Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTC - Ditjen Pajak (DJP) akan mendalami penilaian atas aspek perpajakan Indonesia yang dilakukan oleh World Bank dalam laporan Business Ready (B-Ready) 2024.
Dalam laporan B-Ready, disebutkan 70% perusahaan yang disurvei menyatakan enggan mengajukan restitusi PPN karena prosedurnya dirasa terlalu rumit. Survei dilakukan atas atas 2.955 perusahaan di Indonesia pada Desember 2022 hingga September 2023.
"Kami akan mendalami laporan tersebut," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti, dikutip pada Minggu (3/11/2024).
Sebagai perbandingan, hanya 17% dari total wajib pajak badan di Vietnam yang disurvei yang tidak mengajukan restitusi PPN lantaran rumitnya prosedur. Di Kamboja, hanya 24% wajib pajak badan yang tidak menggunakan hak restitusinya karena alasan yang sama.
Sementara itu, di Filipina, tercatat ada 56% wajib pajak badan yang enggan mengajukan restitusi PPN akibat rumitnya prosedur restitusi.
Meski begitu, World Bank secara umum memberikan skor 59,91 untuk aspek perpajakan (taxation) Indonesia. Skor yang diperoleh Indonesia pada aspek perpajakan lebih tinggi ketimbang rata-rata skor 50 negara yang tercakup dalam laporan B-Ready 2024, yaitu sebesar 53,5.
Menurut World Bank, perpajakan merupakan salah satu aspek yang turut dipertimbangkan mengingat aspek tersebut memengaruhi kemudahan berusaha dan iklim investasi pada suatu yurisdiksi.
Regulasi pajak yang kompleks dan sistem administrasi pajak yang tidak efisien berkaitan erat dengan korupsi dan minimnya kegiatan penanaman modal.
Oleh karena itu, kebijakan pajak yang efektif diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menekan beban yang ditanggung oleh wajib pajak.
Sistem pajak yang efisien dipandang mampu meningkatkan produktivitas perusahaan, sedangkan sistem pajak yang rumit justru akan menghambat formalisasi perekonomian. (rig)