JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan merevisi peraturan mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor.
Revisi tersebut dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 62/2025. Beleid itu merupakan perubahan kedua dari PMK 26/2022. Kali ini, revisi dilakukan untuk mengakomodasi dinamika perubahan sejumlah ketentuan yang terkait dengan impor barang.
“PMK 26/PMK.010/2022...sebagaimana telah diubah dengan PMK 10/2024...perlu diubah,” bunyi salah satu pertimbangan PMK 62/2025, dikutip pada Senin (15/9/2025).
Secara lebih terperinci, PMK 62/2025 dirilis dengan 3 tujuan. Pertama, mengharmonisasikan pengaturan pemberian insentif bea masuk atas impor kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dalam keadaan utuh (completely built up/CBU) dan dalam keadaan terurai lengkap (completely knocked down/CKD) roda 4.
Penyesuaian tersebut dilakukan seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 1 Tahun 2024. Permen Investasi itu merupakan pedoman dan tata kelola pemberian insentif kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda 4.
Kedua, menyesuaikan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berupa produk teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong keberlanjutan pengembangan teknologi dan industri informasi teknologi di dalam negeri.
Ketiga, menyempurnakan terjemahan bahasa asing beberapa catatan bagian, bab, uraian pos, uraian sub pos, dan uraian pos tarif dalam sistem klasifikasi barang 2022. Hal ini dilakukan untuk menghindari penafsiran yang berbeda dalam mengklasifikasikan pos tarif barang impor dalam sistem klasifikasi barang 2022.
PMK 62/2025 diundangkan pada 8 September 2025 dan berlaku 7 hari sejak tanggal diundangkan. Dengan demikian, beleid ini berlaku efektif pada 15 September 2025.
Sebagai informasi, penetapan klasifikasi barang atau HS code merupakan hal krusial pada proses ekspor/impor. Sebab, HS code menentukan regulasi yang berlaku pada setiap barang impor/ekspor. HS code juga menjadi patokan besaran bea serta pajak yang harus dibayar importir/eksportir.
Importir atau eksportir menetapkan HS code atas barang secara mandiri (self assessment). Importir atau eksportir dapat menggunakan tools berupa buku tarif kepabeanan Indonesia (BTKI) dengan berpedoman kepada ketentuan umum untuk menginterpretasikan HS code.
Importir atau eksportir juga dapat melakukan pengecekan secara mandiri terhadap tarif dan klasifikasi atas suatu barang melalui Indonesia National Trade Repository yang bisa diakses melalui laman https://insw.go.id/intr. (dik)