BERITA PAJAK SEPEKAN

Nasib Perpanjangan PPh Final UMKM, DJP Bilang Aturannya Masih Disusun

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 12 April 2025 | 07.00 WIB
Nasib Perpanjangan PPh Final UMKM, DJP Bilang Aturannya Masih Disusun

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Sampai saat ini wajib pajak masih dibuat menunggu tentang kepastian perpanjangan periode pemanfaatan PPh final UMKM sebesar 0,5%. Alasannya, aturan teknisnya tak kunjung muncul. Topik tentang hal ini menjadi salah satu sorotan media nasional sepanjang pekan terakhir. 

Kendati aturannya tak kunjung muncul, Ditjen Pajak (DJP) mengeklaim pemerintah tetap bakal memperpanjang jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan masa berlaku insentif PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi akan diperpanjang sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Pengaturan terkait hal tersebut saat ini masih dalam proses penyusunan," katanya.

Meski begitu, DJP tak memberikan petunjuk lebih lanjut terkait dengan hal-hal yang harus dilakukan wajib pajak orang pribadi yang sudah memanfaatkan PPh final UMKM selama 7 tahun mulai 2018 hingga 2024.

Misal, dalam hal wajib pajak orang pribadi UMKM yang sudah memanfaatkan PPh final sejak 2018, apakah boleh menyetorkan PPh final UMKM sebesar 0,5% atas bagian omzet di atas Rp500 juta meski regulasi perpanjangan masa berlaku PPh final UMKM belum diperbarui? Tidak ada kejelasan dari DJP mengenai hal ini.

Merujuk pada Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 164/2023, wajib pajak UMKM harus menyetorkan PPh final secara rutin setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Kewajiban penyetoran PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi UMKM timbul dalam hal omzet secara kumulatif dalam suatu tahun pajak sudah melebihi omzet tidak kena pajak Rp500 juta.

Sebagai informasi, perpanjangan jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM bagi wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan skema tersebut sejak 2018 sudah dijanjikan oleh pemerintah sejak akhir tahun lalu. Namun, peraturan pemerintah yang melandasi kebijakan tersebut tak kunjung terbit.

Meski diputuskan diperpanjang, Sri Mulyani sempat menyatakan bahwa skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% yang sudah diberlakukan sejak 2018 tersebut akan dievaluasi.

"Insentif pajak ini sebenarnya tetap, cuma fasilitas menggunakan PPh final ini kita evaluasi. Apakah masih dibutuhkan atau UMKM sudah punya kapasitas sehingga bisa diperlakukan secara lebih adil," katanya dalam rapat bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada September 2024.

Menurut Sri Mulyani, skema PPh final UMKM sesungguhnya tidak sepenuhnya adil bagi UMKM. Sebab, wajib pajak diharuskan membayar pajak berdasarkan omzet, bukan laba bersih. Akibatnya, PPh final UMKM berpotensi menimbulkan beban pajak yang berlebih bagi UMKM.

"Ini tidak mencerminkan 100% keadilan. Bisa saja omzetnya Rp600 juta, di atas setengah miliar, tapi dia cost-nya gede banget sehingga sebetulnya dia beroperasi berat, atau impas, atau rugi bahkan. Itu dia tetap harus bayar pajak, kan tidak adil," tutur Sri Mulyani kala itu. 

Selain bahasan mengenai PPh final UMKM, ada beberapa topik lain yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, kinerja penerimaan pajak Maret 2025, update negosiasi tarif impor antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS), kinerja pelaporan SPT Tahunan, hingga gugatan mengenai syarat kuasa hukum di Pengadilan Pajak.  

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

WP yang Berhak Memanfaatkan Perpanjangan PPh Final UMKM

Pada prinsipnya, perpanjangan masa berlaku PPh final 0,5% berlaku hingga tahun pajak 2025 bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir pada 2024 lalu. 

Wajib pajak dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) dan melakukan pencatatan dengan syarat memberitahukan kepada DJP dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

Kemudian, jika jangka waktu penggunaan PPh final UMKM resmi diperpanjang, sepanjang wajib pajak tidak mengajukan pemberitahuan wajib pajak yang memilih dikenai pajak penghasilan (PPh) berdasarkan ketentuan umum PPh, maka masih dapat menggunakan PP 55/2022 (Pasal 5 PMK 164/2023).

Penerimaan Pajak Maret Kontraksi

Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak hingga Maret 2025 senilai Rp322,6 triliun. Realisasi ini setara 14,7% dari target Rp2.189,3 triliun.

Realisasi penerimaan pajak ini mengalami kontraksi sebesar 18,1% (year-on-year/yoy). Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja penerimaan pajak telah mengalami pembalikan.

"Pada Maret, penerimaan pajak bruto kita sudah turnaround. Yang tadinya growth-nya minus 13% bulan Januari, Februari minus 4%, ini sekarang sudah positif 9,1%," katanya. 

RI Kaji Relaksasi TKDN

Pemerintah mengatakan bakal mengkaji relaksasi ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) atas barang-barang asal Amerika Serikat (AS).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan relaksasi TKDN akan menjadi bagian dari materi negosiasi Indonesia mengenai kebijakan bea masuk resiprokal AS. Menurutnya, relaksasi TKDN antara lain berpeluang diberikan untuk produk teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology/ICT).

Pemerintah akan menempuh jalur diplomasi dan negosiasi untuk merespons bea masuk resiprokal AS. Melalui jalur diplomasi, diharapkan dapat diperoleh solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

Syarat Kuasa Hukum Digugat

Pemohon bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap Pasal 34 ayat (2) huruf c UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasal 34 ayat (2) huruf c UU Pengadilan Pajak menyatakan menteri keuangan berwenang menetapkan syarat lain yang harus dipenuhi untuk menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak. Saat ini, syarat kuasa hukum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 184/2017.

"Dengan diaturnya persyaratan kuasa hukum dalam PMK maka tidak hanya memberikan keleluasaan bagi Kemenkeu untuk mengatur tentang kuasa hukum yang bersidang di Pengadilan Pajak, tetapi juga akan berpotensi menimbulkan pertanyaan besar karena dalam perkara pajak sering kali melibatkan pihak dari DJP dan DJBC yang berada di bawah naungan Kemenkeu," tulis pemohon dalam permohonannya sebagaimana yang diunggah oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Sudah 12,82 Juta WP Lapor SPT Tahunan

DJP mencatat sudah ada 12,82 juta wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan 2024, terhitung hingga 11 April 2025 pukul 11.59 WIB.

Jumlah tersebut terdiri dari 12,44 juta SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi dan 373.000 SPT Tahunan wajib pajak badan.

"[Jumlah tersebut] mencapai 79,08% dari target kepatuhan SPT Tahunan untuk tahun 2025 yang sebanyak 16,21 juta SPT Tahunan," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.