BERITA PAJAK SEPEKAN

Catat Nih! Pemerintah Jamin Tidak Ada Kenaikan Pajak di 2026

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 06 September 2025 | 07.00 WIB
Catat Nih! Pemerintah Jamin Tidak Ada Kenaikan Pajak di 2026

JAKARTA, DDTCNews - Tidak ada kenaikan tarif pajak pada 2026 mendatang. Pesan itu ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama dengan Komite IV DPD RI, belum lama ini.

Topik tersebut menjadi salah satu sorotan utama dalam sepekan terakhir.

Pemerintah mengeklaim tidak ada rencana kenaikan tarif pajak tahun depan demi mencapai target penerimaan pajak dan target pendapatan negara pada 2026 mendatang.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menggencarkan penindakan (enforcement) dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebagai upaya mengoptimalisasi penerimaan tahun depan. Dia meyakini langkah tersebut bisa mendongkrak pundi-pundi negara.

"Karena kebutuhan negara dan bangsa begitu banyak, maka pendapatan negara terus ditingkatkan tanpa ada kebijakan-kebijakan baru. Sering dari media menyampaikan seolah-olah upaya untuk meningkatkan pendapatan kita menaikkan pajak, padahal pajaknya tetap sama," katanya.

Untuk diketahui, target penerimaan pajak dalam RAPBN 2026 diusulkan senilai Rp2.357,68 triliun atau naik 7,69% dari target APBN 2025. Sementara itu, pendapatan negara 2026 ditargetkan senilai Rp3.147,7 triliun atau naik 4,75% dari target APBN 2025.

Untuk mencapai target penerimaan yang didesain lebih tinggi, Sri Mulyani kembali menegaskan pemerintah akan menggencarkan kegiatan enforcement dan pelayanan pajak guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

"Enforcement dan dari sisi kepatuhan akan dirapikan, ditingkatkan, sehingga bagi mereka yang mampu dan berkewajiban membayar pajak tetap membayar pajak dengan mudah dan patuh. Sementara yang tidak mampu dan lemah dibantu secara maksimal," tutur Sri Mulyani.

Sri Mulyani mencontohkan pemerintah memberikan keringanan bagi pelaku UMKM. Wajib pajak pelaku UMKM yang omzetnya kurang dari Rp500 juta setahun tidak kena PPh.

Sementara itu, omzet UMKM yang mencapai Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun dikenakan PPh final sebesar 0,5%. Menurutnya, ketentuan ini merupakan kebijakan yang berpihak kepada UMKM.

Selain kabar soal tidak adanya kenaikan tarif pajak, ada beberapa pemberitaan yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, tanggapan Sri Mulyani tentang memanasnya situasi politik Tanah Air belakangan, ketenuan soal PPN ditanggung pemerintah, hingga mencuatnya wacana pajak kekayaan.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Sri Mulyani Tanggapi Situasi Politik

Sri Mulyani mengunggah pesan untuk menanggapi situasi terkini di akun Instagram pribadinya.

Dalam rentetan demonstrasi beberapa hari terakhir, massa turut menjarah rumah Sri Mulyani yang berlokasi di Bintaro, Tangerang Selatan.

Sri Mulyani menyebut membangun Indonesia adalah sebuah perjuangan yang tidak mudah, terjal, dan sering berbahaya. Para pendahulu juga telah melalui semua proses tersebut.

Kondisi yang Bikin WP Tak Dapat PPN DTP

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 60/2025, pemerintah memberikan insentif kepada masyarakat berupa PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk pembelian rumah. Kebijakan ini berlaku hingga Desember 2025.

Meski demikian, beleid itu turut memuat beberapa kondisi yang menyebabkan wajib pajak tidak dapat memanfaatkan insentif PPN DTP untuk pembelian rumah. Dengan demikian, atas penyerahan rumah tersebut berlaku pengenaan PPN secara umum.

"Atas penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 9 ayat (2) PMK 60/2025.

Siapa yang Menikmati Insentif Pajak?

Kementerian Keuangan mengeklaim rumah tangga merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menikmati insentif pajak.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyebut belanja perpajakan (tax expenditure) pada tahun ini diestimasikan menembus Rp530 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp292 triliun atau 55% digelontorkan untuk kebijakan insentif yang menyasar masyarakat luas.

"Insentif perpajakan atau pengeluaran pajak ataupun tax expenditure 2025 diestimasikan Rp530 triliun. Dari jumlah tersebut 55% atau Rp292 triliun dinikmati rumah tangga," ujarnya.

Yang Perlu Disiapkan Perusahaan Hadapi GMT

Implementasi global minimum tax (GMT) bisa menjadi ‘pagar’ agar perusahaan multinasional (PMN) tidak melakukan aggressive tax planning dengan memanfaatkan celah-celah ketentuan pajak internasional.

Senior Specialist DDTC Fiscal Research and Advisory (FRA) Hamida Amri Safarina menjelaskan ketentuan GMT didesain untuk mengatasi masalah profit shifting dan kompetisi penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan di berbagai negara. Hal ini dilakukan dengan mengenakan pajak tambahan apabila tarif efektif yang ditanggung PMN pada suatu yurisdiksi di bawah 15%.

“Secara ringkas, GMT adalah suatu pengenaan pajak tambahan terhadap grup PMN yang tarif pajak efektifnya kurang dari 15% pada suatu yurisdiksi,” jelas Hamida dalam live Instagram bersama Tax Center Universitas Mataram.

Pajak Kekayaan Mencuat Lagi

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong pemerintah untuk melakukan kajian atas penerapan pajak kekayaan (wealth tax).

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Handi Risza mengatakan pemberlakuan pajak kekayaan layak untuk dipertimbangkan mengingat rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia masih tergolong rendah.

"Meskipun penerimaan pajak secara nominal naik, pertumbuhan penerimaan perpajakan tak melebihi pertumbuhan PDB nominal. Akibatnya tax ratio justru turun," katanya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.