BERITA PAJAK HARI INI

DEN: Tax Amnesty Seharusnya Bisa Dipakai untuk Petakan Perilaku WP

Redaksi DDTCNews
Selasa, 11 Maret 2025 | 06.30 WIB
DEN: Tax Amnesty Seharusnya Bisa Dipakai untuk Petakan Perilaku WP

JAKARTA, DDTCNews – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) memandang data yang diperoleh dari program pengampunan pajak (tax amnesty) bisa dipakai untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (11/3/2025).

Anggota DEN Chatib Basri menyarankan penggunaan artificial intelligence dapat membantu otoritas dalam membaca perilaku ekonomi masyarakat. Terlebih, otoritas telah menghimpun banyak data antara lain melalui pelaksanaan tax amnesty dan program pengungkapan sukarela.

"Ini kita memang masih lemah, terutama dalam analitik. Gue bisa bayangkan sebetulnya tax amnesty kemarin itu data, bisa dipakai untuk predictive behavior dan segalanya," katanya.

Chatib menuturkan jumlah petugas pajak (fiskus) yang terbatas membuat DJP belum optimal dalam melaksanakan pelayanan dan pengawasan. Untuk itu, otoritas memerlukan dukungan teknologi digital untuk meningkatkan kepatuhan pajak, termasuk artificial intelligence.

Dia menjelaskan penerapan coretax system menjadi kebutuhan dalam meningkatkan kepatuhan pajak, sekaligus tax ratio. Meski masih dihadapkan pada berbagai kendala di tahap awal, coretax system diharapkan membuat proses bisnis pajak menjadi lebih terukur dan serba-otomatis.

Menurutnya, coretax system bakal berjalan lebih optimal ketika sudah dilengkapi dengan berbagai data. Dengan data yang mumpuni, otoritas akan dapat melakukan identifikasi dan memetakan perilaku ekonomi wajib pajak sehingga memudahkan pengawasan.

"[Manfaatkan teknologi digital] bukan hanya untuk pengumpulan pajak, juga untuk targeting dari spending," ujarnya.

World Bank melaporkan tax gap—selisih antara yang diperoleh dan yang seharusnya diperoleh—Indonesia mencapai 6,4% dari PDB atau setara dengan Rp1.500 triliun. Angka ini terdiri atas 3,7% PDB tax gap yang timbul karena gap kepatuhan, dan 2,7% PDB lainnya timbul akibat gap kebijakan.

Berkaca dari data tax gap tersebut, Chatib memperkirakan tax ratio Indonesia dapat mencapai 17% apabila pemerintah melaksanakan langkah optimalisasi penerimaan dengan baik.

Selain tax amnesty, ada pula ulasan terkait dengan peraturan terbaru dari DJBC yang mengatur tata laksana audit kepabeanan dan cukai. Ada juga bahasan mengenai bertambahnya syarat permohonan pembahasan dengan tim quality assurance pemeriksaan DJP.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Tax Amnesty untuk Perkuat Likuiditas

Terkait dengan tax amnesty, program tersebut tampaknya akan kembali ‘hidup’ setelah DPR resmi menetapkan RUU Tax Amnesty sebagai salah satu Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Syarief Abdullah Alkadrie sempat menyatakan bahwa tax amnesty diperlukan dalam rangka menarik dana-dana milik wajib pajak Indonesia yang selama ini ditempatkan di luar negeri.

"Tax amnesty memungkinkan dana yang selama ini berada di luar negeri untuk kembali ke Indonesia. Dengan skema pengampunan pajak yang tepat, kita bisa menarik dana itu sekaligus memperkuat likuiditas nasional," katanya akhir tahun lalu. (DDTCNews)

DJBC Rilis Aturan Pelaksana Terbaru soal Audit Kepabeanan dan Cukai

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. PER-2/BC/2025 terkait dengan tata laksana audit kepabeanan dan audit cukai.

Peraturan yang diteken oleh Dirjen Bea dan Cukai Askolani tersebut diterbitkan sebagai peraturan pelaksana PMK 114/2024 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai. Melalui peraturan ini, pemerintah berupaya mengoptimalkan kegiatan audit kepabeanan dan/atau audit cukai.

"Audit terdiri atas audit umum; audit investigasi; dan audit khusus," bunyi Pasal 2 PER-2/BC/2025. (DDTCNews)

Syarat Permohonan Pembahasan dengan Tim QA Pemeriksaan DJP Kini Ditambah

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025 menambah persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak saat akan mengajukan permohonan pembahasan dengan tim quality assurance (QA) pemeriksaan.

Merujuk pada Pasal 19 ayat (1) PMK 15/2025, terdapat 6 syarat yang harus dipenuhi wajib pajak sebelum mengajukan permohonan pembahasan dengan tim quality assurance. Dalam ketentuan sebelumnya, hanya ada 3 syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak.

"Tim quality assurance pemeriksaan adalah tim yang dibentuk dirjen pajak untuk membahas hasil pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara pemeriksa pajak dan wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) guna menghasilkan pemeriksaan yang berkualitas," bunyi Pasal 1 angka 37 PMK 15/2025. (DDTCNews)

DJP Bakal Sempurnakan Struktur dan Skema TER

DJP telah menggunakan skema tarif efektif rata-rata (TER) dalam perhitungan besaran PPh Pasal 21 sejak 1 Januari 2024. Namun, otoritas kini tengah mengkaji penyempurnaan struktur tarif dan skema pemotongan pajak tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan kajian terhadap TER dalam pemotongan PPh Pasal 21 masih dalam proses.

“Diharapkan penyempurnaan struktur dan skema tersebut dapat mewujudkan prinsip kesederhanaan dalam pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21,” kata Dwi. (Kontan)

Sepanjang 2024, Tingkat Kemenangan Otoritas di Pengadilan Pajak Naik

Data Sekretariat Pengadilan Pajak menunjukkan adanya kenaikan tingkat kemenangan otoritas dalam sengketa banding dan gugatan di Pengadilan Pajak pada 2024.

Dari total 17.200 sengketa yang diputus sepanjang 2024, sebanyak 5.230 atau 30,41% di antaranya adalah menolak seluruh permohonan banding atau gugatan wajib pajak.

"Data yang disajikan bersumber dari sistem informasi TC One per 5 Februari 2025," tulis Sekretariat Pengadilan Pajak pada laman resminya. (DDTCNews)

Setoran Pajak Daerah pada Januari 2025 Turun 32 Persen

Ditjen Perimbangan Keuangan melaporkan realisasi penerimaan pajak daerah hingga Januari 2025 baru mencapai Rp12,63 triliun, atau setara dengan 4,34% dari pagu pada tahun ini sejumlah Rp281,26 triliun.

Dalam Portal Data APBD yang diunggah Ditjen Perimbangan Keuangan, realisasi tersebut turun 32,46% dari Januari 2024 senilai Rp18,7 triliun. Adapun penurunan tersebut disebabkan baru 342 dari 546 pemda yang menyampaikan realisasi pajak daerahnya.

“Jumlah pemda yang telah menyampaikan realisasi hingga Januari 2025 baru mencapai 342 dari 546 pemda, atau setara dengan coverage 62,6% kata Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman. (Kontan)

Kemendagri: Ratusan Pemda Masih Belum Bebaskan BPHTB untuk Rumah MBR

Kemendagri mencatat masih ada ratusan pemda yang belum memberikan fasilitas pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG) untuk mendukung program rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Hingga 6 Maret 2025, tercatat masih ada 153 pemda yang belum menerbitkan peraturan kepala daerah tentang pembebasan retribusi PBG. Kemudian, sebanyak 116 pemda juga masih belum menerbitkan peraturan kepala daerah tentang pembebasan BPHTB.

"Ini adalah data ter-update hingga 6 Maret 2025. Jadi kalau sampai 10 Maret sudah ada yang kirim dan tersebutkan [nama pemdanya], saya memohon maaf karena belum terkonfirmasi," kata Direktur Pendapatan Negara Kemendagri Teguh Narutomo. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.