

Sebaliknya, biaya yang timbul, baik dari pengeluaran pribadi maupun berbagai biaya lain yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan umumnya, tidak dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto.

Namun, dalam praktiknya, terdapat pula biaya yang tak boleh dibebankan meskipun secara kasatmata memiliki keterkaitan dengan upaya memperoleh penghasilan. Contoh, pembayaran ilegal seperti suap, gratifikasi, dan sejenisnya, serta denda dan sanksi yang timbul akibat kegiatan ilegal.

Ketentuan terkait dengan biaya-biaya ilegal, seperti suap, gratifikasi, dan sejenisnya, yang tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto turut diulas dalam buku DDTC bertajuk Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan Edisi Kedua.

Berdasarkan data Worldwide Tax Summaries Corporate Tax 2024/2025, terdapat 18 negara yang secara eksplisit melarang pembebanan biaya yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan, seperti suap dan sogokan.

Selain itu, ada 13 negara melarang pembebanan biaya yang terkait dengan kegiatan usaha ilegal atau tidak sesuai ketentuan perundang-undangan. Biaya dimaksud contohnya adalah denda dan sanksi yang timbul akibat kegiatan ilegal.

Sebagai contoh, AS melarang wajib pajak untuk mengurangkan pembayaran suap, sogokan, atau pembayaran ilegal lain dari penghasilan bruto. Denda atau hukuman serupa yang dibayarkan kepada pemerintah juga tidak boleh diklaim sebagai biaya.

Ketentuan serupa juga diterapkan di Denmark meskipun praktik suap kerap kali dianggap lazim dalam kegiatan usaha di yurisdiksi tertentu.

Indonesia baru-baru ini juga berencana menerapkan langkah serupa melalui penyisipan Pasal 20A dalam PP 55/2022. Pasal tersebut akan menegaskan bahwa suap, gratifikasi, sanksi administrasi, dan sanksi pidana tidak boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto.

Menurut Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, pengaturan ini diperlukan untuk memuluskan proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD. Nanti, standar anti-bribery management system OECD ke dalam kerangka regulasi yang tengah disempurnakan.

"Kami memasukkan semua standar anti bribery management system sesuai dengan standar OECD di dalam kerangka regulasi yang ongoing kami akan sempurnakan," katanya.

Dalam roadmap aksesi Indonesia sebagai anggota OECD yang diadopsi OECD Council pada 29 Maret 2024, terdapat sejumlah core principles yang harus dipenuhi, salah satunya adopsi Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business Transactions atau Konvensi Antisuap OECD.

Negara yang mengadopsinya harus berkomitmen untuk melarang pembebanan biaya suap sebagai pengurang penghasilan bruto. Dengan kebijakan ini, Indonesia juga akan mengikuti best practice banyak negara yang melarang penggunaan biaya ilegal sebagai pengurang penghasilan bruto. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.