KEBIJAKAN PEMERINTAH

APBD Rapuh? Hanya 15 Kabupaten/Kota yang Punya Kapasitas Fiskal Tinggi

Muhamad Wildan
Senin, 25 Agustus 2025 | 16.30 WIB
APBD Rapuh? Hanya 15 Kabupaten/Kota yang Punya Kapasitas Fiskal Tinggi
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat jumlah daerah yang memiliki kapasitas fiskal kuat masih sangatlah minim.

Dari total 38 provinsi di Indonesia, hanya 11 yang memiliki kapasitas fiskal kuat. Lebih lanjut, hanya 15 dari total 508 kabupaten/kota yang memiliki kapasitas fiskal kuat.

"Dari 415 kabupaten, hanya 4 kabupaten saja dengan kapasitas fiskal kuat. Dari 93 kota, 11 kota dengan kapasitas fiskal kuat," kata Wamendagri Bima Arya dalam rapat bersama Komisi II DPR, Senin (25/8/2025).

Suatu daerah dianggap memiliki kapasitas fiskal kuat bila memiliki pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih tinggi dari pendapatan berupa transfer dari pusat.

Jika selisih antara rasio PAD per pendapatan daerah dan rasio transfer per pendapatan daerah masih lebih rendah dari 25%, daerah tersebut dikategorikan memiliki kapasitas fiskal sedang.

Suatu daerah dianggap memiliki kapasitas fiskal lemah bila pendapatannya bergantung pada transfer dari pusat. Kemendagri mencatat ada 15 provinsi, 407 kabupaten, dan 70 kota yang memiliki kapasitas fiskal lemah.

"Ini adalah PR bagi kita untuk meningkatkan kemandirian [fiskal]," ujar Bima.

Transfer Daerah

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima memandang ketergantungan pemda terhadap transfer dari pusat berpotensi melemahkan kemampuan pemda dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan publik.

Untuk itu, pemerintah perlu merumuskan strategi PAD yang lebih inovatif dan berkelanjutan sehingga ketimpangan fiskal dapat dikurangi. Menurut Aria, langkah yang diambil pemda untuk meningkatkan PAD umumnya menaikkan pungutan pajak bumi dan bangunan (PBB).

"Akhirnya, kebijakan tersebut menimbulkan resistensi sosial karena langsung membebani masyarakat," tuturnya.

Aria menilai upaya peningkatan PAD seharusnya bisa dilakukan tanpa menambah beban masyarakat melalui kenaikan PBB.

"Kasus kenaikan PBB di daerah yang memicu gelombang protes bisa menjadi pelajaran bagi seluruh kepala daerah. Kebijakan instan semacam ini tidak hanya berisiko menurunkan kepercayaan publik, tapi juga berpotensi menciptakan instabilitas sosial dan politik di daerah," katanya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.