JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah mengatur ulang ketentuan mengenai pajak atas transaksi emas melalui penerbitan PMK 51/2025 dan PMK 52/2025.
Penerbitan PMK 51/2025 dan PMK 52/2025 dinilai lebih memberikan kepastian mengenai perlakuan pajak dalam transaksi emas. Sejalan dengan terbitnya kedua peraturan tersebut, bisnis bulion diyakini akan menunjukkan kinerja positif pada tahun ini.
"Kami optimistis tren bisnis bulion akan terus meningkat tahun ini dengan proyeksi pertumbuhan yang positif pada akhir tahun," kata Direktur Sales & Distribution Bank Syariah Indonesia (BSI) Anton Sukarna, dikutip pada Senin (4/8/2025).
Anton mengatakan emas masih akan menjadi salah satu instrumen investasi keuangan safe haven bagi masyarakat. Perusahaannya pun menyediakan berbagai pilihan mulai dari cicil emas, gadai emas, serta pembelian emas melalui aplikasi untuk memudahkan masyarakat.
Sebagai bank yang telah ditetapkan bulion, BSI bakal mengoptimalkan potensi logam mulia dalam negeri melalui produk BSI Emas. Pada semester I/2025, saldo BSI Emas dalam satuan gram tumbuh 110% secara year to date dengan volume mencapai 1 ton.
Sementara itu, PT Pegadaian (Persero) juga mencatat besarnya minat masyarakat terhadap transaksi emas. Pada semester I/2025, layanan Bank Emas Pegadaian untuk tabungan emas mencapai 13,8 ton, sedangkan deposito emas 1,28 ton.
Perdagangan emas di Pegadaian tercatat mencapai 2,8 ton, sedangkan pinjaman modal kerja emas sebanyak 200 kilogram, serta titipan emas korporasi 2,9 ton.
Pegadaian memperkirakan minat masyarakat membeli emas makin menguat seiring dengan penegasan PPh Pasal 22 tidak dipungut atas pembelian emas oleh masyarakat selaku konsumen akhir dalam PMK 52/2025.
"Ga perlu cemas! Beli emas di Pegadaian, masyarakat tak kena pajak 0,25%!" bunyi unggahan Pegadaian di Instagram.
PMK 52/2025 antara lain telah mengecualikan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan emas batangan yang dilakukan oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau batangan kepada lembaga jasa keuangan (LJK) bulion. Kemudian, pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 tetap berlaku untuk penyerahan emas batangan kepada Bank Indonesia (BI) serta melalui pasar fisik emas digital, sesuai dengan ketentuan dalam perdagangan berjangka komoditi.
Setelahnya, pemungutan PPh Pasal 22 tetap tidak dilakukan atas penjualan emas batangan oleh oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau batangan kepada beberapa pihak tertentu. Pihak tertentu ini antara lain konsumen akhir; wajib pajak yang dikenai PPh final; serta wajib pajak yang memiliki surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22.
Di sisi lain, PMK 51/2025 kini menambahkan LJK bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22. Atas pembelian emas batangan oleh LJK bulion, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian, tidak termasuk PPN.
Meski demikian, terdapat pengecualian yaitu pembayaran oleh LJK bulion dengan nilai paling banyak Rp10 juta yang tidak dikenai pemungutan PPh Pasal 22. (dik)