JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui kinerja rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia perlu diperbaiki ke depannya.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tax ratio antara lain memangkas sektor informal dan mendorong kepatuhan wajib pajak.
"Sektor-sektor yang informal harus diformalkan dulu. Semakin formal sektornya, tentu kepatuhan perpajakannya juga akan semakin meningkat. Kita melihat ada peluang [perbaikan] ke situ," katanya dalam Live Special Event Penyampaian RUU APBN 2026, dikutip pada Selasa (19/8/2025).
Pemerintah, lanjut Yon, akan memperhatikan dan mengkaji tren kegiatan ekonomi di sektor digital seiring dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, kebijakan pajak yang dihasilkan nantinya tepat sasaran dan efektif.
Tidak hanya itu, perubahan dan perbaikan kebijakan insentif pajak juga berperan meningkatkan tax ratio. Menurutnya, insentif yang terukur dan terarah akan berkontribusi memajukan perekonomian, yang kemudian akan meningkatkan penerimaan negara.
"Berbagai sektor terus tumbuh dan berkembang, terutama sektor digital dan sebagainya. Tentu pajak pun juga harus dialihkan ke sana," ujarnya.
Yon mengeklaim kinerja tax ratio Indonesia secara komprehensif--dengan memperhitungkan PNBP dan pajak daerah--sudah mencapai 13%. Sementara itu, tax ratio (penerimaan pajak plus kepabeanan dan cukai) pada 2024 hanya sebesar 10,08%, lalu pada 2025 ditargetkan mencapai 10,03%, dan pada 2026 sebesar 10,47%.
Menurut IMF, capaian tax ratio yang ideal sebesar 15%. Yon melihat masih ada ruang untuk melakukan perbaikan menuju angka ideal tersebut secara bertahap. Caranya, dengan melakukan sejumlah reformasi kebijakan seperti di atas.
"Banyak kajian yang menyatakan the tipping point-nya adalah 15%. Artinya, ruang untuk ke sana masih cukup luas. Itulah yang kita lakukan melalui reformasi, dan pajak tidak berdiri sendiri, tentu source ekonominya juga harus tumbuh dan berkembang," tutur Yon. (rig)